Part 22 - Renjun

94 13 0
                                    



—

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Pagi ini, dia dibangunkan sangat pagi sekali-bahkan matahari belum muncul- dan harus segera bersiap karena kepulangan nya dipercepat menjadi hari ini.


Ini baru awal hari kedua, dan itu cukup mengherankan, karena mereka bilang akan mengantarkannya dalam waktu tiga hari. Dan tidak bisa Ia simpulkan mengapa perubahan rencana itu terjadi, tapi sedikit banyak Ia memikirkan pertemuan mereka semalam yang tidak seluruhnya ia dengar.

Mobil yang mereka tumpangi melaju melewati jalan berkerikil di pagi buta. Membelah belantara hutan tanpa nama yang kini tertutup lapisan salju tipis musim dingin, yang datang lebih cepat dari biasanya di tahun ini.

Salju pertama mungkin turun di malam Ia hilang kesadaran, yang kemudian berlanjut ditemukannya Renjun oleh orang-orang Marlon dalam keadaan babak belur dan membiru akibat suhu udara yang terlampau rendah.

Dia ingat, mantelnya tertinggal di rumah keluarga Elbenezer, yang mungkin telah diamankan oleh Chenle.

Malam itu sama sekali tak terasa suhu akan menurun drastis, bahkan yang Ia rasakan di pesta ulang tahun Jeno kemarin cukup nyaman untuk dikatakan hangat. Seperti kebanyakan rumah di Ariga yang bisa melindungi penghuninya dari berbagai musim yang berubah ekstrem sesuka alam. Siapa pula yang mengira salju pertama akan turun di malam yang hangat itu?

Kala melewati tanah cekung atau batu besar, mobil yang dikendarai mereka akan bergoyang tak tenang. Akses transportasi yang tidak sebaik kota terpaksa mereka lalui sebab itu, katanya, adalah satu-satunya jalan pulang–pergi dari kawasan Manor menuju Nessel kota.

Di dalam mobil itu, tiga orang sibuk dengan urusannya masing-masing.

Sungchan duduk di balik kemudi, tangkas menghindari lubang besar dan jalan yang jauh dari kata layak meski tidak berpengaruh banyak. Di bangku sampingnya, Song Eunseok duduk dengan tenang. Tangannya berpangku dengan sebuah buku saku yang tulisannya se ukuran utas benang, tampak tak terganggu dengan perjalanan luar biasa ini.

Dirinya sendiri duduk di kursi belakang, berusaha melihat apapun; pohon papilus, salju, rumput layu yang nyaris tidak kelihatan; salju, satu dua tupai, salju lagi. Apapun Ia lihat, yang bisa mendistraksi pikirannya untuk tidak memuntahkan isi perut akibat kendali Sungchan atas laju mobil yang tak beraturan.

Sempat Ia lihat barisan putih yang kian tertinggal di belakang, dan Renjun meyakinkan diri bahwa satu jam telah berlalu. Matahari kian meninggi, langit mulai terang, tapi suhu udara di luar pasti masih di bawah titik beku.

"Aku tidak mengira akan sejauh ini." Suaranya memecah kesunyian di lingkup kecil itu. Pertanyaan itu hanya sedikit digugah oleh rasa penasaran, sisanya karena dia bosan dengan keadaan yang sepi ditambah rasa pening yang kian menjadi.

"Aku juga tidak menyangka kau jauh-jauh dari kota hanya untuk merepotkan kami." Sungchan menyahut tajam seperti biasa.

Tapi lelaki jangkung itu kemudian mendapat teguran halus dari tuan mudanya. Membuatnya mendengus malas dan kembali berfokus ke arah jalan.

The ShadowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang