"Pake baju gue aja. Dalemannya juga gue punya yang belum gue pake di lemari."
"Tapi tubuh gue cewek sekarang, masa pake sempak."
"Ya biarin, sama ini bentukannya."
"Beda ya, sempak sama cd cewek tuh."
"Ya udah serah lo kalo ngga mau."
Bagas ambil handuk dan piyama miliknya di lemari lalu berjalan menuju kamar mandi.
Ya juga sih, kalo ngga mandi ngga nyaman juga, apagi badan keringetan gini meski tadi sebelum berangkat gue udah berendam dulu biar seger.
Akhirnya gue pake piyama Bagas dan dalaman punya dia. Bener juga sih, rasanya sama aja meski dalemannya kedodoran.
Gue tidur di sisi kanan dekat dinding dan Bagas di sisi kiri yang langsung ke nakas kecil di sampingnya. Kasurnya bukan hollywood bed kayak di apartemen. Tapi cukup buat dua orang meski harus agak berhimpitan karena ngga terlalu lebar.
Sebelum tidur, Bagas tanya gue suatu hal.
"Nan, lo bahagia ngga hidup bareng gue?"
Gue nautin alis, "Menurut lo?"
"Gue nanya lo, kalo lo ngga bahagia sama gue, kita bisa minta orang tua kita buat udahin semuanya." Terang Bagas sambil mandang atap kamarnya.
"Lo ngga bahagia? Atau lo udah punya seseorang yang lo suka?" Tanya gue.
Bagas diam sejenak, "Ngga ada."
"Ya udah, kalo lo ngerasa gitu, gue ngga mempermasalahkan hidup bareng lo. Lagian ngga buruk juga punya partner sekamar. Ya meski lo sering bikin gue emosi."
Bagas tatap mata gue, "Lo yakin?"
Gue angguk, "Ya. Kenapa lo tiba-tiba bahas masalah ini?"
"Gue cuman nanya aja, dipikir-pikir lo sering kesel kalo sama gue."
"Huh, Lo nyadar juga ternyata." Jawab gue angkuh.
Bagas narik pergelangan tangan gue hingga jatuh ke dalam pelukannya.
"Kenapa tiba-tiba?" Tanya gue seraya mandangin wajah dia dari dekapannya.
"Gue pengen tidur kayak gini. Lo juga tidur." Ujar Bagas terus merem.
Tingkah dia bener-bener aneh akhir-akhir ini. Gue harus cari tahu penyebabnya.
--
"Gas, bangun." Gue bangunin dia sesaat alarm hp gue bunyi.
"Hngh."
Cih, dia malah mendesah.
"Gas, ayo bangun. Subuhan dulu."
"Ya ya lima menit lagi."
"Ih, Gas. Udah mau terang cepetan."
Gue tarik selimut dan tangan dia biar dia bangun.
"Iya-iya."
Bagas bergegas menuju kamar mandi meski jalannya masih sempoyongan.
Gue keluar kamar dan sudah ada Mama Berlin nyiapin sarapan.
"Pagi, Ma."
Mama Berlin nengok lihatin gue terus senyum manis banget bikin melting.
"Pagi, Keenan. Gimana bobonya? Nyenyak?" Sahut Mama sambil motongin bawang.
"Nyenyak, Ma. Ngomong-ngomong Mama mau buat apa?"
Sambil masukkin bumbu-bumbu ke dalam panci, Mama jawab, "Sop ayam, tahu goreng, tempe goreng, goreng kerupuk, sama sambel tolenjeng. Keenan suka kan?"
KAMU SEDANG MEMBACA
SWITCH
RomancePenyesalan yang sesungguhnya adalah berubah menjadi seorang gadis dan menikah