10° No Body Help Me

20 7 0
                                    

Semakin hari bunga dipinggir jalan yang ia lewati mulai gugur dan jatuh berserakan dijalan. Sarla memandang bunga yang gugur itu dari balik kaca mobil taksi yang ia tumpangi. Pagi ini suasananya dingin sekali sebab tadi malam hujan deras.

"Kerja yang baik disnaa. Abang nggak bisa jagain kamu, jadi jaga diri baik-baik. Cari pekerjaan yang halal biar sembuhnya emak nanti biasa berkah dihidupnya ya?"

"Iya Bang."

Tiba-tiba saja dirinya merasa kalut. Pikirannya tanpa henti melayang pada berbagai hal. Seandainya ia tidak menandatangani kontrak itu mungkin perasaannya tidak sekacau ini. Gadis ini diserang dilemma. Dilain sisi Sarla sangat membutuhkan uang, tapi dilain sisi Sarla juga tidak bisa membiarkan Cakra seperti itu. Laki-laki itu harus keluar dari ruangan mematikan itu.

Mungkin ia bisa disuap uang satu milyar untuk tutup mulut dan mengundurkan diri seperti Bu Inah. Iya tahu itu tidak baik. Tapi bukan itu masalahnya. Sarla bertahan bekerja disana sebab ada sesuatu yang kuat yang menahannya setiap ia melihat Cakra. Demi apapun laki-laki itu seperti berharap banyak padanya.

Belum lagi Si Anggi yang katanya korban pelecehannya Cakra. Ini semua terkesan aneh dan tidak masuk akal. Maksudnya Sarla tidak menyangka kalau Cakra si laki-laki polos situ bisa melakukan hal seperti itu.

Lalu Anggi. Kalau dingat-ingat perbuatan Anggi padanya, Sarla ini ingin sekali mencekik leher Anggi sampai lidah perempuan itu melet saking jengkelnya. Sarla yakin kalau ada lomba jelek-jelek watak dengan setan, setan bisa juara dua. Anggi nyebelinnya nauzdubillah.

Tapi baginya, semenjengkelkannya Anggi, dia termasuk perempuan yang tidak neko-neko. Maksudnya tidak sampai main ke klub dan mabuk-mabukan. Gadis itu cukup terjaga. Terlebih satahu Sarla, Anggi juga sudah pacar bernamanya Iqbal.

"Ya Allah kenapa sih hidup begini amat!! Choi Yenojun cepet nikahin gue! Walalupun nggak secantik pacar lo gue juga nggak jelek-jelek banget buat hidup bahagia!"

"Mbak?" Supir taksi itu menoleh ke kursi penumpang.

"Apa?!"

"Bangun Mbak. Sudah siang ambil wudhu terus sholat taubat."

Love Song_

Tak lama kemudian akhirnya mobil taksi itu berhenti. Sarla segera turun dari taksi itu setelah membayarnya. Namun Supir taksi itu memanggil Sarla, "Bentar Neng."

"Kenapa Pak?"

Supir Taksi itu lantas memberikannya sepotong roti sambil tersenyum, "Semangat kerjanya Neng. Gak ada kerja yang nggak capek."

Setelah menerima sepotong roti itu, Sarla hanya mampu memandang roti ditangannya membiarkan taksi itu kian jauh meninggalkan dirinya.

Benar, tidak ada kerja yang tidak lelah. Entah itu fisik maupun batin. Memang dalam dunia inilah kita menjadi tahu bagaimana sikap manusia itu sebenarnya. Kita menjadi tahu berbagai macam cara manusia bersaing untuk mencari nafkah.

Setelah menghela napas dengan sekali hembusan Sarla mulai memasuki gerbang besar itu. Ia menyebutnya gerbang kematian.

Beberapa langkah pertama semuanya masih baik-baik saja, namun ketika ia melangkahkan kakinya untuk mengambil kunci tempat Cakra, semua orang mendadak aneh memandangnya.

Biasanya ketika Sarla datang satu dua orang akan menyapanya dengan ramah. Pak Zaki dan Pak Andri biasanya. Tapi mereka tidak melakukan itu sama sekali. Sempat melirik Adfis dan Asep, tapi kedua laki-laki itu malah memalingkan wajah mereka. Mereka seolah mencari kesibukan sendiri dan pura-pura tidak melihat Sarla. Ada apa ini?

Dan ketika ia hendak mengambilnya Sarla bingung sebab kunci itu tidak ada ditempat biasanya. Pikirannya langsung berlari ke rumah Cakra. Pasti ada orang yang lebih dulu membuka rumah itu sebelum dirinya datang kesini.

ZERO BY ONE Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang