Part 7 - He Who Lives with Wounds

130 22 1
                                    


Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Jaemin tumbuh dengan intimidasi keluarga Elbenezer. Sejak kecil, dia dituntut untuk menjadi anak yang penurut. Tidak seperti kebanyakan anak bangsawan yang bertingkah karena statusnya, Jaemin dituntut untuk bersikap baik dan menerima apapun keputusan para tetua Elbenezer. Awalnya, dia tidak keberatan dan merasa itu hal yang wajar. Mematuhi segala perintah orang tuanya membuat dia mendapat kasih sayang yang jarang Ia terima.

Dia tidak seperti Jeno yang mudah mengambil hati orang-orang. Jeno terlahir pintar, tampan, anggun, dan memiliki kharisma seorang bangsawan. Jeno tumbuh baik sebagaimana seharusnya Elbenezer. Para tetua tak sekali dua kali membandingkan dirinya dengan sang kembaran, tapi hampir di setiap kesempatan. Hal itu semakin menjadi tatkala kedua orang tuanya membawa Jeno ke pesta perayaan pelantikan Perdana Menteri Ariga dan diakui sebagai anak tunggal.

Ibunya bilang itu hanya formalitas karena Jeno bertalenta, dan Jaemin harus belajar lebih keras agar orang tuanya dapat membawanya serta. Sejak saat itu, Jaemin selalu berusaha untuk mendapatkan peringkat paling atas. Kata paman Kim, pengasuhnya sejak kecil, Jaemin harus menjadi hebat dan penurut agar bisa bertahan. Pria akhir empat puluhan itu juga mengajarkan Jaemin muda bagaimana menjadi pribadi yang sesuai dengan keinginan tetua, Ia dibentuk menjadi bayangan seorang Lee Jeno.

Awalnya dia tidak mengerti. Namun Jaemin tetap berusaha keras hingga selalu mendapat peringkat di atas saudaranya setiap pembagian nilai di sekolah. Karena itu, dia selalu mendapat pujian dan dia menyukai bagaimana ibunya selalu tersenyum karenanya.

Dia juga belajar berenang dan mengikuti kompetisi, karena ayahnya-Tuan Elbenezer, sangat menyukai olahraga itu. Meski dia hampir tenggelam dan mengalami keram kaki setiap malam usai berlatih. Ada banyak lagi kompetisi berbagai bidang yang Ia ikuti di tingkat sekolah dasar, tapi pengakuan terhadap dirinya tak pernah lagi menyenangkan hati.

"Hanya itu? Jeno juga bisa menyamai Jaemin jika dia belajar. Dia hanya terlalu baik hingga selalu mengalah pada anak itu. Soo Hyuck, anakmu ini punya aura yang buruk, kau harus melatihnya lebih keras -Ah tidak, aku yang akan mengurusnya."

Saat itu, kalimat neneknya dari jalur ayah, nyonya besar Elbenezer, terdengar mengerikan di telinganya sendiri. Dia tak sengaja mendengar percakapan itu dari para tetua Elbenezer yang sedang berkunjung di akhir bulan.

Jaemin baru berumur sepuluh tahun, saat dia diasingkan ke rumah besar Elbenezer yang dibangun di atas bukit di sudut kota Nessel. Bangunan besar itu terlihat sunyi dan menyeramkan, berfungsi sebagai tempat istirahat nyonya tua dan nyonya besar Elbenezer, tak lain adalah buyut dan neneknya sendiri.

Saat pertama kali memasuki rumah itu, Jaemin merasa seluruh tubuhnya mendingin. Perasaan tak nyaman terus saja menggelayuti hatinya. Jaemin ingin pulang ke rumah meski orang tuanya tidak peduli, atau bersama Jeno meski hanya bisa melihat kembarannya memainkan mainan baru. Tapi ayahnya sudah berkata bahwa Jaemin akan tinggal bersama neneknya untuk sementara. Dia tak bisa membantah meski matanya merah siap menumpahkan keengganan. Ayahnya adalah sosok yang paling Ia segani seumur hidup. Tapi daripada itu, ada neneknya yang lebih menakutkan dari siapa pun yang pernah Ia kenal.

The ShadowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang