Part 2 - Kelas E

265 30 0
                                    


Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

.

.

.









Selain terkenal dengan daerah ter luas, kota Nessel juga menjadi tujuan utama dimana orang-orang dari segala penjuru berlomba-lomba untuk mengirim anak mereka bersekolah. Bahkan untuk setingkat Anora, kota paling maju di negara itu.

NEO, sebuah komplek sekolah yang sudah hampir lima puluh tahun berturut memegang peringkat sekolah terbaik. Tak hanya jaminan masa depan dan pendidikan baik bagi siswa, sudah menjadi rahasia umum hal itu juga demi kepentingan orang tua. Sebab Nessel Education adalah salah satu tempat para kaum elit menunjukkan digdaya nya.

Mereka menyebut sekolah yang terletak di distrik Orgaft itu dengan nama lain, NEO. Jika kau bukan konglomerat, maka bisa dipastikan murid itu adalah penerima beasiswa yang diselenggarakan demi memenuhi program sosial pemerintah.

Dua tuan muda Lee, dikenal juga sebagai kembar Elbenezer, telah bersekolah di NEO semenjak jenjang pendidikan pertama. Tahun ini, mereka akan menempuh pendidikan wajib tingkat akhir selama beberapa bulan sebelum terjun ke ruang publik.



Pagi itu, mereka berdua bersama tuan dan nyonya Elbenezer telah berkumpul di meja makan untuk sarapan. Selongsong besar roti yang masih mengepulkan uap hangat, penkuk, dan aneka pelengkapnya sudah tersaji di atas meja makan.

"Kau tidak makan Jaemin?" Suara tajam itu membangunkan Jaemin dari lamunannya. Dia mendongak hanya untuk menemukan sang ibu masih berfokus pada setangkup roti yang penuh selai berwarna merah. Matanya melirik Jeno yang masih sibuk dengan makanannya dan sang ayah yang tengah sibuk dengan iPad, sesekali tangannya meraih kopi untuk disesap.

Di tengah kesibukan keluarganya di meja makan, memang hanya Jaemin yang sedari tadi diam dan hanya meneguk segelas besar air putih. Ia sibuk mendengarkan keadaan ruangan senyap dengan suara tipis kegiatan mengiris roti, atau langkah kaki asisten rumah yang datang membawakan mangkuk madu dan sirup mapel.

"Tidak Ma, aku masih kenyang." Bagaimana bisa Ia kenyang ketika makanan terakhir yang masuk ke lambungnya adalah kemarin siang? Tapi Jaemin enggan untuk sekedar menyuapkan makanan kecuali beberapa teguk air mineral.

Rutinitas tiap pagi dimana dia hanya diam dan sibuk dengan pikirannya sendiri. Seperti misalnya, mengapa Jeno selalu memaksa agar Jaemin menunggu di meja makan sementara pemuda itu tahu Jaemin tidak akan menyentuh menu di atas meja itu.

The ShadowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang