Keenan POV
Bagas super duper ngeselin. Setelah dia cium gue. Dengan seenak jidat nyelenong masuk kamar tanpa babibu. Kesel banget sama dia, ngga ada adab sekalipun di depan gue.
Gue langsung nyamperin Bagas dan lihat dia lagi bawa baju tidur sambil mentereng handuk di bahunya.
"Gas.." Gue coba mengatur emosi biar ngga meledak.
Bagas cuman balas gumam, "Hn."
"Darimana aja lo? Setidaknya kabarin gue dan bawa kartu lo. Gue telat tidur cuma nungguin lo tau." Dumel gue.
"Maaf."
Hah? Seriusan gue denger dia bilang maaf? Bukan mimpikan? Dia seriusan bilang maaf ke gue?
Gue jadi ngerasa Bagas bertingkah aneh. Sebenarnya apa yang terjadi ke dia dan siapa perempuan tadi? Gue pengen nanya tapi gue takut terlalu ikut campur urusannya.
Dengan segenap hati gue alihin topik, "Lo lapar? Biar gue masakin."
"Tolong ya."
Gua natap punggung dia diam dan pergi menuju dapur.
'Gawat, gue lebih takut dia kek gini dibanding dia cablak ngga jelas.'
Gue buatin makanan sederhana mumpung mama kirimin daging ayam yang sudah dibumbu kuning, jadi gue tinggal goreng dan buat sambal ulek kesukaan Bagas. Oke, gue bakal treat dia dengan baik saat ini karena keliatannya dia lagi dalam suasana hati yang buruk.
Segera gue siapin masakkan gue di atas meja dan nyamperin Bagas ke kamar.
Terlihat rambutnya masih setengah basah dan handuk kecil melingkar di lehernya.
"Gas, udah siap. Cepet makan mumpung masih anget."
Bagas ngikutin gue di belakang kek anak ayam dan duduk di kursi makan.
"Gue masakin sesuai kesukaan lo, dada ayam goreng pakai serundeng dan sambal ulek." Cetus gue dan duduk berhadapan sama dia.
"Makasih." Jawab Bagas dan sumpah gue ngga terbiasa dengan dia kayak gini. Mending gue denger dia ngegas dibanding dia jadi kalem kek gini. Bikin gue ngga nyaman dan serba salah.
Gue coba tanya Bagas kenapa dia jadi pendiem kayak gini.
"Gas? Lo kenapa?"
Bagas merhatiin gue, "Kenapa? Ngga kenapa-napa." Jawab dia datar.
Gue menghela nafas berat, "Gas, gue emang baru kenal lo belum lama, tapi gue partner lo di sini. Kalo lo ada masalah, lo bisa cerita ke gue, kalo bisa, gue bantuin cari solusi dari masalah lo. Gue ngga nyaman lo tiba-tiba diem kek gini." Terang gue panjang lebar.
Bagas diam sejenak lalu matanya memandang gue dalam.
"Lo beneran mau bantu gue?" Tanya dia.
Gue ngangguk, "Kalau bisa ya mau."
"Oke. Tunggu gue setelah makan."
Gue ngernyitin alis. Kenapa mesti nunggu sehabis makan buat cerita?
Tanpa sengaja, handuk yang melingkar terlepas dan gue melihat hal yang ngga biasa.
'Leher deket tengkuknya kenapa?'
Gue otomatis nyamperin Bagas dan cek leher dia, 'Gimana kalau dia luka?!'
Bagas mandang gue heran dan megang tangan gue yang tiba-tiba nyentuh lehernya.
"Kenapa?" Tanya dia.
Gua masih mandangin leher dia, "Gas, leher lo merah, lo alergi atau kenapa. Gue mesti cek."
KAMU SEDANG MEMBACA
SWITCH
RomancePenyesalan yang sesungguhnya adalah berubah menjadi seorang gadis dan menikah