9° About Him

33 6 0
                                    

Malam itu Sarla sampai dirumah Inggit pukul sepuluh dengan kondisi sangat lelah. Laki-laki itu memang cukup baik untuk meledek orang, tapi sanagat buruk dalam mengendara. Apalagi membawa penumpang. Kalau dia berprofesi sebaga ojol, tidak ada seminggu Adfis pasti sudah dipecat karena membawa penumpangnya tertsesat terus.

Setelah Sarla mandi ia langsung tepar di kamar. Ia sudah tidak peduli dengan Anggi yang ngorok-ngorok disebelahnya. Ia turut merebahkan dirinya untuk segera tidur.

Namun beberapa menit ketika Sarla mencoba untuk tidur, ia teringat sesuatu yang langsung membuatnya turun dari kasur dengan kelabakan mencari tas kerjanya tadi.

Buku yang ia temukan di gudang tadi. Yap! Tanpa sepengetahuan Pak Zaki Sarla memasukan buku tebal itu ke dalam hoodienya lalu ia masukkan ke dalam tas. Jujur dia ini masih kepo maksimal dengan latar belakang rumah itu.

Ia segera mengambil album itu dan membawanya ke meja andalanannya. Ia segera menyalakan lampu untuk penenrangan. Setelah ia buka rupanya itu adalah album kelulusan. Terlihat dari banyak sekali foto siswa individu maupun bersama teman sekelas meeka.

Setelah membolak-balikkan beberapa halaman, Sarla menemukan foto seseorang disana. Foto Cakra bersama teman-temannya. Sarla pikir yang dikatakan Cakra itu benar, Cakra ini sebenarnya adalah anak normal. Maksudnya dia bukan anak disabilitas mental atau sejenisnya. Dia juga pernah bersosialisasi, buktinya Cakra juga pernah sekolah.

Sudah dibilang laki-laki itu hanya trauma.

Sarla memandang satu persatu jejeran teman Cakra. Siapa tahu Sarla mengenalnya dan bisa mendapatkan infromasi tentang laki-laki itu. Setelah memperhatikan satu persatu wajah teman Cakra, ada yang membuat Sarla merasa familiar dengan wajah salah satu teman Cakra.

"Bentar ni gue kok kaya gak asing." Walaupun setengah wajahnya itu tertutup oleh rambut karena saking panjangnya, sepertinya ia tahu ini siapa, 'Ni kalo diliat-liat kaya wibu nih. bentar..." Sarla kembali menajamnya matnya untuk melihat gambar foto berkualitas 144 p itu. hingga Sarla sadar siapa itu, "Lah! Ini mah Bang Joe!"

Iya Joe kakaknya kandungnya Inggit.

"Ngapain dia disini?!" ia lalu menilik teras depan dimana Joe masih ngopi dan bermain gitar sendiri disana. Ia langsung saja beranjak sambil menutup album itu untuk segera mengintrogasi Joe, "Nggak bisa didiemin nih. Bang Joe!"

Joe yang sedang memetk gitar itu jelas terkaget saat Sarla tiba-tiba muncul, "Astaga Sarla lu ngapain disini! Tidur heh!"

Sarla langsung saja duduk bersila disamping Joe, "Gue mau ngobrol sama lu Bang."

"Ngobrol apasih udah malem juga." Joe menyeruput kopi lalu menyandarkan gitar spanyolnya pada dinding, "Bocil nggak boleh begadang Sar."

"Iihhh Abang mah!"

Joe lalu tertawa renyah. Biar kata Sarla ini hanya teman adiknya, tapi karena mereka ini sudah kenal lama, bahkan serumah membuat Joe menganggap Sarla adiknya juga. "Iya apa sih? Lo dipecat lagi? Halah basi Sar."

"Bukaaann."

"Terus apa?"

"Abang lulusann SMP mana?"

Joe lalu menyeruput lagi kopi dicangkirnya, "SMP Kartika. Nape?"

Oke nama yang sama dengan buku album tadi. Berarti jamet yang melihat dengan mata batin karena setengah wajahnya tertutup oleh rambut itu benar Bang Joe. Sarla lalu mendekatkan dirinya lagi pada Joe untuk pembicaraan yang lebih serius, "Abang kenal Cakra nggak?"

Disitu Joe terdiam sambil berusaha mengingat, "Bentar Cakra?" setelah beberapa detik mengingat akhirnya Joe menangguk, "Oh anak itu. Kenal-kenal. Tapi enggak deket. Cuma temen sekelas aja. Anaknya artis dia tu. Kenapa?"

ZERO BY ONE Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang