-01-

41 5 3
                                    

"Tidak ada kata maaf untuk orang yang tidak benar-benar sadar akan kesalahannya."
~Baris-Bergaris~

Waktu sudah menunjukkan pukul dua pagi, tetapi Dafa masih belum beranjak dari meja kerjanya. Layar laptop menampilkan ilustrasi seorang wanita bergaun putih dengan mahkota di kepala, duduk di ayunan tepat di pinggir sungai. Berdasarkan permintaan klien, Dafa berusaha untuk memberikan sentuhan menyedihkan seolah-olah wanita itu sedang kehilangan harapan.

Selama dua tahun bekerja sebagai ilustrator, ada satu hal yang paling sulit Dafa lakukan yaitu menggambarkan perasaan dari sorot mata ilustrasinya. Selama ini, Dafa sering kali menolak proyek yang mengharuskannya membuat ilustrasi yang memperlihatkan mata. Sorot mata yang kata orang-orang adalah tanda kejujuran, sering kali mengingatkannya pada masa lalu yang berusaha keras ia lupakan.

Namun, kali ini Dafa tidak bisa menolak. Seminggu yang lalu ia menerima tawaran dari sebuah penerbit besar untuk menjadi ilustrator tetap. Jika sebelumnya ia bisa memilih proyek yang akan dikerjakan, kali ini tidak lagi. Sejak memutuskan untuk bergabung menjadi ilustrator dari penerbit, Dafa memang sudah menduga ia akan mendapatkan proyek yang mengharuskannya menggambar mata.

Akan tetapi, Dafa tidak menyangka jika klien pertama adalah seorang penulis pemula yang banyak maunya. Ia berulang kali mengirimkan hasil ilustrasi dan berulang kali pula disuruh revisi. Dafa bisa saja menolak seperti ketentuan awal di mana penulis hanya bisa mengajukan revisi sebanyak tiga kali, tetapi penulis ini menawarkan tarif yang lebih banyak dari seharusnya dengan syarat ia bisa bebas melakukan revisi sampai merasa sangat puas.

Dafa merasa buntu. Ia memutuskan untuk beristirahat sebentar. Dafa membuka jendela dan membiarkan angin malam menyapu wajah putihnya.

"Ka Damar," ucap Dafa tersenyum ketika melihat sebuah mobil putih memasuki halaman rumah.

Dafa bergegas turun ke lantai bawah dan membuka pintu rumah. Ia berlari dan langsung menghalau mobil yang akan parkir.

"Astaga!" pekik Damar yang merasa kaget dengan kemunculan Dafa yang tiba-tiba. Untung saja ia langsung menginjak rem.

"Kamu ngapain?! Kalau celaka gimana?"

Dafa hanya menyengir dan langsung membuka pintu mobil.

"Ngopi, yuk."


Damar hanya bisa menghela napas. "Aku capek, Daf. Tadi banyak pasien. Kalau kamu mau ngopi, jalan sendiri aja. Aku mau istirahat."

"Bentar, aja. Please..."

Dafa memasang wajah memelas yang membuat Damar tidak bisa lagi menolak. Sekali lagi, Damar hanya bisa menghela napas dan segera memundurkan mobil. Keduanya pergi ke sebuah kafe dua puluh empat jam yang tidak begitu jauh dari rumah.

"Dua gelas hot Americano dan satu cake cokelat," ucap Damar pada salah satu pelayan.

Setelah membayar, Damar kembali ke meja. "Gimana kerjaan kamu? Lancar?"

Dafa menutup mata sejenak dan berucap, "Lancar nggak lancar, ya, harus dilancarkan. Iya nggak?"

Damar hanya menanggapi dengan tertawa.

"Kalau kamu? Katanya tadi di rumah sakit banyak pasien, memangnya ada apa?"


Baris-BergarisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang