13. Messed Up part 2

363 19 0
                                    

Keesokannya, Neiva tengah berjalan santai di tempat yang sedikit jauh dari kompleks perumahannya bersama Hunter. Musim dingin di Sydney baru saja berakhir. Salju di jalanan mulai mencair dan pepohonan sudah tampak akan menghijau kembali.

Cuaca pagi hari untuk menyambut musim semi seperti hari ini benar-benar terasa sejuk. Neiva benar-benar menyukai musim semi.

Saat pandangan Neiva sedang lurus ke depan, ia tak sengaja melihat sebuah banner besar yang memperlihatkan iklan dari produk teknologi dari perusahaan Wyn's. Perusahaan teknologi yang diketahui dimiliki oleh Gavin.

"Apa kau nyaman untuk melakukan adegan ini, terlebih dengan orang asing?" Tiba-tiba saja ia teringat pertanyaan Gavin semalam.

"Tentu saja itu karena pekerjaanku yang menuntutku seperti itu, mau bagaimana lagi?" Neiva bergumam sendiri seolah-olah menjawab pertanyaan Gavin.

"Jadi, tak masalah melakukannya bagimu?" Neiva teringat pertanyaan Gavin yang selanjutnya.

"Asalkan tidak melibatkan perasaan, itu tak masalah," gumam Neiva lagi.

Namun, tiba-tiba Neiva teringat bagaimana semalam kedua tangan Gavin yang besar meremas pantatnya. Hanya selama lima detik ia merasa seperti berada di tempat semalam bersama Gavin. Tapi, kemudian ia langsung menyadarkan dirinya sendiri dengan menggeleng cepat sambil menepuk kedua pipinya beberapa kali.

"Astaga, apa yang terjadi padaku?! Ada apa ini?! Apa aku sudah gila?!" seru Neiva pada dirinya sendiri.

Neiva pun memilih untuk melanjutkan jalan paginya. Tapi, ia langsung membeku saat melihat Gavin yang tengah bermain ponsel kini berjalan dari arah berlawanan. Entah kenapa Neiva benar-benar sedang malu sekarang karena baru saja ia kepikiran Gavin.

Rasanya, Neiva ingin langsung bersembunyi. Tanpa berpikir panjang lagi, ia pun langsung berlari untuk masuk ke kafetaria sampingnya entah ia sadar atau tidak.

DUGH.

"Awshh."

Neiva mengeluh kesakitan sambil mengusap dahi kepalanya yang baru saja tertabrak dengan pintu kaca di depannya. Ia mengumpat habis-habisan pintu di depannya yang baru saja membuatnya malu di depan orang-orang yang baru saja melihat kejadiannya. Bahkan, di antara mereka berani merekam dan menertawai Neiva.

"Hei! Lihat di sana! Ada apa itu!" Tiba-tiba, terlihat Gavin yang berseru pada orang-orang di dalam kafe, seakan-akan tengah membuat mereka memperhatikan hal lain di arah yang berlawanan dengan pintu masuk kafe.

Orang-orang di kafe pun mengikuti arah pandang yang ditunjuk Gavin. Mereka masih fokus pada itu, sementara Neiva masih menahan malunya. Terlebih saat melihat dari pantulan bayangan di kaca pintu kafe kalau Gavin tengah menghampirinya.

"Neiva?"

Neiva yang terpanggil pun kini membeku. Astaga, rasanya ia benar-benar ingin ditelan bumi saja sekarang.

"Neiva, apa kau baik-baik saja?" tanya Gavin lagi yang sudah berdiri di samping Neiva.

Bohong kalau Neiva berkata ia tidak malu sekarang. Tapi, bersembunyi bukanlah sifat naturalnya. Setelah mengumpulkan banyak keberanian, ia pun menoleh dan memasang senyum lebarnya yang palsu.

"Hai, Gavin," sapanya.

"Astaga, apa dahimu baik-baik saja? Rupanya tadi kau terbentur dengan sangat keras sampai membuat dahimu merah seperti itu," ujar Gavin yang miris melihat dahi Neiva yang terlihat sangat merah.

Dengan gerakan yang gesit, Neiva langsung menutup kembali dahinya. Ia benar-benar menyesal telah menurunkan tangannya.

Gavin yang melihatnya tersenyum geli. Tanpa meminta persetujuan Neiva, ia langsung menarik lengan Neiva dengan pelan dan menuntunnya untuk duduk di kursi panjang yang ada di tepi jalan.

"Mau apa?" tanya Neiva yang kembali menutupi dahinya.

Gavin terlihat tengah mengambil sesuatu dari tas plastik yang baru saja ia bawa. Setelah itu, ia mengeluarkannya dan menunjukkan pada Neiva sebuah salep. "Kebetulan aku baru saja membelinya dari apotek. Dan sekarang sepertinya aku harus menggunakannya untukmu."

"Tidak perlu," sahut Neiva sambil mengalihkan pandangannya dari Gavin.

Gavin justru menarik kembali tangan Neiva supaya ia dapat melihat dahinya yang merah. Neiva sempat menolak, tapi Gavin tetap memaksa untuk tetap mengoleskan salepnya di dahi Neiva.

"Apanya yang tidak perlu. Ini akan parah kalau tidak segera diberi salep. Kau akan membiarkannya sampai sebesar apa lagi?" ujar Gavin yang baru saja selesai mengoleskan salepnya. "Kau adalah artis. Banyak yang memperhatikanmu. Jadi, kau juga harus menjaga penampilan."

"Cih," Neiva hanya mencibir setelah mendengarnya.

"Terima kasih kembali," sahut Gavin seolah-olah Neiva sudah mengatakan terima kasih.

"Neiva?" Sontak, Neiva langsung menoleh ke sumber suara yang memanggilnya dan ia langsung beranjak menatap Jace yang ada di depannya.

"Aku mencarimu di rumahmu," ujar Jace menatap Neiva dengan tatapan yang mengindikasikan kekecewaan dan Neiva dapat melihat itu. "Tak kusangka kau justru sedang bersama laki-laki ini," ujarnya lagi sambil menatap Gavin dengan tatapan merendahkan.

"Jace, kau salah paham. Aku dan Gavin⎯"

"Salah paham?" sela Jace cepat sambil menatap Neiva penuh kekesalan. "Lalu, semalam bagaimana? Kalian bersama di studio, kan?!" serunya dengan suara yang keras.

"Jace, pelankan suaramu. Mari kita bicarakan ini di tempat privat. Banyak orang disini yang memperhatikan," ujar Gavin memberikan saran berusaha menenangkan Jace. Sementara kedua mata Neiva sudah berkaca-kaca mendengar Jace yang baru pertama kali ini berbicara dengan nada yang keras padanya.

"Tidak perlu menyuruhku untuk berbuat sesuatu!" seru Jace pada Gavin. "Kau tidak perlu ikut campur!"

Setelah mendengarnya, Gavin memilih untuk diam supaya tidak memperburuk keadaan. Sementara hanya Hunter yang menggonggong keras pada Jace. Hunter sendiri memang diketahui kalau tidak pernah dekat dengan Jace, membuat Neiva harus menitipkan Hunter pada Alex setiap Jace ada di rumahnya.

"Jace, mari kita bicarakan ini baik-baik, oke?" pinta Neiva.

Jace menggeleng. "Tidak ada yang perlu dibahas lagi," ujarnya. "We're done."

Kedua mata Lina bergetar setelah mendengarnya. Ia hampir tidak bisa berpikir dan emosinya hampir meluap bersamaan dengan tangisnya.

"Jangan bercanda, Jace. Itu tidak lucu." Neiva seakan-akan meminta Jace untuk tidak melakukan hal buruk yang ia takutkan, berpisah.

Jace mendengar perkataan Neiva. Tapi, ia tidak ingin memahaminya lagi dan justru pergi masuk ke mobilnya yang ada di seberang jalan.

Neiva berusaha untuk mengejar Jace. Tapi, terlambat. Mobil Jace sudah pergi.

Kenapa tiba-tiba saja jadi berantakan seperti ini?

——————————————————————————
Tbc.
Friday, 25 November 2022

Miss Antagonist - HBS #2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang