Samar-samar, Gavin mendengar suara alarm dari ponselnya yang terdengar familiar di telinganya. Ia membuka kedua matanya dengan pelan, walaupun kepalanya terasa sangat pusing. Kemudian, ia mengusap pelipisnya berharap supaya sakitnya dapat reda sembari beranjak duduk di ranjangnya.
Gavin mengedarkan pandangannya ke seluruh ruangan yang tak ia kenal. Dari tempatnya berada sekarang, ia mendengar suara lagu yang berbunyi sangat keras dibalik pintu kamar yang ia tempati. Ia bertanya-tanya sedang dimana dia sekarang ini.
Detik berikutnya, pintu kamar terbuka menampakkan Adell yang datang dengan menggunakan pakaian tidur dan jubahnya sambil membawa nampan berisi segelas air. Kini, pertanyaan pertama Gavin terjawab sudah. Tapi, Gavin masih tidak tahu kenapa ia bisa ada disini sekarang.
"Syukurlah kau sudah bangun. Aku membawakanmu air putih." Adell menghampiri Gavin dan duduk di samping Gavin yang masih duduk di ranjangnya dengan tubuh yang telanjang.
Gavin tahu pasti apa yang terjadi semalam antara dia dan Adell, karena dia sudah telanjang sekarang. Tapi, yang belum ia mengerti kenapa ia bisa melakukannya dan keesokannya lupa. Ia benar-benar tidak ingat apapun tentang semalam.
"Terima kasih." Gavin menerima segelas air yang diberikan Adell dan langsung meminumnya sampai habis. "Adell... kenapa aku bisa ada disini?" tanyanya dengan pelan.
"Kau tidak mengingat apapun tentang semalam?" tanya Adell setelah menerima kembali gelas kosong dari Gavin dan Gavin menggelengkan kepalanya.
Adell menghela nafas kecil. "Kurasa kau benar-benar mabuk berat tadi malam sampai kau tidak ingat apapun."
Gavin yang mendengarnya terdiam. Ia berpikir tentang seberapa mabuknya ia semalam. Pasalnya, di antara ketiga temannya dan dia, Gavin lah yang memiliki toleransi alkohol paling tinggi. Kalau teman-temannya bisa mabuk berat setelah 5-7 gelas, Gavin masih bisa melanjutkannya sampai 10 gelas. Gavin bertanya-tanya, seberapa banyak ia minum semalam?
"Aku tahu." Adell tiba-tiba menundukkan kepalanya, mengecoh lamunan Gavin. "Kau pasti berpikir yang tidak-tidak tentangku, kan? Kau pasti berpikir kalau aku mengambil kesempatan darimu yang sedang mabuk. Aku bukan perempuan yang baik, kan?"
"Tidak, Adell. Hei, lihat aku." Gavin menyentuh dagu Adell supaya Adell melihatnya. "Aku sama sekali tidak berpikiran seperti itu. Lagipula, memang sepertinya aku mabuk berat sampai tidak ingat apapun. Kalaupun ada yang harus disalahkan, maka itu adalah salahku karena aku yang hilang kesadaran dan tidak bisa mengontrolnya. Ini sama sekali bukan salahmu."
Adell yang mendengarnya tersenyum kecil sambil mengangguk pelan. "Kau adalah laki-laki yang pertama," ujarnya setengah berbisik yang langsung membuat Gavin terkejut mendengarnya.
"Astaga, aku benar-benar minta maaf, Adell. Aku⎯"
"Tidak perlu, Gavin. Lagipula, aku juga senang kalau kau adalah yang pertama untukku," sela Adell dengan cepat.
"Come here."
Gavin menarik kecil dagu Adell dan keduanya memejamkan kedua mata mereka saat bibir mereka saling menyatu kembali. Gavin melumat bibirnya dengan sangat lembut daripada semalam, membuat Adell semakin terlena.
***
Neiva melihat jam tangannya sembari melangkah masuk ke agensinya. Jarum jam tangannya sudah menunjukkan pukul satu siang. Malam nanti akan ada syuting adegan pertamanya. Jadi, seperti biasa sejak dulu, Neiva sudah berada di agensinya untuk latihan di ruangannya sendiri.
Sebelum ke lantai atas, Neiva terlebih dulu menuju kafetaria untuk membeli Latte. Karyawan di kafetaria disitu pun juga sudah paham dengan kebiasaan Neiva ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Miss Antagonist - HBS #2
Romance(COMPLETED) 🔞 Second series of Handsome Brotherhood Neiva Armani. Ketika mendengar nama itu, hampir seluruh orang yang mengerti dunia hiburan telah mengenalnya sebagai tokoh antagonis, sebab peran antagonis yang selalu ia mainkan di perfilmannya. P...