39 : Jalan-Jalan

45 2 0
                                    

"Croffle chocolate siapp!" ucap Aliya sembari membagikan makanan tersebut kepada ayah, mamah, adik-adiknya, dan juga seorang pria-ah yang kini sudah menjadi bagian dari hidupnya, Ghani, suaminya.

Sesuai kesepakatan, Ghani dan Aliya tinggal di rumah Denian untuk sementara waktu. Hal itu sengaja dilakukan oleh Ghani, selaku seseorang yang kini punya tanggung jawab besar atas Aliya, agar sang kekasih dapat merasakan hangat dari kasih sayang orang tuanya yang belum lama Aliya rasakan meskipun sudah belasan mereka beriringan dalam satu atap. Setidaknya, mereka akan tinggal di situ sampai waktu penerbangan ke Mesir tiba. Itu, tinggal satu minggu lagi.

"Ghani, nanti jangan lupa lagi pulang ke istrimu itu. Ntar, nangis lagi anak Ayah," ucap Deni yang langsung membuat orang-orang di meja makan tertawa renyah, sedang yang dibicarakan hanya bisa memanyunkan bibir dan bersidekap di depan dada, mood cerianya seketika  redup.

Kemarin, Ghani pulang ke rumah orang tuanya selepas pulang bekerja dari kantor Fatan. Ia merebahkan diri di kasur sampai terlelap begitu lama. Begitu bangun, ia mendapatkan banyak pesan dari Aliya yang tampak uring-uringan. Ya. Wajar. Saja. Tiga hari setelah pernikahan mereka berlangsung, gadis itu mengalami haid. Mood swing Aliya seringkali membuat Ghani mengelus dada dan berujar istigfar.

Di hari pertama, Aliya sudah tak terhitung berapa kali menangis. Suasana hatinya benar-benar tidak baik. Terlebih lagi, luka trauma yang masih tersisa pasca kejadian buruk itu, masih membayangi Aliya. Tak heran, kalau gadis itu merasa rendah diri, merasa tak pantas, merasa Ghani sudah salah mengambil keputusan menikahinya. Ghani sampai kewalahan menasehati dan menyemangati istrinya itu berulang kali. Untungnya, kesedihan Aliya bisa mereda ketika Ghani mengajaknya muroja'ah hafalan bareng.

Itu ujian pertama Ghani di awal pernikahannya dengan Aliya.

Hari kedua, kondisi hati Aliya sudah lebih baik daripada hari pertama. Ia tampak ceria, tapi hanya untuk beberapa jam saja. Setelah itu, Aliya menangis lagi, terkadang merasa dirinya gak jelas. Terkadang merasa jijik pada diri sendiri, sampai kembali lagi ceria, tapi malah menangis lagi, lalu reda karena Ghani ajak muroja'ah bersama (lagi).

Di hari ketiga, Ghani kembali bekerja ke kantor. Pagi tadi sih Aliya suasana hatinya baik-baik saja, tapi itu tak lama berlangsung, sampai Ghani terlelap cukup lama di rumahnya.

Pukul 13.00 Aliya memberi pesan pada dirinya.

My love — Zaujatii — Honey❤️
|Ghani
|Muhammad
|Fatih
|Kerjaannya udah beres?
|Sibuk?
|Lembur, gak?
|🥺 Sibuk ya
|Maaf ganggu🥲

Selang 5 menit dari itu.

|Kata bagian resepsionis, kamu udah pulang setelah zuhur
|Kok belum sampe?
|Macet, apa gimana?
|Ghani?

Selain itu, ada 15 panggilan telepon dan 3 panggilan video yang tidak terjawab dari Aliya.

Kala itu, nyawa dan kesadaran Ghani masih belum terkumpul sepenuhnya. Entah mengapa, otaknya seakan tidak bekerja dengan baik.

Udah nyampe rumah kok. Kenapa memangnya, Al? Ada perlu?

|😞
|Kamu kenapa sih?

Kenapa apa?

|😭

Eh, Al? Kenapa kamu? Ada apa?

|Kamu lagi di rumah Papah, Ghan?🥺

Iyalah, Al.

DUA PINTU SURGA✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang