"Cowo gak penting
Yang penting uang."
.
.
.
."DIPECAT LAGI SAR!?"
Sarla langsung menyumpal kupingnya dengan telunjuk saat Inggit berteriak didepannya, "Ck biasa aja kenapa sih. Kaya gak pernah denger gue dipecat aja lo Nggit."
Inggit membuang napas gusar sambil memijat pelipisnya, "Maksud gue untuk kesekian kalinya? Manusia dengan dosa macem apa yang yang dipecat berkali-kali? Sebego apa lo waktu bikinin kopi Sar?!" tapi Inggit menggelengkan kepalanya, "Nggak nggak, kerjaan lo disana cuma nganter pesenan ke meja kan? Gak bikin kopinya kan? Ya kali gitu doang masih salah Sar!"
Sarla yang tengah bermain ponsel itu hanya mengangguk santai, "Lha iya gue cuma nganter doang anjir. Gue gak salah."
Setelah itu, Inggit memicingkan matanya, "Anggi lagi?"
Sarla hanya mencebik acuh, "Ya menurut lo siapa yang gak suka sama gue selain dia?"
"Kenapa gak protes sih tolol! Lo kehilangan pekerjaan yang lo impikan anjir! Lo mau balik lagi jadi dagang takoyaki hah?!"
"Gue udah protes, tapi bossnya aja yang tetep ngecap gue salah Inggit." Balas Sarla masih dengan santainya.
"Emangnya apa yang lo lakuin sampe dicap salah?"
Lagi-lagi Sarla menyebik tak peduli, "Nggak fatal kok, cuma nyiram pelanggan pake jus strawberry doang. Sama ngatain bos gue nenek-nenek. Itupun gue juga habis dimaki-maki sama mereka."
Detik itu juga Inggit tidak bisa berkata-kata. Sarla bukan orang jahat tapi kelakuannya kadang membuat Inggit berpikir dua kali apakah Sarla ini punya hati atau tidak. Kadang kalau lagi mode setan, Sarla ini memang pantas jadi penghuni neraka jahannam. Untuk itu inggit hanya menggelengkan kepalanya, "Gue gak yakin lu anak manusia Sar."
"Kebetulan gue anak rimba sih."
"Pantes kelakuan lo kek Tarzan"
"Lagian bapaknya pake bahas-bahas kuliah segala. Emang kenapa kalo gak kuliah? Habis lulus kuliah juga carinya kerjakan? Ni temen gue yang lagi ngampus baru dapet materi doang, lah gua? Gua udah langsung praktek di lapangan!"
"Seenggaknya kerjanya bukan jadi pelayan dongo, Sar. Tapi yang punya kafe! Lo udah salah pake ngelak segala. Jadi gimana? Kapan lo mau cabut dari rumah gue?"
Saat itu juga Sarla langsung memasang wajah melas, "Ck Inggitt kok gitu sih. Lo gak kasian apa sama gue kalo lu usir dari sini. Entar kalo gue dicuik om-om gimana?"
"Baguslah. Lo dapet ipong. Lumayan buat biaya hidup sebulan kalo dijual."
"Setelahnya?"
"Ya lo cari om-om lagi buat menuhin kebutuhan hidup lo. Lo terus begitu sampe lo kaya."
"LIAT SAPA YANG GAK WARAS SEKARANG!"
Disitu Inggit terkikik. Demi Tuhan Inggit bukan tidak suka Sarla tinggal disini. Buktinya Sarla sudah hampir dua tahun berada di rumah ini. Malah justru sudah ia anggap saudaranya. Hanya saja Inggit juga ingin Sarla betah bekerja, setidaknya dua bulan saja. Sebab kadang lebih lama nyari kerjanya dari pada betah dengan satu pekerjaan. Kan Inggit juga ikut pusing.
Inggit betulan sayang dengan temannya ini. Walaupun sebenarnya Sarla lebih banyak memberikan dampak negative sih. Inggit masih mau menerima apa adanya kok. Walaupun banyak nyusahin. Inggit juga tidak setega itu mengusir Sarla dari rumahnya. Karena Inggit tahu kalau Sarla bertemu anjing liar, tidak ada yang akan Sarla peluk selain agama.
"Nggak cukuplah nggit. Kos-kosan gimana?" Tiba-tiba saja Sarla merebahkan dirinya dikasur sambil memandang langit kamar, "Kirim uang buat Emak Abang di kampung gimana? Emak sakit, Abang juga cuma tukang kebun di desa. Terus rokoknya Dewa gimana? Gadaiin ipong mana cukup."
KAMU SEDANG MEMBACA
ZERO BY ONE
Teen FictionSelama merantau Sarla tidak pernah betah dengan satu pekerjaan. Ada saja alasan yang membuat Sarla keluar dari pekerjaannya itu. Hingga suatu hari Sarla mendapat tawaran kerja di rumah seorang publik figure terkenal. Disitulah Sarla mulai mengetahui...