Sarla tidak heran jika Cakra ini terkesan aneh. Buktinya Cakra tidak tau kalau sekarang ada ponsel dengan layar sentuh. Wajar, Cakra dikurung selama delapan tahun diruangan seperti ini. Laki-laki itu pasti tidak pernah tau kehidupan diluar sana sampai tidak tahu kalau jaman mulai maju. Jiwa Cakra tertinggal di 2014.
"Ini makanan apa lagi?"
"Ini namanya krepes."
"Kr-krepes? Makanan apa itu."
"Krepes adalah jajanan yang digandrungi sejutttthaaaa umat. Nggak bocil nggak anak muda nggak orang tua semua doyan krepes. Krepes ini juga makanan yang lejjaaatt dan bergiji."
"Ohh gitu. Aku makan ya?"
Sarla ini sampai lupa kalau dia sedang berhadapan dengan laki-laki berumur dua puluh satu tahun. Tapi rasanya Sarla sedang mengurus bocah lima tahun saja. Cakra ternyata banyak bertanya, pertanyaannya juga kadang tidak penting. Tapi entah kenapa Sarla mau saja meladeni laki-laki ini. Padahal perlu diketahui Sarla itu juga tidak suka anak kecil.
Diam-diam Sarla memandang Cakra yang tengah memakan krepes itu dengan gerak lambat. Laki-laki itu manis. Sepasang maniknya itu tak ada bedanya dengan cahaya bulan. Begitu indah dan bersinar. Bibir tipisnya juga indah jika luka-luka itu tidak berada disana. Batang hidungnya panjang serta rahang yang tegas. Tidak bisa dipungkiri kalau laki-laki yang ada didepannya ini memang tampa melupakan fakta bahwa ia adalah laki-laki yang penuh dengan tarauma hebat.
"Kamu nggak pengen kabur dari sini?"
"Kalau aku kabur aku nggak punya rumah."
"Orang tua kamu dimana?"
"Nggak tau."
"Terus Pak Danuar sama Bu Sinta itu siapa?"
"Nggak tau juga."
Sarla langsung saja terdiam dengan Cakra yang menjawab acuh didepannya. Sebenarnya apa yang tengah terjadi oleh laki-laki ini hingga ia diasingkan seperti ini. Apakah Cakra ini telah melakukan kesalahan besar hingga harus speerti ini. Lagipun, jika memang benar Cakra ini melakukan pelecehan, kenapa harus begini cara menghukumnya? Tidakkah lebih baik dibawa ke polisi saja?
Sarla lalu memangku dagunya sambil memandang Cakra yang masih memakan krepes itu, "Cakra muka kamu aku bersihin mau? Biar bersihan dikit. Biar gak buluk gitu."
"Emang muka aku jelek ya?"
Sarla lau membuang napas kecil, "Pake nanya lagi. itu muka kamu kotor. Gue gereget banget pengen bersihin." Sarla lalu mengambil beberapa tisu lalau menarik wajah Cakra, "Ni lagi. masa makan cokelat masih juga cemong gitu."
Satu yang bisa Cakra rasakan katika Sarla membersihkan ujung bibirnya, sebuah ketulusan. Ketika ia hampir lupa bagaimana rasanya ketulusan, Cakra kembali merasakan itu dari sentuhan tangan Sarla. Cakra suka dengan ketulusan ini.
"Sarla."
"Hm?"
"Kamu beneran orang baikkan?"
Sejenak Sarla tertegun hingga ia menghentikan tangannya dan menatap Cakra, "Kenapa tanya gitu?"
Lalu Cakra menurunkan tangan Sarla dari wajahnya untuk ia genggam dan menatap wajahnya dalam, "Pernah denger dunia bakalan hancur? Dimana semua yang ada didalamnya akan turut hilang dan mati?"
Disitu Sarla mengangguk, "Iya. Aku tau. Kenapa?"
Hingga Cakra membawa tangan Sarla untuk menyetuh dadanya. Manatap gadis itu begitu lamat hingga ia tenggelam dalam paras wajah Sarla, "Dunia itu aku. Aku sudah hancur sampai kedalam-dalamnya."
KAMU SEDANG MEMBACA
ZERO BY ONE
Teen FictionSelama merantau Sarla tidak pernah betah dengan satu pekerjaan. Ada saja alasan yang membuat Sarla keluar dari pekerjaannya itu. Hingga suatu hari Sarla mendapat tawaran kerja di rumah seorang publik figure terkenal. Disitulah Sarla mulai mengetahui...