Lu Yi fei masih menekuk wajahnya yang jelita. Wajahnya suram akibat dia tiada bisa menjumpai burung yang pandai berkata untuk nona jahilnya. Di sampingnya, seorang pemuda menatapnya. Lu Yi Fei yang telah lama berpaku pada sangkar burung pun mengundurkan diri untuk pulang dan mendapat hukuman untuknya. Sesaat kemudian, si pemuda berujar.
"Masih minat mencari burung..? Saya bisa membantu nona." Ucapnya menghentikan jalan setapak Yi Fei.
Tergugah. Yi Fei bertanya. "Dimanakah burung itu bisa kuraih, Tuan..? Dapatkah Anda memberi peta..?"
"Sepertinya kauini pecinta burung. Boleh bagi tahu saya guna apa kamu menginginkannya..?"
Lu Yi Fei diam. Dia tak minat meresponnya. Ia beralih pandang. Wajahnya tetap datar menambah ketertarikan pria itu padanya.
"Sangat baik. Orang lain hendak menolongmu, tapi bahkan dirimu tak hendak merespon ocehanku..? Perempuan yang langka."
"Cepat beri peta, dan diam saja.! Atau kauakan kehilangan lidahmu." Ancam Lu Yi Fei.
"Baik, baik. Kemari, kutunjukkan langkah padamu." Pemuda itu memulai berhentak kaki ke arah timur. Dengan ragu Yi Fei membututinya.
Kaki mereka menapak ke jalan sempit, kecil, dan sepi. Pemuda di depan sana sungguhkah memberi peta yang benar..? Yi Fei kian curiga.
Tangan kiri Yi Fei memeras sarung pedangnya. Dan perlahan tangan kanannya menggenggam gagang pedangnya. Langkah yang semakin melambat dari pemuda misterius itu sungguh mencurigakan. Apa yang hendak dia lakukan..? Lu Yi Fei memasang tubuh kuda-kuda bersiap siaga.
Pemuda bertubuh tinggi, tegap, serta berwajah rupawan itu pun berhenti di sebuah rumah. Amat sepi dan mistis. Benar saja yang perempuan itu takuti. Si pemuda menyerangnya mendadak menggunakan pedang bermata duanya. Seakan sudah ditebak, Yi Fei mampu mengelak.
Cing... Cing... Cing...
Desingan dan kilatan putih dari dua pedang itu begitu cepat dan lihai. Pemuda itu menyerang Yi Fei dengan gesit dan bertubi. Tiada kesempatan baginya membalas serangan. Ia hanya bisa menghindar dan menangkis pedang yang datang.Satu serangan itu hampir melukai lengan Lu Yi Fei. Ia meraba. Untung saja tidak mengenainya. Mereka berhenti sejenak. Pemuda tampan itu berjalan mendekati Yi Fei. Ia sungguh tak tahu isi pemikirannya. Haruskah dia membunuhnya..? Atau cukup melumpuhkannya saja..? Semakin pemuda itu mendekat, Yi Fei memundur.
"Kini apa yang hendak kamu lakukan..? Apakah kauingin nyawaku..? Untuk siapa dirimu bekerja..? Cepatlah berujar.!" Lu Yi Fei masih mengacungkan pedang ke depan sambil melangkah mundur.
"Bukankah kamu hendak membeli Beo..?"
"Te-tentu saja. Dimana letaknya..?"
"Di sini. Rumah ini. Memangnya apa yang kauperkirakan, huh..? Kita telah tiba, ayo masuk." Pemuda yang terus melangkah maju itu ternyata beraksi untuk membuka pintu rumah yang terkatup di belakang gadis itu. Ia pun masuk, meninggalkan Yi Fei yang tengah terpatung dan mencerna semua yang terjadi.
"Euh..." Lu Yi Fei membawahkan pedangnya dengan pelonga-pelongo seperti belum sadar.
"Heyy, jadi tidak..? Kenapa terpaku sahaja..?" Pemuda itu menempeleng kepala Yi Fei hingga tersadar. "Ngomong-ngomong, kamu cukup tangkas juga tadi." Ejeknya seraya tersenyum geli. Ia pun melangkah masuk.
Tersadar, Lu Yi Fei membungkus pedangnya lagi dan mulai bergerak maju. Terlihat di sana, beberapa burung dalam sangkarnya masing-masing. Kicauan mereka sangat ribut, tapi anehnya tidak terdengar dari luar. Ternyata, rumah itu memiliki peredam suara di dalamnya.
"Bos.! Haha, lama tidak bersua." Pemuda tak dikenal itu menyapa si pemilik.
"Woah.! Kamu datang lagi, Bro.! Ada apa gerangan..? Ada yang mau dibeli..?" Ucap si pemilik.
"Tidak. Hanya mengantar pembeli yang tak tahu arah." Tunjuknya pada Yi Fei.
"Benda apakah yang hendak nona raih..? Benda ada, harga pun ada."
"Burung Beo pandai bicara. Berikan padaku yang itu." Lontarnya.
"Burung Beo..? Tentu saja tersedia, Nona. Mohon duduk sebentar." Pria itu pergi dan kembali dengan satu sangkar beserta burungnya. "Ini dia yang Anda nanti, Nona." Ia geletakkan itu di meja.
'Halo. Halo. Halo.' Si Beo bersiul.
"Kata apakah yang kauinginkan untuk diucapnya, Nona..?" Pemuda itu menyadarkan Lu Yi Fei yang tengah takjub.
"Nama nona mudaku, Mu Ling Qu." Sahutnya.
"Tentu saja dia bisa mengucapkannya. Beo, ucapkan 'Halo, Mu Ling Qu'." Permintaan si pemilik langsung dituruti oleh Beo cerdas itu.
'Halo, Mu Ling Qu. Halo, Mu Ling Qu. Halo, Mu Ling Qu.'
"Sekali contoh langsung bisa..? Luar biasa." Yi Fei tercengang.
Tak.
"Aku membeli untuknya." Pemuda itu melayangkan uangnya pada penjual dengan ringan."Tidak." Lu Yi Fei membantah, "aku yang akan membayarnya. Ambillah, Bos." Ia pun melemparkan uangnya.
"Jangan ambil uangnya. Ambil saja punyaku." Timpalnya.
"Aku yang dapat bendanya, jadi akulah yang harus membayar.!" Bantah Yi Fei.
"Aduuhh... Kalian iniii..." Si pemilik mulai pening. Ia lalu ambil tindakan. "Nah... Jika macam ini, sudah akur, bukan..?" Rupanya, dia mengambil setengah dari dua uang mereka, jadi perdebatan pun usai.
Mereka melangkah ke pintu keluar tanpa lirik. Lalu, tanpa sapa mereka pun pergi ke tujuan masing-masing dengan arus yang berlawanan. Tanpa tengok, dan tanpa papasan. Nampak semacam pasangan yang tengah bertikai.
Sadar jika ia habiskan banyak waktu, Yi Fei melaju terburu ke kediaman Menteri Mu dan menyerahkan sesembahan burung pada tuan putri kecintaan keluarga Mu. Terengah, ia akhirnya tiba di gapura pintu masuk.
Sewaktu ia hendak melangkah masuk, empat orang dayang keluar dari pintu dan menyambut Yi Fei dengan keroyokan. Salah seorang dari mereka mencuri pedangnya, seorang lagi melempar sangkarnya, dan dua orang memegang lengannya. Apa yang tengah mereka lakukan.?!
"Hei.! Lepaskan aku.! Apa yang kalian lakukan padaku.?! Aku ini pengawal nona muda. Kalian ingin mati.?! Oh tidak, burungnya.! Burungnya terlepas.! Argh.! Lepaskan tanganku.!" Lu Yi Fei memberontak. Namun tangannya tak kunjung terbebas. Burung Beo itu pun terbang entah kemana.
Satu pikiran yang terbersit di benaknya. Seseorang telah sengaja mencekalnya agar ia mendapat hukuman. Rencana yang sangat licik. Dan ia tahu benar siapa pelakunya. Mu Ling Qu.
Diseretnya tanpa ampun menuju satu pemandangan. Itu ialah wisma utama. Ya, tempat bernaung tuan, nyonya, dan nona Mu. Dibawanya masuk ke bilik nonanya. Tepat sekali Tuan Mu masih bekerja di istana, sehingga mereka terbebas tuk melakukan apa pun yang mereka kehendakkan.
Dilututkanlah Lu Yi Fei kasar di ubin menghadap bilik. Pintu terbuka, tampakkan satu wajah sinis tersenyum gembira.
"Uuhh... Yi Fei ku sayang. Kamu gagal mendapatkan Beo untukku, ya..? Ckckck, sungguh terlalu kasihan. Apa kamu capai..? Lelah..? Penat..? Kalau begitu, kemarilah. Baringlah di sini. Kemari.!" Ucapnya lemah lembut bahkan sampai membuat lupa bahwa dia adalah tokoh antagonis.
Lu Yi Fei mengerti betul bahwa itu hanyalah perangkap. Ia bisa melihat kasur itu basah. Dan ia menduga bahwa cairan itu ialah lem perekat. Ia tahu kalau Mu Ling Qu pasti akan menuduhnya dengan dalih perangkap lem di kasurnya yang diberikan oleh Lu Yi Fei untuknya. Dan saat Yi Fei duduk, dirinya akan merekat di sana dan menjadikannya bukti bahwa Lu Yi Feilah pelakunya. Sungguh taktik yang pintar.
"Tidak, Nona. Walau hamba letih, tapi akan sungguh tercela bila saya berbaring di kasur Anda yang istimewa."
"Baiklah, itu artinya kamu menolakku. Lihatlah nanti bagaimana respon ayahku bila tahu kamu melakukan dua kesalahan fatal sekaligus dalam satu waktu." Sungging senyumnya kian pekat di wajahnya. "Beo itu... Takkan bisa kembali lagi, bukan..?"
Mendengar itu, Lu Yi Fei geram. Ia sebisa mungkin tuk menahannya. Tangannya telah terkepal. Ia bisa melihat wajah menang nonanya begitu jelas terpampang di kelopak matanya. Hingga satu suara terdengar.
'Halo, Mu Ling Qu. Halo, Mu Ling Qu. Halo, Mu Ling Qu.'
Lu Yi Fei tersentak mendengarnya. Suara itu... Burung Beo yang dibelinya telah kembali.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bai Zi Young a.k.a Behind the Dark Mask
Historical Fiction"Kala senja sudah tak lagi indah dan mentari telah kembali ke peraduannya, mungkin hanya tekad yang bisa mengokohkan segalanya." . . . Judul : Bai Zi Young a.k.a Behind the Dark Mask Penulis : Raygiyan . . Dalam kisar 1500 kata tergurat, lebih da...