-06-

9 2 16
                                    

Dafa dan Naura duduk berhadapan di sebuah kafe. Keduanya berusaha bersikap profesional dan melupakan sejenak masalah di antara mereka. Naura menjelaskan bagian-bagian yang menurutnya kurang sesuai, termasuk pada bagian mata. Ia tidak segan-segan memprotes ilustrasi yang sudah susah payah Dafa buat semalam.

"Apa nggak bisa bagian matanya sedikit diberi binar? Ini terlalu polos, kayak nggak ada perasaannya. Aku, kan, udah pernah kirim gambaran besar cerita seperti apa."

Dafa menghela napas. Ia tidak tahu harus mengatakan apa di depan wanita yang cerewetnya tidak bisa di hentikan, seperti dulu. Jika dulu Dafa hanya akan menanggapi dengan tertawa dan langsung mengelus kepala Naura, sekarang tidak bisa lagi. Ia hanya diam dan mendengar semua ucapan wanita itu.

Barulah ketika Naura selesai berbicara, Dafa bertanya, "Udah protesnya?"

Naura memutar bola matanya malas dan menyeruput jus jeruk dari atas meja. Namun, belum juga tenggorokannya basah dengan minuman itu ia terbatuk kembali karena Dafa yang langsung menarik gelas minumannya.

"Ini punya aku," ucap Dafa tanpa rasa bersalah. Ia memang sengaja menaruh minumannya di dekat minuman Naura karena tahu kebiasaan wanita itu yang sering kali minum apa saja yang di dekatnya.

Dengan kesal, Naura mengambil tisu dan mengelap tumpahan minuman yang mengenai baju. Ingin sekali ia meluapkan emosi pada Dafa yang tersenyum licik sambil menyeruput minuman, tetapi Naura berusaha sabar.

Kalau bukan karena cerita yang akan ia terbitkan nanti adalah cerita istimewa, Naura pasti sudah lama menarik naskah begitu tahu Dafa yang akan bertanggung jawab atas kovernya. Ia tidak peduli jika harus membayar penalti.

Namun, Naura harus sabar karena sulit menemukan penerbit yang benar-benar bertanggung jawab. Ia juga tidak mau menyia-nyiakan bonus kemenangan dari event menulis yang ia ikuti.

"Pokoknya semuanya harus selesai hari ini. Titik!"
Dafa memperbaiki posisinya. Ada satu hal yang sudah sangat lama ingin ia tanyakan pada penulis yang menggunakan jasanya, bahkan ketika Dafa belum tahu jika Naura adalah orangnya.

"Sebelum lanjut, aku mau tanya sesuatu yang serius."

Naura mengangkat satu alisnya dan bertanya, "Apa?"

"Apa ini cerita tentang kita?"

Naura diam. Raut wajahnya berubah serius. Ia sudah menduga, suatu saat Dafa pasti akan menanyakan masalah ini.

"Bukan. Lagian, buat apa juga aku capek-capek nulis cerita sampah tentang kita? Udah.. lebih baik sekarang lanjut aja. Ini udah mau malam, aku harus cepat pulang."

"Tapi dari sinopsinya-"

"Ya.. itu, kan, hanya sinopsis. Emang kamu pikir, aku mau mengabadikan kamu dalam tulisanku? Nggak, Daf. Kamu tidak se-berharga itu!"

Dafa sedikit kesal dengan ucapan terakhir Naura, tetapi ia tidak punya hak apa-apa untuk membantah. Layaknya Dafa yang pernah menyakiti Naura dengan kata-katanya, entah kenapa Dafa merasa ia tidak pantas membalas perkataan menusuk itu.

"Lalu ini kisah siapa?" Dafa mengeluarkan sebuah lembar kertas yang merupakan sinopsis cerita Naura.
Dafa memang sengaja mencetak sinopsisnya semalam dan mencoret-coret beberapa bagian. Ia ingin menanyakan beberapa hal yang sangat mengganjal.

"Aca menarik tangan Samuel dan bersembunyi di ruang UKS karena takut ketahuan senior mereka." Dafa membaca satu baris yang ia sengaja garis menggunakan tinta berwarna merah.

"Ini tentang kita, kan?" tanya Dafa dan meletakkan lembar kertas itu di atas meja dan membalikkan menghadap ke arah Naura.

"Aku udah tandain semua yang mirip kayak cerita kita. Kamu bisa lihat sendiri, hampir semuanya bertanda merah, kan? Itu artinya, cerita ini pasti cerita tentang kita."

Baris-BergarisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang