36

540 81 8
                                    

"Hai..."

Darah panas langsung mengalir ke seluruh tubuh sana. Tenggorokannya menelan salivanya sendiri.

Astaga. Astaga. Ya Tuhan. Apa-apaan ini.

Batin sana berteriak tak terkontrol. Suaranya tercekat di tenggorkan. Kelopak mata sana mengerjap beberapa kali. Memastikan jika orang yang ada didepannya sekarang adalah dahyun.

"Bagaimana kabarmu?"

Dahyun mengambil kursi didepan sana. Tatapan mereka beradu. Senyumnya tersungging puas. Melihat kilatan bingung di mata sana membuat dahyun senang.

"A-apa yang kamu lakukan disini?" Suara sana bergetar.

Matanya tak lepas pada dahyun. Diam-diam sana terus mengeratkan pelukannya pada lia. Rasa takut menyusup di aliran darahnya.

"Mm... aku merindukanmu..." Jawab dahyun polos.

Dahi sana mengkerut. Dia sedang mencerna yang terjadi sekarang.

"Kamu bersekongkol dengan jeongyeon kan?"

"Jangan salahkan dia. Aku susah payah meminta bantuannya..."

"Atas dasar apa? Apa maumu?" Suara sana sedikit meninggi.

"Aku merindukan kamu sana..."

Dahyun menghela nafas. Dadanya terasa sesak setelah melihat sana. Sana benar-benar sudah berubah. Tapi dia tetap cantik.

Diam-diam dahyun terus melirik lia yang sedang asyik memakan snack ditangannya. Pipinya mengembang penuh dengan makanan.

Bayi itu sesekali juga melirik dahyun. Tatapan mereka beberapa kali bertemu. Hati dahyun benar-benar penuh.

Diluar dahyun terlihat tenang namun di dalam dirinya ada badai. Bola mata lia seperti miliknya. Bahkan garis wajah, bibir, dan hidung lia adalah miliknya.

Melihat lia dengan jelas sekarang membuat hati dahyun tersentak. Lia adalah anaknya, tidak ada keraguan lagi.

"Bagaimana kabarmu? Kamu banyak berubah. Kapan kamu memotong rambutmu? Kamu tetap cantik seperti dulu. Kenapa kamu tidak menghubungiku kalau kamu ke Korea. Aku sangat menunggu pertemuan kita ini sana..." Dahyun menormalkan suaranya.

Dua tahun tak bertemu, dahyun terkesima dengan sana. Potongan rambut sehabu sangat pas untuknya. Sana telah tumbuh menjadi wanita yang menawan.

Jiwa posesif dahyun yang lama tertidur kini bangun. Tidak ada yang boleh memiliki sana, sana mutlak miliknya sampai kapanpun.

"Apa kamu sudah selesai bicara sekarang? Tidak ada alasan kita duduk berdua. Pertemuan ini tidak seharusnya terjadi. Aku ada urusan lain. Aku harus pergi..."

Sana buru-buru bangkit dari duduknya dengan mengangkat tubuh kecil lia. Namun langkahnya didahului oleh dahyun. Tubuh dahyun memblokir aksesnya ke pintu.

"Minggir! Apa maumu!" Suara sana menggelegar memenuhi ruangan. Matanya menyala penuh amarah.

Hanya ada satu hal
Lia menangis karena suara teriakan sana. Bayi kecil itu gemetar. Tangisnya pecah memenuhi ruangan.

"Maafkan mama... sayang maafkan mama..."

Sana menimang lia. Dia mencoba menenangkan lia, lia terlanjur takut dengan suara sana. Sana mencoba memeluk lia namun bayi itu terus meronta.

Melihat mata ibunya dipenuhi amarah lia menggigil ketakutan. Tangisan semakin kencang. Sana panik.

Dia terus menenangkan lia tapi tak berhasil. Semakin dipaksa tangis lia semakin kencang.

[END] My boyfriend is a superstarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang