32 : Mencari Titik Terang?

24 3 0
                                    

Azan subuh berkumandang dan menggema ke sekitar kompleks. Tampak laki-laki dari keluarga Deni, keluarga Amarta dan Keluarga Fatan yang semalam menginap di kediaman Denian keluar dari rumah menuju sumber suara azan itu. Kebetulan, jarak masjid jami' kompleks dengan rumah Denian tidak terlalu jauh. Hanya terhalang dua rumah gedong.

Sementara itu, para perempuannya salat bersama di musholla yang ada di rumah Denian. Kecuali dengan Inah dan Aliya. Aliya masih terpejam, dan Inah menemaninya di sana.

Jari jemari Inah mengusap puncak kepala Aliya dengan lembut. Perempuan yang selalu mengenakkan daster panjang dan kerudung panjangnya itu pun berbisik lembut, "Neng Aliya, bangun, yuk. Salat subuh, Sayang."

Meski Aliya tak langsung bangun, Inah tetap sabar menunggu Aliya membuka matanya. Lewat kelembutannya, Inah masih berusaha membangunkan putri kesayangannya.

Perlahan, Inah melihat mata Aliya sedang mengerjap-ngerjap—menyesuaikan cahaya yang masuk ke retinanya. Hingga pada akhirnya, mata Aliya pun benar-benar terbuka.

"Mbok!" Aliya langsung bangkit dan memeluk Inah dengan begitu erat. "Ghani ... Mbok."

Inah mengusap-ngusap punggung Aliya. "Iya, Sayang, iya. Sekarang kita salat subuh dulu, yuk. Neng curhat dulu sama Allah, terus abis itu kita ngobrol."

Aliya membalasnya dengan anggukan.

...

Gemerincik air terdengar begitu merdu. Pancuran air yang berada pada kolam ikan di kebun kecil yang terletak di halaman depan merupakan kondisi yang tepat untuk bersantai dan menghirup udara segar. Alvin dan Ghani mengobrol di kursi yang tak jauh dari kolam ikan itu berada. Ditemani dengan sandwich coklat dan minuman coklat hangat berserta satu panggilan video dari sahabat karib mereka.

Ya, siapa lagi kalau bukan Alpha. Peraih juara umum pada acara kelulusan waktu itu, yang setelahnya bisa berkumpul kembali dengan keluarganya yang ikut menjadi mu'allaf.

"Jadi beneran, ya, kalau kamu udah punya calon istri dan dijodohin itu," kata Alpha di layar gawai.

Ghani menggaruk bagian kepalanya yang tidak gatal sembari menyengir kuda. "Iya, gitu, hehe."

Alpha baru bisa dihubungi. Dua minggu kemarin hpnya sempat rusak dan harus di service. Maka dari itulah, satu sahabat mereka ini baru tahu dan pastinya sangat terkejut.

"Haha-hehe," cibir Alvin yang masih sedikit kesal dengan Ghani.

"Ah, jangan-jangan Alvin sudah tahu, ya. Saya aja yang gak tau. Tega kalian!"

"Eh! Gue juga sama kali, gak nyangka. Padahal Aliya itu adek gue sendiri. Ngerasa gak guna gue jadi abang," balas Alvin sedikit nyolot.

Alpha terkekeh di sebrang sana. "Iya deh, maaf haha."

Buk!

"Aw!" teriak Ghani sembari memegang pipi kanannya yang baru saja dipukul oleh suatu benda. Ia pun lantas menoleh ke sebelahnya. Tampak perempuan beraut kusut itu melayangkan pandangan yang menyalang kepada Ghani.

"Hih!" Perempuan itu menggertak, akan memukul kembali Ghani dengan kipas yang dibawanya.

Ghani sedikit menjauhkan tubuhnya dari perempuan galak itu.

"Aduh, Rahma! Galak sekali," komentar Alpha yang menyaksikan hal tersebut di balik layar ponselnya.

"Anti sewot banget, sih," protes Ghani tak terima.

Muka Rahma masih tertekuk. Ia bersidekap di depan dada dengan mata yang masih terlihat tajam. "Semalem, Alvin kasih tau gue, Aliya pingsan gara-gara lo!" Rahma menunjuk tepat di depan muka Ghani. "Berani-beraninya lo bikin besti gue pingsan!"

"Lo liat, ya, banyak yang sayang sama Aliya. Kalau lo macem-macem ...," Alvin memposisikan tangannya di depan leher, lalu ia menggeser tangan itu, sehingga terlihat seperti memotong leher. Ancaman bagi Ghani, supaya tidak main-main, "Abis lo!"

"Wiih, seramnyaa ...," Alpha tertawa kecil—mungkin mencairkan suasana supaya tidak terlalu tegang—dan bertepuk tangan, "Ti-ati lho, Ghan. Kakak iparmu galak, begitu juga sahabatnya."

Ghani yang sedari tadi terlihat tegang pun memaksakan untuk menghadirkan senyuman di bibirnya. "Iya, insyaallah, gak akan lagi-lagi kok."

"Den Ghani, bisa ikut Simbok sebentar?" tanya Inah yang baru tiba di halaman dan menyela obrolan mereka.

...

Rumah Denian terdiri dari tiga lantai. Lantai ketiga rumah tersebut memiliki 2 kamar, satu kamar mandi, dan dapur. Selain itu, ada tempat khusus untuk menjempur pakaian di sana.

Melewati area dapur dan tempat menjemur pakaian, Inah mengajak Ghani melewati dua kamar, dan membawanya ke hadapan pintu kaca yang pinggir-pinggirnya dilapisi kayu cokelat elegan. Pintu itu terbuka. Tampak rumput-rumput sintetis terhampar. Ada tempat duduk dari bantal-bantal yang berwarna-warni. Lampu-lampu kecil yang tidak menyala tampak menggantung di atap transparan di rooftop tersebut. Tanaman-tanaman berwadahkan pot pun ikut menambah kecantikan halaman tersebut.

Mata Ghani pun beralih kepada ayunan yang berada di salah satu sudut area. Di sana, Aliya yang berwajah pucat itu duduk sembari menikmati alunan ayunan. Sekaligus, menikmati cahaya mentari pagi yang menghangatkan tubuhnya.

Ya Allah, Aliya ... wajahnya jadi pucat begitu. Hmmm, ini semua salah ana udah bikin dia sedih, batin Ghani.

"Mbok pengen kalian mengobrol," ucap Inah menyadarkan Ghani dari lamunannya.

Ghani terdiam mendengar itu. Ia tidak bisa mengiyakan maupun menolaknya. Sebab, ia juga ingin membicarakan perasaannya kepada Aliya secara langsung, tapi Ghani tidak mungkin bisa, apalagi untuk berbicara berduaan saja.

"Mbok temenin kok, Den," lanjut Inah.

Ghani bisa merasa lega. Ia pun lantas mengikuti langkah Inah untuk lebih mendekat ke tempat di mana Aliya berada.

Aliya turun dari ayunan, sembari dituntun oleh Inah, mungkin Aliya masih lemas karena sudah pingsan semalam. Inah pun membawa mereka untuk mengobrol di bantal-bantal khusus untuk duduk.

"Sekarang, kalian sudah bertemu. Mbok harap, kalian bisa berbincang-bincang dan menemukan titik terang."

Ghani yang semula menunduk, lantas menengadah, memandang wajah perempuan paruh baya itu dengan dahi yang berkerut. "Titik terang? Semalam kita sudah berbincang, kan, Mbok. Keputusan akhir juga sudah jelas, kan, pernikahan bakal lanjut?"

"Ghani, pembatalan perjodohan itu mungkin ada benarnya," ucap Aliya.

Ghani sontak membulatkan mata. "Hah?"

***

Garut, 23 Desember 2022

DUA PINTU SURGA✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang