Hujan gerimis menemani perjalanan Damar menuju rumah Naura. Suasana malam dengan jalanan yang basa, semakin menambah perasaan tidak nyaman. Damar paling tidak menyukai hujan di waktu malam. Hal itu akan mengingatkan ia pada Dafa yang dipukuli Papa karena ketahuan membawa rokok di dalam tasnya, padahal saat itu Dafa masih SMP.
Hingga saat ini, kedua orang tuanya tidak tahu kalau rokok yang ada di dalam tas Dafa adalah milik Damar. Dafa tidak sengaja melihat kakaknya merokok di kamar dan langsung mengambilnya.
Tepat di saat Dafa mengambil puntung rokok itu, Papa masuk ke dalam kamar karena tidak sengaja mencium bau rokok dari luar. Dafa tidak punya pilihan selain memasukkan rokok yang masih menyala ke dalam tasnya.Kecurigaan Papa bertambah ketika melihat abu rokok yang berserakan di lantai.bHal yang pertama Papa lakukan, adalah menggeledah barang-barang Dafa karena memang anak itu sudah terkenal dengan kenakalannya. Puntung rokok yang masih menyala dan membakar buku yang ada di dalam tasnya, semakin membuat Papa marah.
“Dasar anak sialan! Ilmu bukannya di simpan dengan baik, malah di bakar seperti ini,” hardik Papa.
Papa yang memang saat itu memiliki masalah di kantor, tidak bisa menahan emosinya. Puntung rokok yang masih menyala, ia letakkan di atas paha Dafa sampai luka.Dafa menjerit kesakitan, sementara Damar tidak bisa berbuat apa-apa. Ia memilih keluar dari kamar karena takut diperlakukan serupa oleh papanya dan berlari untuk melaporkan hal tersebut pada Mama.
Untung saja, Mama bisa menenangkan Papa dan membuat Dafa bisa lepas dari luapan emosi papanya. Kejadian itu membuat Dafa sakit berhari-hari hingga harus di rawat di rumah sakit.Untuk menebus kesalahannya, setiap pulang sekolah Damar langsung ke rumah sakit untuk merawat adiknya. Ia juga bertekad akan menjadi dokter, agar bisa merawat serta menjaga Dafa.
Ingatan masa lalu yang menemani perjalanan Damar hingga tiba di depan rumah Naura, sedikit menepis keraguan dalam hatinya. Tidak mungkin, Dafa yang pernah berkorban nyawa dan Naura yang sudah terikat janji dengannya, akan tega main belakang.Sebelum turun dari mobil, Damar mencoba membuang semua pikiran negatif dan perasaan mencurigakan. Ia mengambil payung hitam dari jok paling belakang dan keluar dari mobil. Damar langsung masuk ketika mendapati pagar rumah tidak terkunci.
Pintu rumah yang dibiarkan terbuka lebar, membuat Damar bisa melihat jelas adiknya yang sedang tertidur pulas di atas sofa ruang tamu Naura. Damar langsung masuk dan mencoba membangunkan Dafa. Naura yang mendengar suara Damar, turun ke lantai bawah.
“Mas ...”
“Maaf, ya, ngerepotin kamu.”
“Nggak pa-pa. Bentar, ya, aku buatkan teh.”
“Gak usah. Aku sama Dafa langsung pulang aja.”
“Tapi—“
Naura belum selesai melanjutkan ucapannya, tetapi Damar langsung berbalik ke arah Dafa. Sebesar apapun usaha Damar untuk menepis rasa curiga, tetap saja ia tidak bisa membohongi perasaannya.Tidak mungkin, tanpa alasan Dafa yang sedang mabuk malah mengunjungi rumah Naura alih-alih menghubungi teman-temannya yang lain.
Damar langsung memapah tubuh Dafa. “Mas minta tolong, payungin sampai mobil, ya.”
Naura mengangguk dan melakukan permintaan Damar. Setelah memastikan Dafa masuk berbaring nyaman di bangku kedua, Damar hendak masuk ke dalam mobil, tetapi Naura langsung menahan tangannya.
“Mas nggak pa-pa?”
Damar tersenyum. “Ngga pa-pa, Sayang. Kamu bawa payungnya masuk, ya. Mas jalan dulu. Kamu hati-hati di rumah. Kalau sudah sampai, nanti Mas kabarin.”Naura mengangguk dan membiarkan Damar masuk ke dalam mobilnya. Barulah setelah mobil Damar berbelok dan hilang dari pandangan, Naura kembali ke dalam rumah dengan membawa payung hitam milik Damar.
Berbeda dengan Naura yang merasa semua sudah beres, Damar justru semakin ingin mengulik-ulik masa lalu Naura melalui Dafa. Ia memanfaatkan kondisi Dafa yang kehilangan kesadaran. Hal yang Damar tahu, ucapan seseorang yang mabuk adalah kebenaran.
Damar menghentikan mobilnya di pinggir jalan dan berpindah ke jok belakang. Ia mencoba membangunkan Dafa dengan cara menepuk-nepuk pipi pemuda itu sampai terbangun.
“Daf, apa kamu sama Naura punya hubungan? Apa kalian nyembunyiin sesuatu?”
Dafa tidak menjawab. Ia hanya tertawa. Hal itu tidak membuat Damar menyerah. Ia mendudukkan Dafa dan ikut duduk di samping adiknya.
“Aku cinta banget sama Naura, Daf. Aku tau, dia nggak bisa cinta sama aku karena masa lalu yang sampai sekarang aku nggak tau. Daf, kalau kamu tau sesuatu, tolong kasih tau aku.”
Dafa membuka mata dan menatap Damar. Ia kembali tertawa.
“Kamu mau tau kenapa aku mabuk?”
Damar mendengar dengan serius dan memegang pundak Dafa agar pemuda itu duduk dengan tegak.
“Aku mau dengar.”
“Aku tadi ke club,” ucap Damar sambil tertawa.
“Kalau Mama sama Papa tau, mereka pasti akan marah, kan? Aku mau mereka marah, Kak. Kalau mereka marah, aku senang.”
“Lalu kenapa kamu sampai di rumah Naura?”
Dafa yang mendengar nama Naura, seketika mengubah ekspresi wajahnya menjadi sedih. Hal itu membuat rasa penasaran Damar semakin bertambah.
“Karena cuma rumah Naura yang bisa aku datangi.”
“Iya, tapi kenapa?”
Dafa menata mata Damar beberapa saat. Ia tersenyum dan kembali tertidur. Damar hanya bisa menghela napas. Mau bagaimana lagi? Damar akhirnya kembali ke bangku depan dan melanjutkan perjalanan.
Saat tiba di rumah, Mama dan Papa sedang berdiri di depan pintu seperti sedang menunggu. Damar sudah bisa menduga, pasti kedua orang tuanya akan sangat marah besar.Mau tidak mau, Damar terpaksa memarkirkan mobilnya di dalam garasi. Ia tidak punya pilihan lain karena kedua orang tuanya sudah melihat kedatangannya.
“Daf, Dafa. Bangun,” panggil Damar.
Namun, Dafa enggan membuka matanya sampai terdengar suara ketukan di mobil.
“Keluar!” Suara Papa membuat Dafa tersadar.
“Oh, sudah sampai," ucap Dafa tanpa rasa takut.
Dafa langsung membuka pintu mobil. Ia tersenyum menatap Papa yang menatapnya dengan tatapan tajam sambil memegang payung.
“Hai, Pa. Kok, belum tidur?”
Papa yang mencium bau alkohol dari mulut Dafa, seketika menutup hidungnya. Satu tamparan keras mendarat di pipi Dafa yang membuat pemuda itu terjatuh.
“Papa!” pekik Damar yang langsung keluar dari mobil dan membantu Dafa berdiri.
Damar tidak lagi peduli, jika hujan malam membasahi tubuhnya. Ia sudah berjanji pada diri sendiri, akan menjaga Dafa dari siapapun termasuk dari kedua orang tuanya.
“Awas, Damar. Papa mau kasih pelajaran sama anak kurang ajar ini. Ngapain kamu ke rumah Naura tengah malam? Dalam keadaan mabuk, lagi? hah?!”
“Papa tau dari mana?”
Mama yang sejak tadi hanya melihat, seketika langsung menerobos hujan dan berdiri di hadapan Damar dan Dafa.
“Pa, tadi, kan Papa sudah janji sama Mama nggak akan main tangan.”
Papa memijat kepala untuk meredakan emosinya. “Masuk semua! Papa mau bicara. Terutama kamu Dafa.”
Papa langsung masuk meninggalkan Mama dan kedua anaknya yang sudah basah kuyup. Ia benar-benar sangat kecewa dengan tindakan Dafa yang memalukan.
Tanpa Naura, Damar dan Dafa tahu, ada seorang tetangga yang merupakan salah satu klien Papa yang mengenali Dafa. Ia sengaja mengambil video saat Dafa membuat keributan di depan rumah Naura dan mengirimkannya pada Papa.
Jelas saja, hal itu membuat Papa naik pitam. Papa selama ini berusaha menjaga nama baik keluarga, bahkan jika harus menyembunyikan Dafa dari semua kenalannya karena tidak ingin merasa malu. Namun, apa yang dilakukan Dafa justru sebaliknya.
“Kamu memang selalu berhasil buat Mama sama Papa kecewa, Daf,” ucap Mama sebelum meninggalkan Damar dan Dafa.To be continue...
☆☆☆
Terima kasih sudah membaca 🙏
Sampai ketemu lagi 👋☆☆☆
KAMU SEDANG MEMBACA
Baris-Bergaris
RomanceTidak ada yang bisa mengubah masa lalu. Akan tetapi, semua orang berkesempatan untuk menutupi kesalahan masa lalu dengan memperbaiki diri di masa sekarang dan masa depan nanti. Dafa Wardana merupakan anak kedua dari keluarga Wardana yang sering kali...