Part 11 - Invitation

102 20 3
                                    

Please, correct me if any typo

Happy Reading!

Happy Reading!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.



Siang itu, Jaemin terduduk di kursi rumahnya sendirian. Apa yang bisa Ia lakukan dengan semua batasan yang diberikan Ayahnya? Tidak ada, kecuali berdiam diri menunggu habisnya masa hukuman. Atau begitulah yang orang-orang itu inginkan.

Dia baru saja pulang sekolah, untungnya tidak lagi harus berjalan dengan sepasang kaki berkilo-kilo meter jauhnya karena paman Kim telah ditugaskan untuk mengantar jemput. Jeno? Saudaranya itu masih menyimpan amarah padanya hingga kerap kali memalingkan muka saat bersitatap. Jaemin juga tak berusaha lagi menyapa dan mengakrabkan diri karena pemuda itu selalu saja abai pada keberadaannya.

Jaemin hanya harus menunggu hingga amarah saudaranya reda.

Paling cepat dua minggu, dan rekor terlama adalah saat Ia tak sengaja mendapati anjing peliharaan Jeno sekarat di kandangnya. Jaemin ingin membawa anjing itu keluar, bersamaan dengan datangnya Jeno bersama sang sepupu-Haechan. Lanjutan kisah itu tidak perlu diceritakan ulang. Sebab karena itu, Jeno menjauhinya selama lebih dari dua bulan.

Namun untuk masalah luka sepupunya kemarin, Jaemin kira ego saudaranya itu telah surut lebih cepat dari yang Ia perkirakan.

Jaemin telah menyingkap tirai jendela ruang tamu sekaligus ruang utama di rumah itu, hingga kaca jendela yang bersih bisa memperlihatkan sesosok pemuda bersurai perak tengah berjalan melintasi hamparan rumput di halaman belakang kediaman Elbenezer.

Tak berselang lama, seseorang muncul di muka pintu, menyelonong masuk tanpa permisi. Itu adalah pemuda yang sama yang tadi Ia amati. Pupil matanya sedikit melebar, mungkin terkejut terkejut melihat Jaemin telah duduk manis seolah menyambutnya, hanya jika kita menyingkirkan keberadaan buku di pangkuan.

Namun dengan cepat raut wajah Jeno berubah, kembali menyiratkan keengganan.

"Aku tak sengaja membeli ini terlalu banyak, aku tidak bisa menghabiskannya sendirian." Todongnya langsung bahkan sebelum Jaemin menanyakan maksud kedatangannya.

Jeno meletakkan berbagai bungkusan berisi makanan ke atas meja. Sambil membantu menata, Jaemin mengukir senyum tipis. Jeno tetaplah Jeno, saudaranya. Kasih sayang diantara keduanya adalah tulus dan nyata, namun di beberapa keadaan kata saudara memang tidak ada artinya.

"Jangan terlalu percaya diri, Aku tidak sengaja melihatnya saat sedang keluar. Haechan bilang makanan di sana enak, jadi aku langsung membeli semuanya." Jaemin hanya menganggukkan kepalanya..

Matanya memperhatikan Jeno yang mulai mengambil beberapa potong ayam, terlihat lahap hingga menyisakan noda di sekitar bibirnya. Tanpa risih tangan Jaemin terulur untuk membersihkannya, dan Jeno sama sekali tidak merasa terganggu atas itu.

Sepertinya, Jeno-nya telah kembali.

"Jaem, cobalah apple pienya. Itu sangat, sangat dan saangatt enak!" Ujar Jeno antusias, dan Jaemin tak bisa untuk tidak terkekeh melihat binar mata Jeno ketika menatapnya. Dia mengambil satu potong, mencobanya dengan satu gigitan besar.

The ShadowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang