Part 23 - Jaemin

112 17 0
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.



"Ini bukan apa-apa, jangan memperlakukanku seperti orang sakit, Paman."

Lee Jaemin duduk tegak di sebuah kursi lapuk di ruangan nya yang tua dan hangat. Paman Kim baru saja membantunya menyalakan tungku api di ruang tengah, yang biasanya akan selalu dingin sepanjang musim dingin sebab Jaemin selalu memilih mengunci diri kamarnya.

Namun kali ini, Paman Kim tanpa berkata memaksanya untuk duduk di kursi ruang yang jarang Ia tempati ini. Menyalakan api pada segepok balok kayu dan menyajikan teh kental beraroma pahit.

"Tapi Anda memang sakit, Tuan Muda." Tekan pria paruh baya itu dengan sedikit senyum. Jaemin membalasnya dengan senyum kosong, kemudian menyesap cairan di cangkirnya hingga tersisa separuh. Pahit memang, tapi Paman Kim mengatakan itu adalah obat untuk meringankan rasa sakit dan mempercepat penyembuhan luka.

Tak terlihat dari depan, namun bagian punggungnya kini telah berhias gores melintang yang dalam akibat cambukan nyonya besar.

Jaemin menduga-duga apakah wanita tua itu tahu Jaemin telah melanggar perintah.

Seingatnya, dia telah kembali ke dalam rumah kecilnya sebelum dini hari, dan yakin tidak seorangpun melihatnya keluar-masuk rumah ketika itu. Tapi ketika pagi datang, dua sosok lelaki tegap telah berdiri di depan pintu. Mereka menyeretnya ke tengah halaman belakang dan membuatnya jatuh bersimpuh di hadapan wanita tua bermantel kasmir delima yang mahal. Jadi, dia mempertanyakan apakah hal nekatnya malam itu ketahuan, sementara dia yakin Jeno tidak akan membuka mulut meski pemuda itu tidak suka padanya.

Para pelayan tidak berani mendekat, atau mungkin memang tidak ingin menyia-nyiakan emosi untuk merasa kasihan. Jaemin sendiri tidak melihat kedua orang tuanya ataupun Jeno. Sedikit dia berharap satu dari tiga orang itu melihatnya, menyaksikan sendiri apa yang dilakukan wanita tua itu padanya. Dia penasaran bagaimana respon mereka. Tapi sampai dua puluh cambukan Ia terima, ketiganya tidak nampak barang sebentar.

Apa yang Ia harapkan memang?

Kembali ke malam ini, sudah beberapa hari Paman Kim menemaninya. Menyalakan api kala malam tiba, membuat ramuan herbal untuk penyembuhan lukanya, dan mengantarkan makanan tepat waktu tanpa absen.

Perbuatan pria itu membawa ingatannya kembali ke beberapa tahun yang lalu, saat awal-awal Ia dipindahkan ke tempat ini. Tapi karena itu sudah lama sekali, tindakan Paman Kim kini telah menjadi sesuatu yang asing.

"Paman, sudah berapa lama kau hidup seperti ini?"

Perkataannya menembus hening, mengalahkan suara gemeletuk kayu yang dilalap nyala api.

"Maksud Anda, tuan muda?"

"Hidup bersama keluarga Elbenezer, bekerja untuk ayahku, bekerja untuk keluarga ini?"

"Saya rasa sejak kecil. Ingat saya lahir di keluarga ini, hampir bersamaan dengan Ayah Anda?"

Jaemin tersenyum kecil, membalasnya, "Entah, aku hampir tidak ingat. Paman tidak pernah lagi mendongeng untuk ku."

The ShadowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang