Dan kini entah tibalah pada kecerahan pagi yang ke berapa pula mereka tiada berhitung, cuma sebab kata menyimpan kecerahan pagi untuk menunaskan gairah mengambil start melangkahi hari dengan hanya mengisi memori keindahan.
Kepala Lu Yifei serta sekali lagi menyembul pada permukaan tirai jendela tandu kereta. Bukan sebab apa, cuma-cuma menilik bahwa perjalanannya hendaklah mencapai keusaian. Menemukan kelegaan pula pada pengucapan yang dinanti-nanti, dan kini berlaku pula, A Fu berlontar ujar pada yang diharapkan.
"Yang Mulia, kita telah sampailah pada pemberhentian tujuan kita, Sanyuan Shrine."
Kegirangan walau amat lamat tertampil pada permukaan perasaan Lu Yifei, dan berharap kegirangannya itu pula membawanya pada penemuan pencerahan setiap tanya pada pemikirannya yang ia kubur berhari-hari lamanya.
"Pelayan Lu, kita telah tiba pada tempat. Mari kita menurunkan kaki untuk melangkah masuk ke kuil yang penuh khidmat ini."
Usai pada akhir pembicaraannya, tetapi tanpa pun menunggu penjawaban daripada pelayan wanita itu, Pangeran Zu mengawali langkah keluar tandu dan menginjak tanah basah yang diperkirakan pernah hujan pada sebelumnya.
Langkah Pangeran Zu pun ditirukan oleh Lu Yifei. Dan dia tidak pernah meminta pengharapan bila gapura pintu masuk kuil itu amatlah terasa familier pada pemandangan mata wanita itu. Rasa-rasanya ia pernah melihat ukiran itu sebelumnya, jauh dan remang dalam memorinya, tertimbun kisah-kisah baru yang membuatnya terlupa.
"Gerangan apakah yang mendapatkan kegelisahan kamu, Pelayan Lu?" tanya Pangeran Zu mencari penjawaban.
"A, bukan apa, Yang Mulia, hanya sedikit merasa akrab pada tempat ini. Namun itu bukanlah hal besar, Yang Mulia."
Seusai Pelayan Lu bercakap, disambutlah keramahan oleh biksu-biksu di sana; telah siap sedia mereka menyambut kedatangan sang pangeran utusan Ibu Suri Agung.
"Cahaya tak terbatas [1]," ucap salah seorang biksu tua yang kemungkinan ialah Kepala Biksu di Kuil Sanyuan tersebut. "Yang Mulia Pangeran, Nona, dan Tuan Muda, senang memiliki pertemuan dengan kalian. Perkenalkan, saya Chao Cheng, Kepala Biksu di kuil ini.
Terima kasih kami ucapkan pada Yang Mulia telah bersedia menginjakkan kaki pada kuil kami yang amat sederhana. Kami akan melayani Anda bertiga dengan pelayanan terbaik yang kami dapat. Silakan mengambil masuk," tambahnya mempersilakan mereka masuk.
Bahkan itu masih langkah pertama, tetapi dia benar-benar tidak bisa mengendalikan pemutaran ingatan yang berkelebat sangat cepat membuatnya pening bagian mana terlebih dahulu yang harus ia lihat. Dan Lu Yifei berlaku menghentikan langkah, kemudian untuk hanya menyerahkan pertanyaan kepada Kepala Biksu.
"Kepala Biksu Chao, pernahkah walau sekali saya menapakkan kaki di kuil ini?"
Kepala Biksu Chao hanya dapat tercenung seketika dan berlalu pada penyahutan tawa. "Selama saya tinggal di kuil yang walau katakan sempit ini, tetapi saya jelas tidak memiliki ingatan bahwa Nona pernah masuk ke sini. Apakah terdapat hal yang membuat Anda merasa tidak nyaman, Nona?"
Pertanyaan Kepala Biksu juga dibuntuti pada penatapan mata Pangeran Zu kepadanya; menelisik.
"Tidak ada. Kita bisa melanjutkan perjalanan kembali, silakan memandu, Kepala Biksu Chao."
Dan jua belumlah berlalu lama, pada penatapan mata gadis itu di sebuah ornamen bangunan kuil, tanpa dimintanya, sebuah kelebat memori muncul dalam benaknya.
Tergambar, adalah seorang anak kecil periang tengah bermain kejar-kejaran bersama kakak laki-lakinya. Keduanya sangat bahagia tercurah pada tawa lucu keduanya.
Tiadalah menunggu banyak masa, sepasang suami istri pun keluar dari pintu bilik membawa sebuah nampan berisikan kue bulan yang sangat disukai kedua anaknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bai Zi Young a.k.a Behind the Dark Mask
Historical Fiction"Kala senja sudah tak lagi indah dan mentari telah kembali ke peraduannya, mungkin hanya tekad yang bisa mengokohkan segalanya." . . . Judul : Bai Zi Young a.k.a Behind the Dark Mask Penulis : Raygiyan . . Dalam kisar 1500 kata tergurat, lebih da...