25

710 67 6
                                    

Sana menjadi pihak yang pasif dalam perbincangan di meja makan. Dia paham dengan topik yang dibicarakan. Mereka berbicara tentang saham, akuisisi, afiliasi perusahaan dan bla bla bla. Tapi karena sana tak tahu siapa yang mereka bicarakan, sana memilih diam.

Fakta baru yang dia dapat adalah manajer dahyun ternyata sepupunya sendiri. Pantas saja wajah mereka agak mirip. Sana memperhatikan tiga anggota keluarga yang sedang asik berbincang dengan dia sebagai pengamat.

"Apakah kamu tidak suka dengan makanannya?"

Dahyun melihat piring sana yang masih penuh dengan makanan. Beberapa kali dia melirik sana dengan malasnya memotong daging steaknya.

Pikiran sana sedang tidak berada di tempat. Tatapannya kosong entah kemana.

"Sana-ya..."

Sana terkesiap mendengar panggilan dahyun. Suaranya penuh dengan penekanan.

"Hah iya?" Kesadaran sana kembali. Tatapannya linglung. Tiga pasang mata sedang mengamatinya.

"Kamu baik-baik saja? Wajahmu pucat..." Dahyun menempelkan tangannya ke dahi sana kemudian ke dahinya sendiri, mengukur suhu tubuh sana dengan tubuhnya.

Sana terkesiap. Tidak ada riwayat jantung di data kesehatannya. Tapi jantungnya terasa meledak akhir-akhir ini, terutama setelah dia tiba di LA. Jantungnya sering gelisah dengan sentuhan dahyun di depan orang lain.

Setelah itu pipinya akan terasa panas dan wajahnya memerah. Dia harus segera memberi peringatan pada dahyun jika hal itu sangat berbahaya untuk kesehatan jantungnya.

Dia mati gaya karena sifat blak-blakan dahyun. Bukan karena sana tidak suka tapi karena dia malu. Mana boleh bersikap tidak sopan di depan orang tua. Dahyun memang tak tahu malu. Huh... Sana menghela nafas kesal.

"Aku baik-baik saja dahyunie..."

"Kenapa tidak dimakan?" Dahyun menunjuk piring sana. "Apakah tidak sesuai dengan seleramu?"

"Masakan koki sangat enak. Aku hanya masih kenyang karena tadi sore makan banyak camilan..." Jelas sana lembut.

"Walaupun begitu setidaknya makanlah sedikit. Perlu aku suapi? Mungkin tanganmu sakit jadi kamu malas makan..."

Dahyun hendak meraih piring sana tapi dia segera menepis tangan dahyun.

"Dahyun aku baik-baik saja... jangan seperti ini. Aku malu dengan Chaeyoung dan ibumu..." Suara sana sedikit menurun.

Dahyun melirik ke ibunya dan Chaeyoung. Mereka memang sedang menatap intens sana dan dahyun

"Jangan hiraukan mereka..."

Sana mendelik mendengar jawaban dahyun

Astaga. Kim Dahyun... benar-benar tidak tahu malu. Mana bisa sana tak menghiraukan dua pasang mata yang menatapnya dengan dahyun. Siapapun yang ditatap seperti itu tidak akan nyaman.

Mommy dahyun dan Chaeyoung menjadi saksi bisu romantisme dahyun dan sana. Betapa dahyun tak berdaya pada sana. Betapa cintanya dahyun pada sana.

Hyekyo benar-benar tak bisa mengenali dahyun yang dulu lagi. Anak laki-lakinya yang seperti gunung es, menjulang tinggi dengan hati dingin tertutup salju sekarang meleleh di hadapan satu orang gadis.

Anak laki-laki yang bahkan tak akan khawatir jika runtuh, menjadi gelisah karena gadisnya terluka. Lembut sekali hatinya. Hyekyo hampir saja menitikkan air mata saking terharunya. Sana adalah gadis yang hebat. Mereka harus bersama selamanya. Hanya sana yang bisa mengontrol dahyun

Dia bersyukur dahyun bertemu sana. Hyekyo harus memastikan jika dahyun tak akan menyia-nyiakan gadis sebaik sana

"mommy rasa hubungan kalian sangat baik ya?" Celetuk hyekyo.

[END] My boyfriend is a superstarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang