Part 8 - They Who Play Along

120 28 0
                                    

Hai, malam semua. Maaf ya kalau masih ada typo, dan makasih yang udah mampir! ^^


Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Dari gerbang, Jaemin sudah dapat melihat ada aura mencekam yang memenuhi seisi rumah. Hal itu membuat nya sedikit kesusahan mengambil udara, kakinya bahkan enggan bergerak satu inhi pun untuk masuk ke dalam sebab Ia sudah tahu apa penyebabnya.

Dia terlarut dalam pikirannya selama beberapa saat sebelum suara penjaga rumah menyadarkan nya, membuat Jaemin terpatah melangkah hingga tiba di pintu utama. Dia sudah berjalan kurang lebih 20 km, masih beruntung sebab salah satu teman sekelasnya menawari tumpangan hampir separuh jalan. Separuhnya lagi membutuhkan hampir satu setengah kali lipat dari waktu tempuh yang biasanya dihabiskan menggunakan mobil.

Lalu kenapa dia berjalan? Jelas saja karena Jeno meninggalkannya. Kembarannya cukup pemarah dan pendendam, bahkan Jaemin rasa meninggalkannya di sekolah dan tak membiarkan sopir keluarga menjemputnya masihlah belum seberapa. Hal itu yang membuat Jaemin merasa aura rumah itu sedikit lebih mencekam daripada biasanya, Jaemin penasaran apa lagi yang akan Ia dapatkan.

Ketika pintu rumah utama terbuka, Jaemin langsung menemukan seorang maid yang meminta agar Ia mengikuti langkahnya menuju ruang keluarga, salah satu ruangan yang mewah dan penuh hiasan mahal. Ruang itu jarang digunakan, lebih sering difungsikan sebagai ruang pertemuan antar keluarga yang biasa dilangsungkan setiap bulan, sehingga Ia merasa kini bukanlah keadaan yang baik karena pertemuan itu baru akan dilaksanakan minggu depan dan kini sudah menjelang petang. Jaemin bisa menebak apa yang selanjutnya akan terjadi.

"Tuan, Tuan muda Jaemin telah hadir di ruangan," Ucapan pelayan itu membuat seluruh kegiatan mereka terhenti. Ada orang tua, paman, bibi, bahkan nyonya besar lengkap dengan butler pribadi mereka, telah berkumpul di ruang itu dengan cangkir-cangkir teh yang mewah dan kudapan manis di atas meja. Itu adalah keluarga inti mereka, termasuk orang tua Haechan yang kini tengah menatapnya tajam.

Jaemin mendekat dan menyapa semua orang demi kesopanan. Hanya ibunya yang membalas dengan senyum tipis, sedangkan tatapan dingin dan mencela Ia dapat dari hampir semua orang disana.

"Ku kira sekolah belum menerapkan jam belajar tambahan, tapi kau baru sampai rumah, Jaemin?" Kalimat itu terlempar dari sang bibi, adik pertama ayahnya dengan mata terang-terangan menatapnya yang masih terbalut seragam.

"Tidak hanya kepintarannya yang turun, perilakunya juga patut dipertanyakan setelah membuat Hyuck ku terluka." Bibi kedua nya ikut bersuara. Dia adalah ibu dari Haechan, dan sudah dapat dipastikan permasalahan itu juga telah didengar oleh keluarga bangsawan lain. Jaemin ingin memandang ayahnya untuk melihat bagaimana pria itu merespon, tapi dia tidak bisa.

Jaemin menghadap wanita itu, dan membungkuk dalam-dalam. "Maafkan Saya bibi, itu semua hanyalah kesalahpahaman. Saya tidak ber- "

"Tidak bermaksud melakukannya? Itu yang ingin kau bilang? Kalau begitu kau telah ceroboh hingga tangan anak kesayanganku melepuh!" Potong wanita itu.

The ShadowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang