10 : Penasaran

23 4 0
                                    

Vina terlihat gusar sekali di atas ranjang, ia tidak bisa dan juga tak ingin memejamkan mata. Paijo sudah mengatakan kepadanya, bahwa Bapak tidak mau mengangkat telepon. Sedangkan Brian, terlihat marah dan enggan ia suruh telepon. Entah akan bagaimana nasib keluarganya jika sudah begini? Apakah ia harus kehilangan Denian setelah ini? Pria yang begitu ia cintai sejak bangku SMA?

"Tidur, Mah. Besok pagi kita temuin Ayah," ucap Brian setelah membuka pintu kamar ibunya itu.

Vina menengok ke arah putranya, lalu mendudukkan tubuhnya cepat-cepat sesaat setelah ia menyadari ada sesuatu lain dari kalimat yang diucapkan anaknya. Kedua alisnya beradu satu sama lain. Matanya menatap Brian penuh selidik.

"Kamu? Tahu Ayah di mana?"

"Tentu."

Vina menghela napas kasar dan matanya terlihat nyalang. "Kenapa kamu gak ngasih tahu Mamah, hah?!"

"Mamah mau susul Ayah kamu sekarang!" Vina menurunkan kakinya dari atas ranjang, lalu menghampiri tas branded-nya untuk memasukkan benda pipih canggih miliknya ke dalam sana.

Ketika Vina akan melewati Brian, anak itu langsung mencekal lengan ibunya dengan kuat. Sehingga, Vina pun memelototkan mata kepada Brian. Sebuah hal yang tidak pernah ia lakukan kepada anak laki-laki pertamanya yang sangat disayanginya selama ini.

"Lepas, Brian!" bentak Vina.

"Udah, Mah!" balas Brian dengan nada yang kesal.

Mungkin, kali ini, ia sudah seperti anak durhaka, karena telah meninggikan suara di hadapan perempuan yang melahirkannya. Akan tetapi, mau bagaimana lagi? Ibunya itu sangat keras kepala, Brian tidak bisa melembutkan suaranya. Terlebih lagi, atas apa yang sudah terjadi, kalau ibunya sudah selingkuh. Hatinya sangat berantakan.

"Ayah itu punya perasaan. Dia butuh waktu sendiri. Kasih ruang dan waktu buat Ayah, Mamah jangan egois begini!" lanjut Brian tegas. "Mamah kira, setelah nerima kabar kalau orang yang kita cintai itu udah selingkuh, mudah nerimanya? Mudah, gitu? Enggak, Mah! Hati Ayah pasti sakit banget!"

"Tapi, kan, Mamah engga-"

"Udahlah, Mah. Jangan terus-terusan ngasih pembelaan! Kenapa sih, Mamah gak mau ngaku aja, dan minta maaf? Kalau Mamah lakuin pembelaan terus, justru masalah ini bisa makin panjang!" sela Brian cepat-cepat. Ia sudah muak, mendengar pembelaan ibunya yang tak mau disalahkan itu.

Vina hanya terdiam mendengarnya.

"Lebih baik, Mamah istirahat sekarang. Besok pagi, sebelum aku ke sekolah, kita temuin Ayah."

...

Arsen menuangkan susu hangat dari teko kaca ke tumblr hitam miliknya. Ekspresi wajahnya tertekuk saat menuangkannya. Sejak kehadiran Aliya di rumah, suasana hatinya berubah tak nyaman dan tak bahagia. Badmood.

Farah yang sedang memanggang roti di atas teflon, berbalik badan, menemukan putra keduanya tengah menyimpan teko yang isinya baru saja dituangkan. Farah mengembangkan senyuman ke arah Arsen. Ia pun menghampirinya dan mengacak-ngacak rambutnya gemas.

"Ish, ini baru disisir, Mah. Jadi acak-acakan lagi deh!" kesal Arsen sembari mengerucutkan bibirnya.

"Hehe, Mamah rapiin lagi deh," balas Farah sembari mencubit pelan pipi Arsen. "Bentar, ya, matiin kompor dulu."

Setelah mematikan kompor, Farah pun mengambil sisir kecil yang terletak di gantungan cermin yang terpajang di dapur. Ia pun menghampiri anak keduanya itu dan menyisir rambut dengan penuh kelembutan.

"Arsen mau sarapan di sekolah, ya?" tanya Farah basa-basi. Sebab, ia sangat memahami anaknya jika Aliya datang ke sini. Selalu ingin menghindari kumpul keluarga, salah satunya, sarapan bersama.

DUA PINTU SURGA✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang