-22-

7 2 2
                                    

Masalah yang dihadapi Dafa, membuatnya berhari-hari tidak masuk sekolah dan kabur dari rumah. Ia sengaja menginap di rumah salah satu temannya untuk menenangkan diri. Selama itu, Dafa mematikan ponselnya.

Dafa yang tiba-tiba menghilang, membuat Naura sangat cemas. Ia memang berniat tidak ingin memberi tahu Dafa tentang kehamilannya, tetapi bukan berarti Dafa bisa menghilang seperti saat ini. Kekhawatiran Nara semakin bertambah ketika ia tidak bisa menghubungi Dafa.

Naura berusaha menanyakan keberadaan pemuda itu pada semua teman-temannya, tetapi tidak satu pun yang mau memberi tahu keberadaan pemuda itu. Sampai akhirnya, Naura merasa frustrasi sendiri. Saat pulang ke rumah, kedua orang tuanya ternyata sudah kembali dari luar kota. Mereka membawa sebuah kabar yang sangat mengejutkan bagi Naura.

"Nak, kamu sekolahnya di Jogja, ya. Mama sama Papa ada kerjaan di sana dan akan memakan waktu lama. Kita lebih baik pindah dulu ke Jogja."

Naura diam sejenak. Tiba-tiba, ia memiliki sebuah ide gila yang mungkin akan menyelamatkan kehidupannya.

“Ma, Pa, Naura mau sekolah di luar negeri aja, boleh?”

Kedua orang tuanya saling berpandangan. Naura memang sudah biasa ditinggalkan sendirian, tetapi memikirkan anak gadis satu-satunya yang mereka miliki itu akan hidup seorang diri di negeri orang lain, jelas saja membuat kedua orang tua Naura sangat khawatir.

“Kenapa harus di luar negeri, Sayang? Kamu bisa sekolah di Jogja dulu. Nanti kalau udah kuliah, kamu udah mulai dewasa, baru kamu bisa keluar negeri. Kalau sekarang, jangan dulu, ya. Mama sama Papa belum siap pisah sama kamu,” bujuk Mama sambil memegang pundak Naura.

“Ma, aku—“

Tiba-tiba saja Naura merasa mual. Ia langsung berlari menuju kamar mandi untuk memuntahkan seluruh isi perutnya. Mama yang khawatir, segera menyusul Naura. Dalam benak Mama, Naura mungkin masuk angin atau kelelahan karena kegiatan belajar yang padat. Apalagi, saat ini hal yang kedua orang tuanya tahu, Naura mengambil les piano.

Pada kenyataannya, les piano yang dimaksud adalah les untuk menjadi dewasa ala Naura dan Dafa. Setiap tiga atau empat kali dalam sepekan sesuai jadwal les piano palsu yang Naura berikan untuk orang tuanya, Naura dan Dafa akan menghabiskan waktu berdua di penginapan yang memang sering kali dijadikan tempat untuk bermaksiat.

“Nak, kamu nggak pa-pa, kan? Pasti kecapean.
Naura yang sudah selesai dengan urusan perutnya, langsung membasuh wajahnya dan menatap wajahnya dari pantulan cermin. Ia membiarkan Mama merapikan rambutnya yang berantakan.

“Ma, kalau Naura ngecewain Mama gimana?”

“Ngecewain gimana? Selama ini, Mama sama Papa bangga karena bisa mendapatkan anak seperti Naura. Anak yang baik, pintar, selalu nurut apa kata orang tua.”

Naura hanya bisa tersenyum mendengar pujian itu. Ia benar-benar kecewa dengan dirinya sendiri. Apalagi kedua orang tua yang selama ini sudah menaruh ekspektasi tinggi.

Naura berbalik dan menatap Mama. Ia menggenggam tangan wanita itu.

“Ma, Naura pengen kuliah di luar negeri. Nggak usah jauh-jauh, di negara yang dekat aja nggak pa-pa. Boleh, ya, please ...”

Mama menghela napas. “Nanti Mama coba bicarain sama Papa, ya.”

“Bener?”

Mama mengangguk sambil tersenyum. Meskipun ia khawatir, tetapi Mama tidak ingin Naura merasa kedua orang tuanya menghalangi mimpinya. Lagian, kalaupun Naura benar-benar bersekolah di luar negeri, itu akan berdampak baik pada citra keluarga.
Setelah mendapat persetujuan dari kedua orang tuanya, Naura pamit untuk ke kamar. Ia mengunci pintu agar kedua orang tuanya tidak ada siapapun yang bisa masuk.

Naura memutuskan untuk menelepon Dafa yang sedang asyik bermain games bersama teman-temannya. Panggilan Naura tentu saja sangat mengganggu. Namun, wanita itu tidak menyerah dan terus menghubungi Dafa.

Dafa merasa kesal dan akhirnya mengangkat telepon Naura setelah menepi dari teman-temannya. “Iya, kenapa? Apalagi?!”

“Kok, kamu gitu, sih?”

“Udah cepat. Mau ngomong apa? Aku ada di kos Randi, nih.”

“Aku mau ketemu, Daf. Ada hal penting yang mau aku bicarain.”

“Ya, bicara sekarang aja. Kan, sama aja.”

“Nggak bisa. Aku harus bicara langsung. Nggak bisa bicara lewat telpon.”

“Kamu nggak liat di luar lagi hujan deras?”

“Dafa, please ...”

“Nggak bisa. Aku sibuk.”

“Dafa, tapi—“

Panggilan terputus. Dafa memang mencintai Naura. Namun, ia juga merasa bahwa masalah yang sedang ia hadapi disebabkan karena rasa cintanya pada Naura. Andai saat itu ia tidak nekat melawan guru, mungkin saja Dafa tidak akan diancam dikeluarkan dan papanya tidak akan marah seperti beberapa waktu lalu.

Di sisi lain, Naura hanya bisa tersenyum kecut sambil menata layar ponsel yang masih tertulis nama Dafa dengan emoticon love berwarna merah setelahnya. Naura benar-benar tidak menyangka, ia mencintai orang egois yang tidak bertanggung jawab seperti Dafa.

Malam itu, Naura menghabiskan semua kesedihan dengan menangisi kebodohannya. Sampai akhirnya ia merasa lelah sendiri dan memutuskan untuk memajukan keberangkatan. Banyak hal yang harus dipersiapkan, sehingga membuat Naura lupa dengan Dafa.

Lebih tepatnya, ia tidak lagi peduli dengan pemuda itu. Naura terlanjur kecewa dan memutuskan untuk fokus menjaga rahasia kehamilannya dari semua orang.

Negara yang Naura kunjungi adalah Singapura. Karena jauh dari orang tua, ia memutuskan untuk mengambil home schooling. Selama kepergiannya, Naura berusaha untuk menggugurkan kandungannya. Mulai dari minum obat-obatan penggugur kandungan, sampai mengunjungi dokter yang bisa membantunya.

Namun, hingga berbulan-bulan lamanya, tidak ada cara yang berhasil. Hanya satu cara yang belum pernah ia coba yaitu melakukan kuret atau prosedur pengangkatan janin. Naura jelas sangat takut melakukan hal itu, tetapi ia tidak punya pilihan lain.

Sebelum memutuskan untuk menandatangani dokumen yang diperlukan, Naura sempat meminta maaf terhadap janin yang ada di perutnya dengan cara mengelus perut yang hampir buncit itu. Naura sebenarnya tidak tega membunuh darah dagingnya sendiri.

Saat alat yang akan digunakan untuk mengangkat janin akan masuk ke dalam lubang kewanitaannya, Naura tiba-tiba berteriak. Tubuhnya menggigil ketakutan dan telinganya seperti mendengar suara bayi yang sedang menangis. Perutnya terasa sakit luar biasa. Hal itu membuat dokter yang menangani tidak bisa melanjutkan proses pengguguran karena kondisi Naura yang tidak memungkinkan.

Sejak kegagalan itu, Naura akhirnya menyerah dan membiarkan janinnya tumbuh di dalam perut. Ia tidak punya pilihan selain melahirkan bayi perempuan yang bertubuh cacat ke dunia. Kaki dari bayinya tidak sempurna. Satu pukulan yang jelas saja membuat Naura semakin sakit.

Namun, melihat bayinya yang tertidur dengan pulas di dadanya, membuat Naura tersenyum. Naluri seorang Ibu mulai tumbuh.

Hari-hari terus berlalu. Naura menikmati peran barunya sebagai Ibu sekaligus siswa yang semangat untuk menuntut ilmu. Namun, hidup adalah pilihan. Naura harus memutuskan satu peran yang akan ia jalani.

Naura tidak mungkin membawa bayi yang ia beri nama Nada –singkatan dari Naura Dafa, ke Indonesia. Ia juga pasti akan mengalami banyak masalah jika melakukan itu. Dengan penuh pertimbangan dan banyak keraguan, Naura akhirnya menitipkan Nada ke panti asuhan dan kembali ke Indonesia untuk melanjutkan kehidupannya.

Sayangnya, kondisi Nada yang sangat memprihatinkan setelah kepergian Naura, membuat bayi tak berdosa itu meninggal. Bayi yang diperjuangkan sendirian, buah cintanya dengan pemuda yang sangat ia cintai, membuat Naura tidak bisa menahan kesedihannya.

Seperti sebuah hukuman yang harus ia terima, Naura sering kali merasakan keram perut ketika mengingat masa lalunya. Setiap kali terbayang akan Dafa, perutnya akan menahan sakit yang luar biasa.

Untuk mengurangi rasa bersalah, Naura menuangkan perasaannya dalam buku diary. Buku yang juga menjadi penyebab perginya Damar dari kehidupannya.

To be continue...

☆☆☆

Terima kasih sudah membaca🙏
Sampai ketemu lagi👋

☆☆☆

Baris-BergarisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang