Yang Itu Ialah Dia

38 10 0
                                    

Masih dalam kediaman bingung, sedang pusing di kepalanya tetap mendominasi. dan ia masih bergelayut dalam ketepekuran menekur lantai cuma cuma hendak mengolah keingatan pada palafalan Pangeran Zu lalu waktu.

Matahari belum jua menyingsing, tetapi bahkan dia bukan untuk mendapatkan keistirahatan tubuhnya, melainkan terus ia gunakan untuk menimbang pilihan; cuma untuk menentukan ada manakah satu yang lebih baik ia jumput. dan berlaku ia pada pengingatan tadi.

~Kilas Balik Dimulai~

"Hamba ialah hanya pelayan dungu; kemaksudan ucapan Anda tidak dapat saya mengertikan, Yang Mulia," Lu Yifei masih saja tidak mau mengerti, atau mungkin jadi dia memang enggan memahaminya.

"Lu Yifei, jua mungkin semua orang juga tidak lebih sedikit tahu bahwa kamu bukan orang bodoh, namun kamulah yang tiada mau mengurusinya. dan kamu pun sewajibnya telah menangkup erti bila saya suah bekerja dengan nenek lebih lama daripada kamu. 

Begitu pula saya telah banyak terhubung dengannya; telah mengerti maksud apa yang ingin disampaikannya padamu tadi waktu. Jualah itu yang hendak diocehkan saya."

Tidak pada kelangsungan penerangan, lain saja Pangeran Zu cuma sebatas membuang kasar napas yang menghambatnya berkata.

"Lu Yifei, atau mungkin haruskah kupanggil Adik Ziyang? Bukan untuk meracau apa, tetapi apakah kamu tiada pernah mengemban rasa keinginan tahu—walau untuk sebutir pasir yang dilapukkan omba—pada bagaimana apa yang kemungkinan terlaku pada keluargamu usai hari itu?"

Bukan pula untuk lekas menjawab, Lu Yifei malah membuang wajah pada menatap lantai dingin. Entah apa yang terpikir, tetapi itu pulalah yang terkata.

"Saya tiada ada keminatan apapun untuk mengemban tahu, Yang Mulia. Atau mungkin sebab dengan ini saya dapat lebih tegar; walau hanya dengan berpegang pada keyakinan semu yang mungkin itu tak dapat lagi diwujudkan. Itu cumalah sebulir kehendak saya untuk membuat saya sedikit tidak takut mati.

Sebab dengan kepahaman itu, setidaknya saya bisa menimang pemikiran bila meski saja saya mati, lagi pula itu tidak berpengaruh besar pada keluarga saya; Kerajaan Bai Selatan masih akan tetap ada lengkap dengan seisinya, walau itu untuk kehilangan seorang putri kecil seperti saya."

Pangeran Zu, dan tidak ada lagi ucap sanggah keluar dari mulutnya. Barangkali dia telah mengerti apa, tetapi itu untuk kemudian membuatnya mengeluarkan sebuah benda yang terbungkus kain tipis; ia timbulkan dari balik hanfunya.

"Walau dengan ini? dan itu tetap membuatmu tak goyah, Adik Ziyang?"

Pangeran Zu membuka bungkusan kain itu, dan berlalu lantas ia menampilkan sebuah pelat identitas yang tentu saja tidak mungkin ia lupakan; ialah ia pelat identitas milik ayahnya, Raja Bai Qianyou, selaku Raja Bai Selatan. 

Mungkin itu untuk menuntunnya pada ingat, bahwa pelat itu terakhir kali ia tampak ialah tengah tergantung pada pinggang ayahnya saat upacara pelantikan kakaknya sebagai Putra Mahkota; jua hari itulah di mana ia telah kehilangan seluruh yang ia kasihkan.

"Ini..." dan untuk kesekian kalinya ia bergelut dengan batinnya. Sungguhkah ia hendak mencampak segala nyata? Atau kali saja dia sedang berperang dengan egonya yang mengatakan demikian; meminta untuk dilepaskan.

Itu tidak lama bereaksi, melainkan untuk mempertontonkan bahwa tangan dia telah bergemetar menyaksinya.

Mengerti, dan itu berlaku membuat Pangeran Zu berucap, "Pikirkan dulu itu lekat-lekat. dan lalu, barulah katakan padaku bila hatimu telah kukuh untuk mengemban terang."

Lebih sedikit lekas kemudian, beranjak mulai Pangeran Zu untuk membiarkan Lu Yifei berpekur saja menatap pelat itu: sendirian.

~Kilas Balik Usai~

Bai Zi Young a.k.a Behind the Dark MaskTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang