"Sa –Saska?"
Saska yang kebetulan bertemu Wira ketinya kerumah Fenya itu juga terkejut, "Mas Wira? Ngapain Mas disini?"
Laki-laki berjaket hijau khas ojek online itu langsung tergugup. Ia hendak berpura-pura tidak kenal Saska, tapi ia terlanjur menyebut nama adiknya itu. Ia langsung melepaskan cekalan dipergelangan tangannya dan hendak pergi, "Bu –bukan urusan lo."
Tapi lagi-lagi Saska mencekal tangannya jauh lebih erat, "Mas tolong jangan pura-pura nggak kenal. Ini adiknya Mas Wira lo Mas..."
Wira lagi-lagi melipat bibirnya kedalam. Kepalanya tiba-tiba pening bukan karena ia sakit, tapi sebuah penyesalan itu jatuh tepat mengenai ubun-ubunnya saat Saska bicara begitu. Dengan suara yang bergetar ia pun menatap Saska, "Udah gue bilangin berapa kali sih? Gue nggak punya adik! Gue anak tunggal asal lo tau! Lagian lo kenapa sih? Lo gila sampe ngaku-ngaku keluarganya orang?"
"Kenapa sih Mas Wira jadi kaya gitu?! Dulu Mas Wira nggak kaya gini! Kenapa Mas Wira pura-pura nggak kenal Saska!"
"Gu –gue emang gak kenal!"
"Gak kenal gimana!?" bentak Saska dengan mata yang mulai memanas dan dadanya yang mulai terasa sesak menatap kakaknya itu seolah tidak pernah mengenalnya, "Mas Wira jangan tega gitu napa Mas..."
"Dulu waktu ibu jual aku ke Pak Danuar, Mas Wira selalu bilang kalau aku jangan khawatir, aku itu nggak dijual tapi buat diperbaiki nasib hidupnya. Mas Wira juga bilang kalau nanti aku udah sukses jangan sampai lupain Mas Wira. Tapi kenapa sekarang Mas Wira yang ngelupain Aku?"
Dengan bibir yang bergetar itu Wira mentap Saska sambil menaikan dagunya. Ia merasakan bagaimana dadanya mulai penuh dengan mata berkaca. Dengan kasar ia menarik kerah Saska sambil memebentaknya, "Terus kalau emang lo adek gue kenapa!? KENAPA GUE TANYA!"
Tanpa sadar tiba-tiba saja Wira berteriak menimbulkan Sarla yang yang ada diteras itu bertanya-tanya, "Woy siapa tuh ribut-ribut!"
Mendengar suara itu membuat WIra panik dan lansgung menggeret tubuh Saska untuk menjauh dari rumah itu. Ketika ia menemukan sebuah dinding kusam dipinggir jalan, Wira langsung saja mendorong Saska ke dinding itu dengan keras dan memandangnya nyalang, "Emang kenapa kalau lo adek gue? Emang kenapa kalau kita sebenernya saudara kandung! Kenapa hah?!"
"Lo pikir dengan nemuin gue kaya gini gue seneng hah? NGGAK SASKA! Gue semakin bersalah kenapa gue dulu tega jual saudara sendiri demi uang! Lo bikin gue ngerasa semakin gagal jadi kakak!" Ditengah sesak yang terus menyeruak dalam dadanya, Wira tak bisa lagi menahan air mata untuk jatuh. Laki-laki itu memukul dadanya berkali-kali dengan keras sambil menatap Saska, "IAM A BAD BROTHER! JUST HATE ME SASKA!! HATE ME!"
Saska membeku mendengar kalimat itu. Bagaimana bisa kakak yang selama ini ia harap-harapkan untuk bertemu malah memintanya untuk membencinya? Padahal Saska hampir gila menunggu kedatangan Wira kakaknya.
Dengan pandangan yang dalam itu ia menatap Wira, "Gimana bisa aku benci Mas Wira sementara aku udah anggap Mas Wira jadi satu-satunya orang yang bakal nyelamatin aku?"
"Andaikan Mas Wira tau aku sama sekali nggak bahagia disana. Harta dan popularitas yang aku dapet itu ternyata gak gratis. Andaikan ibu nggak jual aku kesana aku lebih milih hidup biasa-biasa aja sama kalian. Aku milih hidup sama Mas Wira" lanjutnya dengan suara bergetar.
"Emang apa yang kamu harapin dari kakak kamu ini Sas! Kamu pikir aku hidup enak hah? Orang tua kita itu udah meninggal asal kamu tau! Aku nggak punya apa-apa kalau kamu hidup sama aku!"
"AKU NGGAK PEDULI!!" laki-laki berteriak keras membuat Wira terdiam membeku. Dengan mata yang masih berair itu, ia kedua telapak tangan Wira untuk ia genggam, "Jangan buat aku gila Mas."
KAMU SEDANG MEMBACA
ZERO BY ONE
Novela JuvenilSelama merantau Sarla tidak pernah betah dengan satu pekerjaan. Ada saja alasan yang membuat Sarla keluar dari pekerjaannya itu. Hingga suatu hari Sarla mendapat tawaran kerja di rumah seorang publik figure terkenal. Disitulah Sarla mulai mengetahui...