9 : Skeptis

20 5 0
                                    

Langit tampak menggelap tatkala ibu dan anak itu sampai di pekarangan rumahnya. Pertanda, bahwa sebentar lagi, warna gelap akan memeluk cakrawala untuk beberapa jam lamanya.

Namun, kegelapan bukan hanya menyuramkan langit, suasana rumah Dinata pun terasa begitu suram. Kehangatan yang beberapa bulan ini tampil menawan, berubah dingin sekejap mata.

Lampu rumah baru saja menyala. Biasanya, jika Inah ada di rumah, lampu-lampu sudah menyala sejak pukul 16.30. Dikarenakan Inah pergi ke Solo untuk menjenguk anaknya yang baru melahirkan, walhasil Paijo yang bertugas sebagai satpam pun harus melakukan pekerjaan Inah ini.

"Paijo, Bapak mana?" tanya Vina sesaat setelah ia celingak-celinguk dan tak menemukan kendaraan roda empat milik suaminya.

"Lho, tidak bareng Bapak, Bu?" tanya Paijo setelah mengernyit heran.

"Tidak usah tanya-tanya, katakan saja!" komentar pedas Vina.

"Mah!" tegur Brian sembari menajamkan mata ke arah ibunya itu. Vina hanya memutar bola mata malas ketika melihat sikap putranya.

Paijo yang sempat terkejut dengan sikap Vina yang terasa berubah drastis pun lekas mengangguk, takut terkena semprot lagi. "Maafkan saya, Bu."

"Jadi, Bapak ke mana?" tanya Vina sekali lagi.

"Saya tidak tahu, Bu. Bapak tidak mengabari saya. Nanti saya akan coba hubungi, ya, Bu."

"Ah!" desah Vina kesal.

Di sebuah tempat, seorang pria menjatuhkan tubuhnya di atas kasur empuk. Kemudian, ditatapnya langit-langit kamar apartemennya tersebut. Embusan napas kasar keluar tatkala ia mengingat sosok istrinya yang sudah membersamai dirinya belasan tahun, dan kini justru selingkuh di belakangnya.

"Yah, kita lapar. Gak pa-pa nih beli ke resto bawah?" tanya Candra yang sedikit melongokkan kepalanya di balik pintu, takut Denian membentak-bentak lagi.

"Beli, sana beli." balas Denian dengan suara parau dan lemah. Keadaannya, sudah seperti anak ABG yang baru saja putus cinta. "Kartunya ada di deket kunci mobil."

"Baik, Yah."

Candra pun menutup kembali pintu kamar ayahnya, dan mencari keberadaan kunci mobil.

"Gimana, Kak?"

"Nih," ucap Candra sembari memperlihatkan kartu yang ia keluarkan dari dompet kecil yang ada di gantungan kunci. "Yuk!"

David mengangguk semangat. Ia sudah tidak kuat menahan rasa laparnya.

Ketika kakak-beradik itu baru keluar dari apartemennya, terdengar dering yang berasal dari gawai Candra.

"Apartemen, Kak," jawab Candra setelah mendapat pertanyaan dari si penelepon.

"Nyusul, gak?"

"Oh, ya udah."

"Mau beli makanan nih."

"Iya, Kak. Wa'alaikumussalam."

Telepon singkat dari Brian membuat mereka berdua saling pandang satu sama lain. Mereka tahu, sedang ada yang tidak beres di dalam keluarganya. Terlebih lagi, saat ayahnya menangis, dan berulang kali ia berucap "kenapa kamu selingkuh?". Itulah mengapa, suasana hati mereka terasa tidak enak, tapi mereka juga tidak bisa tahan  dengan rasa laparnya.

...

Keluarga Santoso tengah menyantap makan sore mereka di sebuah restoran, sebelum mereka sampai ke rumah. Rasa lapar akibat perjalanan jauh, membuat mereka mampir sejenak di sana, dan melahap makanan khas Padang yang pedas dan gurih.

"Pah, tadi aku liat Aliya nangis," kata Ghani setelah mengunyah halus rendang di mulutnya.

Fatan dan Kirana lantas bertukar pandang satu sama lain, mereka sama-sama kaget dengan apa yang dikatakan Ghani, sekaligus penasaran dengan hal dibaliknya.

"Kenapa, Sayang?" tanya Kirana.

"Ghani kurang tau jelasnya sih. Tadi tuh, pas Ghani ambil tas Mamah ke parkiran, Ghani liat tuh, mobilnya Om Deni udah gak ada. Aku kira, mereka pulang duluan, tapi pas aku liat lagi, ada Aliya lagi nangis di sana."

"Kamu kenapa baru cerita ini sekarang?!" tanya Fatan dengan nada suara sedikit kesal.

"Em, maaf, Pah," jawab Ghani sambil menunduk.

"Hm, gak pa-pa, Ghani. Lebih baik cerita, daripada enggak sama sekali," hibur Kirana sembari menyuapkan nasi dan ayam penyet ke mulut putranya.

Bibir Ghani pun tampak tertarik sedikit. Ibunya selalu menjadi pelipur laranya.

"Iyaa, Mamah," ucap Fatan setelah melihat sikap Kirana yang seolah memberi isyarat kepadanya, agar jangan marah-marah pada putra tercintanya. "Papah ke belakang dulu deh, ya."

"Iya, Pah."

Setelah mencuci tangan dengan bersih di wastafel, Fatan pun mengambil benda pipih miliknya di balik saku celana. Ia menekan satu kontak dan kemudian menghubunginya. Raut wajahnya terlihat serius dan juga kecewa.

Setelah berbalas salam, Fatan pun mengeluhkan kekesalnnya pada orangnya langsung, "Anda ini bagaimana, calon menantu saya ditinggal begitu?! Dia menangis gara-gara Anda! Bukannya Anda sudah berjanji, untuk tidak membuatnya menangis lagi?!"

...

Suasana suram bukan hanya terjadi di kediaman Dinata saja, di dalam kendaraan roda empat milik Davin pun suramnya terasa. Semua orang bungkam, tak mengangkat suara. Mereka semua diam membisu, sibuk dengan pikirannya masing-masing. Ya, semua ini tak lepas dari sosok Aliya, yang sekarang lebih diam dan murung setelah mendapat pernyataan mencengangkan dari kedua orang tuanya.

Mereka tahu, bukan hal yang mudah bagi Aliya untuk menerima kenyataan atas kepura-puraan yang dilakukan Deni dan Vina. Kasih sayang yang begitu didambakannya selama ini, ternyata hadir memeluk erat dirinya dalam bentuk sandiwara. Pasti sangat menyakitkan bagi gadis itu. Maka dari itulah, memberikan waktu untuk Aliya merenung mungkin akan membuat perasaannya bisa lebih baik.

Mereka sampai di rumah megah kediaman Amarta, tepat saat azan magrib berkumandang. Omah Ranti menyambut di depan pintu dengan senyum bahagia. Akan tetapi, senyuman itu harus pupus tatkala ia melihat, raut wajah keluarganya tampak tidak semangat dan bergairah. Terlebih lagi, melihat kedatangan Aliya, membuat perasaan Omah Ranti semakin tidak enak. Pasti, ada suatu hal buruk yang terjadi pada keluarga dari mantan suami menantunya itu.

"Kenapa dia datang lagi ke sini?!"

Semua orang seketika menoleh kepada orang yang baru saja menyampaikan pertanyaan yang begitu skeptis kepada Aliya.

"Arsen, kamu jangan begitu!" tegur Ranti dengan suara berbisik kepadanya.

***

Garut, 29 Agustus dan 4 September 2022
Nur Aida Hasanah.


Nulis part ini emang agak lama, ya. Soalnya terkendala kegiatan dan juga sedikit kemalasan🤭

Tapi, semoga kalian selalu suka sama ceritanya, yaa...

To be continue ...

DUA PINTU SURGA✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang