Semua yang ada ditempat kejadian lantas dibawa ke kantor polisi. Berbeda pada korban Cakra yang langsung dilarikan kerumah sakit, barangkali masih ada kesempatan untuk hidup nantinya. Termasuk Sarla.
Sementara yang ada di kantor polisi itu hanya ada Cakra yang duduk terpekur dengan perasaan hancur. Laki-laki itu tak membuka mulutnya sedikitpun, tak peduli sudah banyak polisi yang menyerah untuk memintainya keterangan.
"Saya tanya sekali lagi. Orang tua kamu dimana?"
Cakra masih terdiam tak menjawab pertayangan polisi itu yang sudah kesekian kalinya. Ia tetap saja terbayang bagaimana ia jadi orang pertama yang memeluk tubuh tak bernyawa Sarla yang sedang bersimbah darah.
"Kamu anaknya siapa?"
"Asalnya dari mana?"
"Keluarga kamu dimana?"
"Kenapa kamu melakukan ini?"
"Mereka punya salah sama kamu sampai kamu membunuh mereka?"
Bagaikan orang yang berbicara pada dinding, polisi itu akhirnya menyerah. Pusing karena Cakra sama sekali tidak mau meberikannya jawaban. Sempat ia menggebrak meja sambil membuang nafas frustasi menatap Cakra, "Terus kamu ini sebenarnya apa! Punya keluarga enggak. Identitas juga nggak jelas! Malah bunuh tujuh orang sekaligus. Dihukum mati juga kamu pantes saking kejamnya!"
Melihat semua polisi yang ada disana nampak kesal menanyai Cakra, akhirnya ada polisi yang mencoba maju, "Biar saya coba Pak."
Menjadi satu-satunya Polisi wanita membuatnya mungkin bisa sedikit sabar menghadapi orang seperti Cakra. Polisi dengan paras cantik serta bersenyum indah itu lantas membungkuk sambil mengusap puncak kepala Cakra dengan lembut yang sedang duduk disana, "Kalau kamu nggak punya siapa-siapa, kamu milik siapa di dunia ini?"
Mendengar pertanyaan itu, barulah Cakra itu menaikan pandangannya perlahan lalu menatap polisi wanita itu, "Saya milik Sarla."
Polisi itu tersenyum sambil mengangguk, "Dimana dia sekarang?"
"Ditembak mati."
Jawaban itu praktis membuat senyum polisi itu menghilang. Dilihat dari kasus Cakra yang dilaporkan membuat dirirnya paham betapa hancurnya dunia laki-laki itu. Wajar jika sampai Cakra sampai bingung untuk menjawab semua pertanyaan itu. Semetara polisi yang ada disana juga ikut terbungkam memandang Cakra. Mendadak saja mereka iba terhadap laki-laki itu.
Polisi wanita itu membuang napas pendek dan kembali berdiri tegak menatap Cakra, "Yaudah. Kamu harus terima semua hukuman yang hakim berikan nanti. Apapun itu kamu harus terima. Walaupun mereka salah, membunuh tidak dibenarkan dalam pembelaan. Kamu paham?"
Alih-alih mengangguk, Cakra justru mendongak dengan raut wajahnya yang pucat itu, "Saya boleh minta satu hal?"
"Apa?"
"Saya pengen ketemu Sarla untuk terakhir kalinya."
Love Song_
Tadi pagi Yuda sempat mendengarkan banyak cerita tentang Sarla lewat telepon. Tentang Emak yang uring-uringan disuruh pura-pura meninggal, atau Sarla yang memberi tahu bahwa ia sudah mempunyai pacar baru bernama Cakra. Yuda juga masih memperigati Sarla untuk selalu menjaga diri sebab Yuda tidak selalu ada disampingnya. Karena mau sebesar apapun Sarla, dimata Yuda Sarla tetaplah adik perempuannya yang masih kecil.
Namun siang ketika ia bekerja dan mendapat telepon dari Inggit, jantungnya hampir berhenti berdetak. Laki-laki itu membeku sampai melemas ditempat proyek. Yuda tidak menyangka itu adalah terakhir kalinya ia mendengar tawa milik adiknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
ZERO BY ONE
Teen FictionSelama merantau Sarla tidak pernah betah dengan satu pekerjaan. Ada saja alasan yang membuat Sarla keluar dari pekerjaannya itu. Hingga suatu hari Sarla mendapat tawaran kerja di rumah seorang publik figure terkenal. Disitulah Sarla mulai mengetahui...