Pandangannya itu melayang pada sebuah atap kotor diatasnya. Bayang-bayang ketika mereka bertemu di ruangan ini terlihat jelas pada atap itu hingga membuat bibirnya terenyum. Ia tidak akan menyangka kalau akhir hidupnya akan seperti ini, padahal masih banyak yang belum ia wujudkan di dunia. Tapi setidaknya ia akan mati sambil tersenyum dari pada hidup sambil menangis.
Tubuhnya tiba-tiba kaku dan tak dapat digerakkan sama sekali. Itu karena peluru itu meluncur didadanya membuat seluruh tubuhnya lumpuh dan mati rasa. Ia hanya merasa bahwa nyawanya perlahan melayang kelangit, tanpa mempedulikan banyak jeritan yang memanggil namanya.
"SARLAAAA!!!"
Pekikkan histeris milik Inggit itu begitu menyebar didalam ruangan itu. Belum lagi Saska yang tiba-tiba saja kumat membuat seluruh orang disana semakin panik. Ia berteriak hebat sambil memukul-mukul kepala dipojok ruangan dan enggan disentuh siapapun.
Sebuah peluru berhasil lepas tepat mengenai dada Sarla membuat seluruh orang yang ada disana tercekat ketakutan.
Rama membeku ketika peluru yang ia arahkan pada Cakra itu ternyata meleset dan malah mengenai Sarla yang tiba-tiba dataang menghalagi tubuh Cakra yang hendak ditembak. Pistolnya itu terjatuh ditanah dengan tangan yang bergetar karena membunuh orang yang salah.
Sementara Cakra, bak disambar petir disiang bolong, Cakra membeku dan merasa jantungnya berhenti berdetak saat itu juga. Bagaimana bisa ia melihat punggung Sarla itu berdarah sebab peluru yang menembus dari dadanya. Cakra bisa rasakan kalau ia juga perlahan akan mati bersama Sarla.
"Sarla?" Lakilaki itu berbisik pelan
Bruk.
Gadis itu merosot jatuh dan langsung direngkuh oleh Cakra dibelakangnya. Cakra melihat bagaimana percikan darah itu masih ada diwajah Sarla. Bahkan mejadi lebih banyak ketika Sarla terbatuk-batuk hingga menutupi setengah wajahnya dengan cairan merah itu.
Tanpa merasa takut, laki-laki itu mengusap cairan darah yang menurupi mulut Sarla, "Sarla..." suaranya bergetar hebat menahan sesak yang bertubi-tubi didalam dadanya, "Sayang kenapa kamu lakuin ini hah?"
Walaupun gadis itu hampir kehabisan napas, ia justru balik mengusap air mata Cakra yang membasahi pipinya, "Aku-aku nggak apa-apa. Ini-ini nggak sa-sakit." bahkan ketika ia tak tahan lagi merasakan hebatnya sakit didadanya, gadis itu masih tersenyum menatap binary dimata Cakra, "Kamu nggak usah khawatir. Jaga-jaga diri kamu b-b-baik baik y-ya?"
Laki-laki itu menggeleng lemah. Air matanya mulai berjatuhan tanpa henti ketika napas Sarla perlahan memendek, "Kamu udah janji buat hidup selamanya sama aku Sar. Inget selamanya! Kamu nggak boleh pergi!"
Say you love me, say you love me until the end the world.
Andaikan laki-laki ini tahu bahwa Sarla juga ingin menepati janji itu. Sarla ingin menjadi senja yang selalu Cakra ingin-inginkan. Yang selalu Cakra lihat dan miliki. Sarla ingin menjadi payung yang bisa melindungi Cakra dari hujan, atau barangkali rumah untuk membuat Cakra nyaman. Sarla juga bersedia menjadi dunianya agar laki-laki itu tetap hidup.
Jika Cakra tidak sempurna, biar Sarla yang menyempurnakannya.
Jika Cakra memiliki kekurangan, biar Sarla yang melengkapinya.
Jika Cakra rapuh, biar Sarla yang membuatnya utuh.
Jika Cakra sendiri, biar Sarla yang menemani.
Jika Cakra kosong, biar Sarla yang mengisi jiwanya.
Ibaratnya duia Cakra itu angka nol yang bertemu Sarla angka satu yang menjadikan Cakra perlahan utuh dan bangkit, yang menjadikan hidup Cakra seperti sebuah alunan melodi yang indah seperti lagu cinta dan lupa segalanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
ZERO BY ONE
Teen FictionSelama merantau Sarla tidak pernah betah dengan satu pekerjaan. Ada saja alasan yang membuat Sarla keluar dari pekerjaannya itu. Hingga suatu hari Sarla mendapat tawaran kerja di rumah seorang publik figure terkenal. Disitulah Sarla mulai mengetahui...