-03-

17 3 6
                                    

Ingin sekali Dafa menerobos lampu merah dan menyalip setiap kendaraan di depan mereka. Ia benar-benar sangat khawatir dengan Naura yang sedang terbaring dengan kepala di atas paha Dafa. Wajah Naura sangat pucat dan jari-jari tangannya dingin. Dafa tidak lagi peduli dengan rasa kecewa dan marah yang ia rasakan pada Naura karena pergi tiba-tiba dari hidupnya.

“Pak, bisa lebih cepat?!”

Entah sudah berapa kali Dafa melampiaskan kekesalannya pada sopir taksi. Andai ia yang mengemudi, sudah sejak tadi mereka tiba di rumah sakit. Dafa memang terbilang berani. Ia tidak segan-segan menerobos lampu merah atau menyalip kendaraan lain saat sedang terburu-buru, apalagi dalam kondisi seperti. Namun, ia tidak bisa apa-apa selain melampiaskan kekesalannya pada sopir.

“Maaf, Mas. Sepertinya di  depan ada mobil yang mogok makannya macet.”

Dafa menghela napas kasar. “Ya, sudah. Kalau begitu saya turun di sini saja.”

“Tapi, Mas—“

“Ini uangnya.”

Dafa bergegas turun dari taksi dengan membopong tubuh Naura. Ia berlari menuju rumah sakit tempat Damar bekerja yang tidak begitu jauh dari kafe. Seharusnya, tadi ia tidak mengikuti saran orang-orang yang berada di kafe untuk membawa Naura dengan taksi. Jika saja Dafa langsung membopong Naura dan berjalan ke rumah sakit, mungkin sekarang mereka sudah tiba.

“Tolong!” Dafa berteriak ketika tiba di depan gerbang rumah sakit.

Untung saja, petugas keamanan langsung melihatnya dan memanggil petugas kesehatan lalu membawa Naura ke UGD.

“Dafa?”

Damar yang selesai memeriksa pasien, terkejut dengan kehadiran Dafa yang berlari-lari membawa seorang wanita.

“Astaga! Naura..”

Damar langsung mengambil alih Naura dalam gendongan Dafa dan langsung membaringkannya di brankar rumah sakit yang sudah disediakan. Damar melakukan pemeriksaan pada Naura. Tidak hanya Damar yang merasa khawatir, Dafa juga. Ia ingin berada di samping Naura dan menggenggam tangan wanita itu, tetapi Damar memintanya untuk menunggu di luar.

“Naura..,” panggil Damar ketika tangan Naura mulai bereaksi.

“M-mas?”

Naura melihat samar lelaki yang ada di hadapannya. Pandangan masih mengabur dan Naura masih merasakan perih di perutnya, meskipun tidak seperih tadi. Ia refleks memegang perut dan sedikit meringis.

“Apa yang sakit?” tanya Damar dengan wajah panik.

“Apa perutnya sakit seperti dulu?”

Naura terdiam. Ia mengalihkan pandangan dari Damar dan menatap Dafa yang berdiri di depan pintu melihat ke arah mereka. Dafa tersenyum, tetapi Naura langsung mengalihkan pandangannya.

“Takdir macam apa lagi ini Tuhan?” batin Naura.

“Naura.. apa perutnya sakit seperti dulu?” tanya Damar sekali lagi.

“Ah, bukan, kok. Mungkin karena bentar lagi mau datang bulan makannya perutku sakit, Mas.“

Rasa sakit di perut Naura sudah mulai mereda. Ini bukan pertama kali Naura merasakan perih di bagian perut. Satu yang pasti, rasa sakit yang sama seperti tadi selalu berkaitan dengan Dafa. Dulu, ia pernah juga hampir pingsan saat terbayang masa lalu dengan Dafa.

Untung saja, saat itu ada Damar yang menahannya. Itu adalah pertemuan pertama mereka.

“Tapi sebelum-sebelumnya, kamu nggak pernah sampai pingsan. Mas akan meminta perawat melakukan pemeriksaan darah.”

Baris-BergarisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang