Part 19 - There's Something More

86 14 3
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.




Selama diselenggarakannya pesta di aula rumah, Jaemin diharuskan berdiam diri sepanjang waktu di paviliun. Tidak banyak yang dia lakukan, sebab ada peringatan yang tak terucap bahwa dia tidak boleh keluar dari tempat itu. Pintu rumahnya yang terkunci adalah tindakan preventif, mungkin oleh nyonya besar yang khawatir dia akan melenggang pergi ke keramaian pesta cucu kesayangannya.

Meski begitu, paman Qian, yang katanya atas permintaan nyonya Lee, ibunya, telah mengirimkan satu set makan malam dengan daging merah dan anggur berumur tua, juga beberapa manisan legit yang justru terlihat pahit di matanya. Ini adalah pesta perayaan untuk peringatan dimulainya masa dewasa, tapi Jaemin telah memunculkan monolog di kepalanya bahwa ini mungkin bukan sekadar memperingati debut mereka sebagai warga negara legal.

Hal itu yang membuatnya betah duduk di ruang tamu dengan sofa tunggal tua, juga sebatang lilin sebagai penerang sejak sore, yang baru Ia nyalakan ketika gelap telah menelan hutan di belakang rumah. Semakin lama, semakin besar pula keinginan untuk meminimalisir cahaya, dan perasaan itu datang begitu saja tanpa alasan logis.

Di tatapnya cairan beraroma pekat di atas meja. Dia meraihnya dan mendekatkan kan ke indra pencium, menghirup aroma kemewahan padanya. Jaemin membuat gerakan memutar dengan jemari, membuat cairan di dalamnya dapat bergerak selugas ballerina. Tapi hanya sampai sana. Gelas itu diletakkan kembali. Dia tidak akan meminum anggur malam ini.

Perenungan yang lama telah membawa Jaemin pada satu kesimpulan; saat ini mungkin memang waktuya debut, tapi ini bukan harinya. Seseorang di masa lalu pernah menyinggung tentang masalah ini. Tapi pada saat itu dia masih kecil dan belum mengerti apapun.

Ketika cara berpikirnya telah lebih matang dan dia mengalami begitu banyak ketidakadilan, dia mulai percaya jika perkataan orang itu mungkin benar. Jaemin mungkin tidak diterima dalam keluarga ini karena dia tidak sepenuhnya bagian dari mereka.

Pikiran itu sedikit membuatnya bersemangat dengan tujuan baru. Telah banyak yang dia lakukan tanpa sepengetahuan Elbenezer, orang tuanya terutama. Dia banyak mengalami kegagalan, tentu saja. Tapi saat dirasa dia akan menyerah, pandangannya akan teralih pada barisan jendela di lantai paling atas rumah besar di depannya.

Saking seringnya, kegiatan itu sudah seperti kebiasaan. Pada malam-malam kesendiriannya, dia hanya akan berdiam, memikirkan apapun itu di kepalanya sambil menatap ke arah rumah megah yang nampak gelap.

Tapi kini, dia kembali memperhatikan lamat kediaman Elebenezer karena alasan lain; jenuh. Dihitungnya jendela dari kiri yang pertama hingga kotak terakhir di sisi paling kanan di lantai paling atas itu. Berulang-ulang dan mengira-ngira apakah bayangan yang Ia lihat sekelebat sekali dua kali itu adalah bayangan manusia atau hal lain, atau justru ilusi dari matanya yang sudah tidak tidur selama dua hari.

Melihat meriahnya lantai dasar dan hidupnya dua lantai di atasnya, Jaemin sama sekali tidak penasaran akan bagaimana pesta itu berlangsung. Bukan karena terlalu patuh pada titah sang ayah, tapi memang dia tidak berminat untuk masuk ke sana. Meski matanya menatap lekat bangunan itu, seolah menciptakan narasi bahwa Jaemin begitu ingin ikut serta dalam perayaan namun terkurung tak berdaya dalam rumah lapuk ini. Tapi pengharapan itu hanyalah asumsi di kepala beberapa orang pelayan dan penjaga yang tak sengaja melihat, yang tak lantas menciptakan rasa kasihan dan iba pada sang tuan muda yang tersisihkan.

The ShadowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang