Suasana halaman rumah Pak Danuar pagi ini begitu ramai. Seluruh pekerja sepertinya tengah berkumpul disana entah apa yang dibahas. Namun Sarla bisa pastikan bahwa ada Pak Danuar dan istrinya menjadi pusat keramain para pekerja disana sebab terdengar suara mereka."Ada apa sih?" Sarla yang baru datang itu mencolek lengan Asep yang juga ikut berkumpul dibarisan paling belakang, "Perpisahan kah? Udah kebongkar semua?"
Namun Asep langsung meletakkan telunjuknya didepan mulut sambil mendesis, "Shhh diem dulu dengerin napa!"
Lalu Sarla melihat perempuan berwajah sombong itu tiba-tiba berdiri diatas meja. Iya, benar-benar berdiri seperti orang demo untuk menurunkan harga BBM. Ia berdiri dengan congkaknya sambil berkacak pinggang menatap para pekerjanya.
"Mulai hari ini saya dan suami saya mau keluar kota. Rumah saya tinggal sekitar seminggu lebih. Tapi jangan mentang-mentang nggak ada saya kalian bisa bebas. Saya selalu memantau cara kerja kalian dengan cara apapun!"
Demi tuhan nadanya begitu menyebalkan untuk didengar dikuping Sarla. Apalagi itu semua keluar dari mulut merah terang yang malah persis seperti pantat ayam.
"Saska akan tetap di rumah sambil menjalankan pengobatan juga memantau kalian. Jadi jangan semena-mena! Kalian kerja yang bener. Jangan sampe Cakra sama cewenya itu buat ulah yang enggak-enggak."
Sontak saja semua pandangan tertuju pada dirinya. Padahal posisinya itu sudah paling belakang karena dia datang paling terakhir. Disitupun Sarla hanya menyebik acuh dan tidak peduli. Karena memang dari awal Sarla itu paling anti kalau disuruh patuh dengan orang model begini.
Lalau selang beberapa menit setelahnya, nampak Pak Zaki dan Adfis yang membantu memasukan barang-barang kedalam mobil. Diam-diam Sarla memperhatikan raut wajah mereka, tersirat wajah sedikit lega, dan merasa bebas walaupun tidak begitu ketara.
Hingga mobil itu benar-benar pergi meninggalkan mereka.
Dan Sarla bisa langsung lihat betapa lebarnya senyum tukang ojol buta arah itu. Adfis bersorak girang mengangkat tangannya diudara, "Asiiiikkk pulang kampung euy!"
"Bener banget. Saya juga kangen sam anak-anak saya." Lanjut Pak Zaki
"Sama Pak." Disahut juga oleh Pak Andri.
Hingga yang paling ketara kalau ia tengah bahagia, Asep, "Dahlah pulang kampung aing mau ketemuan sama tunangan aing."
"Loh tapikan masih ada Saska." Celetuk Sarla ditengah riang gembira itu.
Adfispun hanya membuang tawa kecil, "Lo pikir Saska mau apa tinggal di rumah ini? Walalupun dia ditinggal sendiri di rumah ini dan bisa berkuasa seenaknya, dari dulu Saska lebih milih pergi sama pacarnyalah."
"Berarti rumah bener-bener kosong selama seminggu gitu?"
Asep langsung memetikkan jarinya sambil tersenyum puas, "Yap Anda benar. Perginya mereka keluar kota sama dengan pembebasan kerja rodi walaupun cuma seminggu."
Sarla jelas syok mendengar itu, "CCTV? Gimana sama CCTV? Pasti ada yang jaga kan?"
Asep berdecak sambil mendengus kesal, "Tukang CCTV-nya juga pulkam Sar! Udah gue bilang mereka keluar kota itu sama dengan pembebasan!"
"GIMANA BISA! Entar kalo rekaman CCTV ditanyaan Bu Sinta gimana? Apa nggak bergetar seluruh jiwa setannya kalo ngeliar rekaman CCTV itu ternyata kosong blong!"
Disitu Adfis hanya sombong menghina menatap Sarla, "Beliau ini berlagak seperti hidup dijaman belum ada editing." Ia lalu merangkul Asep dengan bangganya, "Nih jagonya. Lo belum tau aja hasil tangan mungiel dari Asep ini. Lo mau diedit jadi burung merak juga Asep bisa."
KAMU SEDANG MEMBACA
ZERO BY ONE
Teen FictionSelama merantau Sarla tidak pernah betah dengan satu pekerjaan. Ada saja alasan yang membuat Sarla keluar dari pekerjaannya itu. Hingga suatu hari Sarla mendapat tawaran kerja di rumah seorang publik figure terkenal. Disitulah Sarla mulai mengetahui...