Perubahan Dafa yang sangat berbeda dari sebelumnya, membuat Naura teringat pada sebuah drama Korea yang ia tonton belum lama. Ada seorang karakter jahat yang mengatakan, “manusia berubah karena manusia juga.” Jika sebelumnya Naura tidak begitu mengerti dengan kalimat itu, sekarang ia paham dan membenarkannya.
Meskipun Naura belum mengetahui pasti, alasan Dafa berubah dari seorang pemuda yang keras kepala dan berpenampilan semaunya, menjadi pemuda yang lebih memilih diam dan berpenampilan rapi di depan banyak orang. Sorot mata yang selalu memancarkan semangat, kini tidak lagi bisa Naura rasakan dari tatapan Dafa.
Mungkin bagi keluarga Dafa, perubahan Dafa adalah sesuatu yang positif, tetapi tidak untuk Naura. Ia bisa merasakan dengan jelas, ada sesuatu yang tidak beres yang terjadi pada pemuda itu.Untuk menjawab rasa penasarannya, Naura memberanikan diri bertanya pada Damar setelah diskusi keluarga yang bertujuan untuk menentukan tanggal pernikahan serta mahar yang diinginkan dari pihak wanita.
“Mas, adik kamu kenapa? Kok, bisa berubah banget?” tanya Naura sambil membawakan segelas minuman untuk Damar ketika pemuda itu duduk sendirian di ruang keluarga.
“Oh, itu .. nggak pa-pa.”
“Nggak pa-pa gimana? Aneh, loh. Gini, ya, aku udah kenal Dafa dari masih SMA. Aku lumayan tau banget tentang dia. Nggak mungkin, orang yang punya prinsip kuat kayak dia, bisa tiba-tiba berubah dalam hitungan hari saja. Apa jangan-jangan, ada hubungannya sama kejadian dia mabuk dan buat keributan di rumahku?”
Damar yang hendak meminum minumannya, seketika menatap Naura. Ia bisa merasakan, ada rasa khawatir yang besar dari tatapan wanita itu.
“Apa Dafa nggak bisa berubah? Bukankah, semua orang berhak berubah? Dia juga udah dewasa, nggak selamanya akan jadi remaja yang keras kepala.”
“Mas, Dafa itu nggak keras kepala. Dia kayak gitu karena ingin diperhatikan. Aku yang liat dia jadi anak penurut seperti tadi, rasanya benar-benar beda,” ucap Naura sambil menatap Dafa yang sedang mengatur piring kotor di ruang tengah rumah Naura yang dijadikan sebagai tempat acara untuk di bawa ke dapur.
“Kalau kamu merasa Dafa kesulitan karena ikut kemauan orang tuaku, padahal baru beberapa hari, lantas bagaimana dengan aku yang seumur hidup selalu ikutin mau mereka?”
Damar tersenyum getir. Sekarang, ia benar-benar yakin ada sesuatu antara Naura dan Dafa.
“Naura, apa kamu benar-benar yakin mau nikah sama Mas?”
Naura yang mendengar pertanyaan Damar, hanya bisa terdiam. Ia tidak menyangka, pertanyaan yang entah sudah sering ditanyakan ini, lagi-lagi keluar dari mulut Damar. Bahkan, hari di saat kedua belah pihak sudah menentukan waktu untuk mengikat mereka dalam ikatan yang halal.
“Kamu nggak jawab.”
Damar menatap ke depan dan menghela napas berat. Ia meletakkan kembali gelas yang masih isinya sama sekali belum diminum. Damar berdiri dan meninggalkan Naura seorang diri yang tidak bisa melakukan apa-apa selain memandangi punggung pemuda itu sampai hilang.
Ada satu hal yang Damar sadari, tidak mudah mencintai seseorang yang belum selesai dengan masa lalunya. Apalagi, Damar tidak tahu lelaki mana yang masih tinggal di dalam hati Naura. Jika benar itu Dafa, apakah ia harus melepaskannya?
Saat sedang memikirkan hal itu, suara Mama memecah pikirannya. “Damar, ada apa? Kok, calon pengantin kayak nggak senang tanggal pernikahan sudah ada?”
Damar tersenyum dan langsung memeluk mamanya. Ia ingin mendapatkan kembali energi untuk bisa memecahkan teka-teki yang semakin jelas jawabannya.
Mama melepas pelukan Dafa dan meletakkan tangannya di kedua pipi pemuda itu. “Ada apa? Kamu bertengkar sama Naura?”
Damar hanya tersenyum. Ingin sekali ia mengelak, tetapi saat ini ia tidak memiliki keinginan untuk melakukan itu.
“Daf, memang seperti itu kalau mau menikah. Ada .. saja ujiannya. Mama sama Papa, dulu juga gitu. Sehari sebelum akad, mantan Papa datang dari Malaysia dan Mama marah besar sampai hampir saja pernikahannya batal. Tapi, dari hal itu kita sama-sama belajar untuk saling percaya. Papa dan Mama diskusi dan sama-sama cari solusi.”
Mama tersenyum. “Apapun masalah yang saat ini kamu dan Naura hadapi, coba didiskusikan. Dibicarakan baik-baik, saling terbuka agar sama-sama enak.”
Damar mengangguk dan kembali memeluk Mama. “Makasih, ya, Ma.”
Dafa yang hendak menuju ruang tamu untuk membereskan karpet, tidak sengaja melihat kakak dan mamanya saling berpelukan. Ia tersenyum pahit. Sudah sangat lama, Dafa tidak pernah merasakan pelukan hangat seperti itu.
Setelah melepas pelukannya, Damar menoleh ke arah Dafa dan tersenyum. Namun, dengan cepat Dafa memalingkan pandangannya dan meneruskan langkah menuju ruang tamu.
Dafa mungkin bisa berpura-pura berubah menjadi anak yang penurut hari ini, tetapi tidak bisa berpura-pura untuk menyembunyikan rasa cemburu. Cemburu pada Damar yang bisa memiliki kasih sayang kedua orang tua mereka, dan juga cemburu karena Damar juga sebentar lagi akan memiliki Naura sepenuhnya.
Setelah mengatur semua karpet di ruang tamu, Dafa berniat ingin istirahat di teras. Ditemani jus jeruk dan satu potong kue, ia duduk sendirian menikmati udara segar setelah penat dengan semua kepura-puraan.Sebenarnya, Dafa juga tidak tahu alasan ia mau melakukan hal-hal seperti tadi. Apakah ia benar-benar ingin berubah menjadi anak baik hanya karena kemauan kedua orang tuanya? Dafa tidak tahu. Mungkin, ia hanya ingin mencoba menjadi Damar selama beberapa waktu dan mencoba hal baru.
Saat hendak mengambil gelas yang diletakkan di atas meja, Dafa tidak sengaja menyenggol sebuah buku. Buku yang memang sudah dari tadi berada di sana, tetapi sama sekali Dafa tidak sadari keberadaannya. Buku bersampul kulit sintesis berwarna cokelat tua itu terbuka.
Dafa langsung mengambil dan membaca yang tertuli di sana. Seketika, matanya membulat ketika membuka halaman selanjutnya. Tulisan yang ditulis tidak rapi dengan tinta yang sudah memudar karena ditulis bertahun-tahun lalu, langsung membuat kaki Dafa terasa lemas. Ia terduduk di lantai dan meneteskan air mata.
“Jadi, selama ini ...”
Dafa benar-benar tidak menyangka, ternyata penjelasan Naura adalah kebohongan. Ia tidak menyangka, ternyata wanita itu menyimpan luka yang sangat besar sendirian, selama bertahun-tahun. Namun, hal yang paling Dafa tidak mengerti, untuk apa Naura berbohong tentang penjelasannya waktu itu?
Pertanyaan demi pertanyaan terus muncul dalam benaknya sampai kedatangan Naura. Wanita itu memang kembali ke teras untuk mengambil buku diary lama yang tadi sengaja ia keluarkan dari kardus, agar bisa mengingat kembali luka yang Dafa torehkan.
Naura berharap, hal itu bisa menumbuhkan keyakinan dalam dirinya, bahwa pilihan untuk menikah dengan Damar adalah pilihan terbaik. Namun, wanita itu sangat terkejut ketika melihat Dafa terduduk di lantai dengan tangan yang memegang benda yang Naura cari.
Dafa yang menyadari kehadiran seseorang, langsung menatapnya. “Kamu kenapa bohong tentang kehamilanmu?”
Naura tidak bisa menjawab dan hanya menutup mulutnya menggunakan kedua tangan. Ia tidak bisa berbuat apa-apa selain berdiri mematung dan menatap mata Dafa yang memandangnya dengan tatapan tajam.
“Jawab!”
Naura semakin ketakutan mendengar teriakan Dafa yang dipenuhi emosi. Seketika, ia merasakan perutnya keram. Naura langsung meremas perutnya dan sedikit menunduk. Hal itu membuat Dafa panik dan langsung berdiri untuk membantu Naura.Namun, Damar langsung menepis tangan Dafa. Semua orang yang tadi berada di dalam rumah, langsung keluar karena mendengar suara Dafa.
“Kamu apakan Naura?!” Damar menatap Dafa dengan tatapan tajam.
Selama ini, Damar tidak semarah ini pada adiknya. Ia memang biasa menegur Dafa, tetapi tidak pernah meninggikan suara. Damar terpengaruh dengan kecurigaan-kecurigaan yang selalu berusaha ia tepis. Namun, kali ini ia tidak bisa lagi menahannya dan tanpa sadar meluapkan itu semua di hadapkan orang-orang.
“Mas, aku nggak pa-pa. Tolong bawa aku ke kamar.”
Damar langsung membawa Naura ke kamarnya. Setelah kepergian Damar dan Naura, Mama langsung menampar pipi Dafa.
“Mama kecewa sama kamu!”
Semua orang memandangi Dafa dengan tatapan tidak suka. Namun, Dafa sudah terbiasa dengan hal itu. Tamparan Mama, juga bukan pertama kali ia rasakan.
Hal yang membuat perasaan Dafa terluka, adalah tulisan Naura di buku diary lamanya. Dafa menunduk dan mengambil buku yang tergeletak di lantai. Ia berjalan sambil membawa buku itu dan meninggalkan rumah Naura.To be continue...
☆☆☆
Terima kasih sudah membaca🙏
Sampai ketemu lagi👋☆☆☆
KAMU SEDANG MEMBACA
Baris-Bergaris
RomanceTidak ada yang bisa mengubah masa lalu. Akan tetapi, semua orang berkesempatan untuk menutupi kesalahan masa lalu dengan memperbaiki diri di masa sekarang dan masa depan nanti. Dafa Wardana merupakan anak kedua dari keluarga Wardana yang sering kali...