8. Just... Feeling

345 19 0
                                    

Suara heels dari sepasang sepatu seorang perempuan berbunyi cukup nyaring saat keluar dari lift dan memasuki sebuah lantai kantor perusahaan. Walaupun ini sudah sore hari, dimana beberapa karyawan sudah pulang kerja, perempuan paruh baya itu berjalan mendekati meja sekretaris CEO perusahaan.

"Mrs. Delwyn. Bukan, maksudku Mrs. Abraham." Alvyn beranjak berdiri menyapa perempuan itu, namun dengan cepat mengganti panggilannya karena ia salah menyebut namanya.

Kylie tersenyum geli menatap Alvyn yang tengah salah tingkah. "Panggil saja aku apapun yang membuatmu nyaman," ujarnya dengan ramah. "Apa Gavin masih di dalam?"

"Ya, Mr. Delwyn masih ada di ruangannya. Apa aku perlu mengabarinya sekarang?" tanya Alvyn.

"Tidak perlu. Aku akan masuk sekarang saja, kau bisa lanjutkan pekerjaanmu," ujar Kylie yang diakhiri dengan senyum ramahnya. Setelah itu, ia berjalan dengan elegan masuk ke ruangan Gavin setelah mengetuk pintunya selama tiga kali.

"Mom? Kenapa Mom tidak memberitahuku kalau Mom datang?" tanya Gavin yang terkejut saat Kylie masuk. Ia beranjak dari kursinya dan menghampiri Kylie yang duduk di sofa sembari tersenyum lebar.

"Aku datang kemari dengan Aldric untuk perkumpulan. Tapi, aku bosan. Jadi, aku memutuskan untuk kesini melihatmu bekerja," jawab Kylie ringan.

Kylie sempat mengedarkan tatapannya ke sekitar Gavin, dan kemudian tatapannya berhenti pada sebuah bingkisan berwarna biru tua dengan pita berwarna silver yang besar. Sambil mengerutkan dahi karena penasaran, Kylie bertanya, "Hadiah untuk siapa itu?"

Gavin menoleh mengikuti arah pandang ibunya dan kemudian tersenyum tipis. "Itu hadiah kecil untuk Adell."

Setelah mendengarnya, satu alis Kylie terangkat dan tersenyum kecil pada Gavin. "Jadi, kau menyukai Adell?"

Gavin terkekeh malu. "Apa sangat terlihat?" tanyanya malu. Kylie tak menjawabnya dan hanya tersenyum sambil mengendikkan bahunya ringan.

"Well, aku tidak tahu perasaan apa ini selama aku selalu bersama Adell. Tapi, sikapnya yang selalu apa adanya itu membuatku sangat tertarik untuk mengenalnya lebih jauh. Lagipula, dia juga sudah berkata padaku terlebih dulu kalau dia menyukaiku. Dia bilang dia akan membuatku jatuh hati padanya. Mom tahu sendiri aku tidak suka membuat perempuan menunggu. Jadi, kurasa perasaanku padanya datang dengan sangat cepat tanpa aku sadari."

"Dia melakukannya?" tanya Kylie terkejut mendengarnya. Gavin mengangguk mantap dan terkekeh geli.

Kylie menatap anaknya yang sudah dewasa tengah tersenyum-senyum kecil seperti seorang remaja yang sedang mengalami fase cinta monyet. Itu membuat Kylie geli sekaligus merasa aneh.

"Gavin," panggil Kylie dan Gavin menatapnya untuk mendengarkan. Namun, selama beberapa saat, Kylie hanya menatap Gavin dalam diam, seperti ragu untuk mengatakan sesuatu.

"Ada apa, Mom? Katakan saja," ujar Gavin yang menyadari keraguan di mata ibunya.

"Gavin, kau percaya aku sangat mengenalmu, bukan?" tanya Kylie.

"Ya." Gavin tersenyum kecil. "Aku juga selalu percaya padamu, kau tahu itu."

"Sebenarnya, aku kesulitan untuk menyampaikan ini, tapi aku sudah memikirkannya matang-matang," ujar Kylie yang kemudian menggenggam tangan Gavin dan menatapnya lurus-lurus. "Gavin, aku rasa... Adell bukan perempuan yang cocok untukmu," ujarnya kemudian dengan was-was.

"Apa maksud Mom?" Dahi Gavin berkerut dan senyumnya menghilang.

"Ya, aku mengatakan ini bukan karena aku tidak suka padanya atau aku menilainya dari luar. Tapi, sebagai ibumu, aku memiliki perasaan kalau Adell bukan perempuan yang tepat untukmu."

Miss Antagonist - HBS #2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang