4. Unusual Feeling

507 18 0
                                    

Hari ini, siang hari terlihat cerah di musim dingin. Gavin bersama sekretarisnya sedang memasuki sebuah mall terbesar di Sydney. Kali ini, ia turun langsung ke tempat mall yang memajang barang-barang dari perusahaannya yang dirilis seminggu yang lalu.

"Semuanya sudah sesuai dengan isi dari ketentuan kontrak, Sir," ujar Alvyn, sekretaris Gavin yang sudah bekerja sejak pertama kali Gavin menjabat sebagai CEO.

Gavin mengangguk mengerti. Ia memutarkan pandangannya melihat semua produknya yang dipajang di toko yang ia masuki ini. Setelah itu, ia berjalan keluar. Namun, pandangannya samar-samar menangkap seseorang yang tampak familiar.

Dari kejauhan, terlihat Adell yang sedang tersenyum penuh arti pada Gavin. Entah kenapa Adell terlihat seperti ingin berbicara padanya. Bahkan, Adell juga memberikan tandanya dengan melambaikan tangannya ke udara sekilas.

"Kau boleh menungguku di mobil, Alvyn," ujar Gavin pada Alvyn kemudian dengan tatapan yang masih tertuju lurus pada Adell yang berdiri dengan jarak yang cukup jauh darinya, tepatnya di ujung lorong yang terpisah dengan tiga eskalator.

Alvyn pun mematuhi Gavin. Setelah itu, barulah Gavin berjalan mendekati Adell. Dan saat Adell melihat Gavin yang sudah dekat menghampirinya, ia tersenyum lebar.

"Belanja?" tanya Gavin dengan nada cool-nya.

"Tidak banyak." Adell mengendikkan bahunya. Sementara Gavin duduk di kursi panjang di sampingnya yang kemudian diikuti oleh Adell.

"Bagaimana denganmu? Belanja juga?" tanya Adell sambil tersenyum lebar menatap Gavin penuh arti.

"Tidak." Gavin menggeleng. "Hanya mengecek ini dan itu."

Adell ber-o ria sambil mengangguk mengerti. Sejenak, suasana menjadi sedikit sunyi.

"Aku kesini karena kupikir kau ingin berbicara padaku," ujar Gavin lagi kemudian sambil menoleh menatap Adell.

Adell terkekeh mendengarnya. "Sepertinya inderamu peka sekali, ya," ujarnya. "Well, kau benar. Ada yang ingin kubicarakan denganmu."

"Apa?"

"Tentang makan siang kemarin," ujar Adell setengah bergumam. "Kau pasti merasa aku memanfaatkanmu lagi, kan?"

"Ah, itu. Tidak juga," jawab Gavin cepat. "Aku hanya merasa aneh."

"Aneh kenapa?" tanya Adell tak mengerti.

"Yah... berada di antara kalian semua yang selebriti dan kemudian hubunganmu dengan Neiva yang tak cukup baik. Setelah itu, mereka pergi dan semuanya justru jadi canggung."

"Aku... saat aku melihat ternyata ada Senior Armani, aku pikir kami bisa memperbaiki hubungan kami dengan berkenalan dan berbincang jauh tentang perfilman ataupun yang lainnya. Aku pikir... semuanya akan berjalan sesuai rencanaku. Tapi..." Adell menggantung kalimatnya dan menatap Gavin dengan sedikit lesu dan sedih.

"Kau lihat sendiri, bukan? Sudah sangat terlihat kalau dia tidak mau berbaikan denganku. Bahkan, rasanya dia sangat sensitif kalau berada di dekatku." Adell menundukkan kepalanya terlihat sedih. "Aku benar-benar tidak bermaksud untuk membuatmu merasa tidak nyaman kemarin. Aku minta maaf."

Gavin melihat bagaimana Adell yang terlihat tulus meminta maaf dan itu membuatnya merasa bersalah seketika. "Aku tahu kau tidak bermaksud seperti itu. Sudahlah. Lagipula, aku juga tidak akan marah hanya karena hal seperti itu."

"Benarkah?" Kedua mata Adell menatap Gavin dengan penuh harapan.

Gavin tersenyum kecil dan mengangguk pelan. "Iya."

Setelah mendengar jawaban Gavin yang memuaskan, Adell tersenyum kembali. "Terima kasih," ujarnya sambil tersenyum manis. "Kau benar-benar laki-laki yang pengertian. Kau bahkan selalu menolongku dari Neiva yang suka menindasku."

Miss Antagonist - HBS #2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang