1° Duta sering dipecat

173 14 9
                                    


Pada jaman seperti ini, tidak ada yang mudah selain membalikan telapak tangan. Bahkan untuk mengeluarkan kotoran saja kita juga butuh usaha. Ngeden contoh usahanya. Padahal kalau dipikir-pikir kotoran kalau nggak dibuang buat apaa? Kenapa harus ada acara ngeden sampai bercucur keringat bahkan bikin orang overthingking semalaman.

Lalu kota Jakarta. Orang Indonesia mana yang tidak tahu tempat ini? Orang bilang, kota metropolitan ini adalah tempat paling mudah mencari pekerjaan. Selain tempatnya yang indah dan bangunannya yang berarsitektur tinggi, minus macet dan asap kendaraan, kota Jakarta juga padat penduduk dan menjadi tempat yang tepat untuk melarikan diri bagi orang-orang mencari cuan. Seperti Srikandi Gauria Elsarla.

"Cari uang mah gampang! Lo tinggal lari aja ke Jakarta. Lo jualan kacang goreng di sekitaran Monas aja bisa laku keras!" Kata gadis itu sebelum tinggal tiga tahun disini.

Alih-alih kuliah seusai lulus SMA Sarla memilih untuk mencari lembaran rupiah disini dan ingin mewujudkan cita-citanya sebagai wanita paling kaya se-Indonesia. Katanya biar gak jomplang kalau tiba-tiba dilamar Choi Yeonjun.

Ia pastikan kalau ia akan kaya raya sebelum Yeonjun punya istri. Kalau Yeonjun tidak datang-datang melamarnya, biar Sarla saja yang terbang ke Korea untuk melamar laki-laki seksi itu. Entahlah dia serius atau tidak dengan itu. Tapi tujuan utamanya hanya ingin hidupnya itu tercukupi.

Namun nyatanya, sampai Choi Yeonjun kena kabar dating detik ini, Sarla masih satu-satunya orang yang mencari pekerjaan tetap di Kota besar ini. Dia belum punya pekerjaan tetap padahal sudah hidup setengah modar tinggal disini. Tidak ada satu pekerjaan pun yang awet untuk Sarla. Entah tidak cocok sama pekerjaannya atau rekannya. Bukan hanya itu saja, alasan lain yang paling buruk adalah dipecat.

"Kamu gimana sih kerjanya? Masa gini aja gak becus. Orangnya minta kopi tapi kenapa kamu kasih jus strawberry? Kamu budeg apa gimana? Kopi sama jus strawberry jelas-jelas beda!"

Sarla menghela napas lelah. Sesekali ia melirik Anggi yang bersikap sok tidak tau dengan masalah ini. Seandainya ada bilah pedang yang keluar dari matanya, gadis itu pasti sudah tewas karena lirikan Sarla. Padahal jelas-jelas anak itu yang menyuruhnya untuk mengantar jus strawberry ini ke meja.

"Tapi saya cuma nganter aja Bu. Ibu bisa tanya ke Anggi. Dia yang nyuruh saya buat nganter minuman ini ke meja ini."

Wanita setengah baya itu malah membuang buku catatan kecil yang ditunjukan Sarla, "Anggi lagi Anggi lagi! Udah salah malah nyalahin orang!"

"Lagian karyawan gak becus gini kok dipilih sih Bu? Ada banyak karyawan yang lebih teliti." Tiba-tiba saja penikmat kopi yang salah menerima pesanan itu bersuara, "Pasti dia gak sekolah dulunya. Seenggaknya kalo nyari karyawan minimal S1 lah Bu."

Dalam diamnya Sarla merutuki bapak-bapak gendut didepannya, "Mana ada lulusan S1 nyari kerjaan jadi weiters anjir!"

Tapi ia tak mampu. Demi keamanan pekerjaannya Sarla hanya mampu menyangkal sebutuhnya saja. Niatnya sih dengan jiwa damai dan lemah lembut, tapi matanya sudah melotot saja melihat kelakuan bapak-bapak itu.

"Eh pak! Dengerin ya! Walaupun saya gak kuliah, saya juga lulusan SMA terbaik di daerah saya! Andaikan bapak tau saya pernah juara 1 Nasional olimpiade fisika! Saya mau kuliah dimana aja juga bisa kalo saya mau! Anak bapak aja belum tentu bisa!"

Byurr!

"Heh! Beraninya kamu bilang gitu sama saya! Anak saya kuliah diluar negeri asal kamu tau! Semua keluarga saya berpendidikan tinggi termasuk saya!"

Sarla bisa rasakan kalau wajahnya itu memanas. Bukan perkara marah lagi, tapi karena secangkir kopi itu mendarat ke mukanya. Ia yakin kalau habis ini ingusnya bukan kuning lagi, tapi coklat kopi!

ZERO BY ONE Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang