-END-

9 2 1
                                    

Sepertinya, semesta berpihak pada Dafa. Sarapan pagi yang ia lakukan untuk pertama kali di meja makan setelah kematian Damar, benar-benar terasa berbeda. Mama yang selama ini tidak pernah peduli Dafa mau makan apa, kini dengan sangat perhatian menyendokkan nasi untuknya setelah Papa.

"Nasinya segini udah cukup?" tanya Mama yang diangguki Dafa.

"Mau ayam?" Kali ini Papa yang berdiri untuk mengambilkan menu yang Dafa inginkan.

"Kalian ini apa-apaan? Kenapa nggak bersikap biasa kayak kemarin-kemarin aja? Apa karena sekarang udah nggak ada Kak Damar, makannya kalian perhatian sama aku? Biar nanti aku bisa diatur-atur seperti Kak Damar?"

"Asal Mama Papa tau, aku nggak akan pernah bisa dan nggak akan mau gantiin Kak Damar. Aku akan hidup seperti aku yang sebelumnya. Jadi, Mama dan Papa nggak usah repot-repot ngasih perhatian lebih untuk aku. Paham?!"

Meskipun sebenarnya Dafa sangat senang dengan perhatian yang ia dapatkan, tetapi hal itu sangat menyakitkan mengingat ia hanya sebagai pengganti Damar yang telah pergi. Dafa berdiri dan meninggalkan meja makan. Ia memilih untuk menenangkan diri di kamar Damar.

Saat menginjakkan kaki di kamar mendiang kakaknya, Dafa bisa mencium aroma vanilla yang berasal dari lilin aroma terapi di atas nakas samping tempat tidur Damar. Meskipun lilin itu tidak dinyalakan, tetapi aromanya sangat kuat.

Dulu, Damar pernah mengeluh mengalami gangguan tidur. Tanpa Dafa sadari, Damar juga menderita menjadi anak kesayangan kedua orang tua mereka. Damar memikul ekspektasi kedua orang tuanya agar bisa dibanggakan saat pertemuan keluarga atau saat ada acara kantor.

Maka dari itu, setiap menjelang malam, Damar selalu dibayangi harapan-harapan kedua orang tua. Saat nilainya tidak sempurna, ia akan mengalami demam sepanjang malam karena takut dimarahi Papa.

Saat hari ulang tahun Damar yang ke tujuh belas, Dafa iseng memberikan lilin aroma terapi beraroma vanilla yang sebenarnya ingin ia berikan pada Naura, tetapi wanita itu justru pergi tiba-tiba. Sejak saat itu, gangguan tidur yang Damar alami mulai berkurang dan akhirnya hilang.

Ia tidak pernah melupakan untuk memasang lilin aroma terapi di kamarnya. Dafa duduk di kasur Damar dan menyapu lembut seprei abu-abu yang tidak lagi memiliki kehangatan. Perlahan, air matanya mulai jatuh.

"Kak, aku nggak tau sekarang harus gimana. Apa aku harus gantiin kamu?"

"Kamu nggak perlu jadi Damar, Dafa ..." ucap Mama yang sudah berdiri di depa pintu, diikuti Papa yang juga menatap Dafa dengan tatapan sendunya.

Mama mendekat ke arah Dafa dan duduk di samping putra keduanya itu. Ia menggenggam tangan Dafa yang terasa dingin untuk pertama kali setelah sekian tahun mereka lalui.

"Dafa, Mama sama Papa minta maaf. Kami yang salah karena gagal jadi orang tua. Kami yang seharusnya nanggung semua hal ini. Bukan kamu, juga bukan Damar."

Mama menunduk dan perlahan meneteskan air mata. Sebagai seseorang yang tidak bisa menangis di hadapan orang lain, Dafa langsung menghapus air matanya dan mendekatkan tubuhnya ke arah Mama.

"Ma, Dafa juga minta maaf, ya. Dafa yang salah karena selama ini nggak pernah bisa jadi anak yang baik untuk kalian."

"Nggak, Daf. Ini semua salah Papa juga karena Papa terlalu keras sama kamu. Papa terlalu egois dan hanya pentingkan diri sendiri. Sebagai kepala keluarga, Papa layak disalahkan."

Dafa berdiri dan merentangkan tangannya. "Apa Dafa bisa meluk Mama Papa?"

Kedua orang tuanya mengangguk dan memeluk putra mereka.

"Sekarang, kita mulai semua dari awal, ya. Dafa baru pertama kali jadi anak. Makannya Dafa butuh Mama dan Papa supaya Dafa bisa belajar untuk jalanin peran itu dengan baik."

"Makasih, Daf. Makasih banyak udah maafin Mama dan Papa."

Ketiganya semakin mempererat pelukan untuk meluapkan perasaan bersalah dan kehilangan sekaligus bersyukur karena masih diberi kesempatan untuk memulai lembaran baru. Bersama-sama belajar untuk menjalankan peran masing-masing. Dafa yang pertama kali menjadi anak, Mama yang pertama kali menjadi Ibu, dan Papa yang pertama kali menjadi kepala rumah tangga.

Pertama yang tidak sempurna, pertama yang banyak salahnya, dan pertama yang perlu didampingi agar tidak salah arah. Semuanya saling berjanji pada diri sendiri untuk saling melengkapi agar bisa memerankan cerita keluarga bahagia dengan tanggung jawab masing-masing.


Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 26, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Baris-BergarisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang