Sudah hampir dua seminggu lebih Sarla berada disini. Dan seperti hari-hari sebelumnya ia masih saja tidak melakukan pekerjaan apapun. Terakhir dia membantu membawakan koper Saska untuk keperluan syuting diluar kota. Itu saja Saska sudah melaranganya.
"Udah nggak usah biar gue bawa sendiri. Ini bukan tugas lo." Katanya.
Seperti hari-hari kemarin Sarla hanya melihat orang-orang yang tengah sibuk bekerja dari balkon lantai dua. Sarla senang sebab ia tidak menemukan spesies rekan kerja yang menyebalkan seperti Anggi. Semuanya ramah dengan Sarla.
Itu Mas Asep, Si tukang kebun ganteng yang kalau ketawa matanya hilang. Sama seperti dirinya Mas Asep juga merantau dari kampung untuk membiayai keluarganya.
Lalu dia Mas Adfis. Si tukang buang sampah plus bersih-bersih. Walalupun tukang membuang sampah Mas Adfis ini tidak ada buluk-buluknya. Bahkan Mas Adfis ini rutin memakai skincare yang membuat wajahnya bersih.
Lalu Pak Andri. Si juru masak. Bapak anak satu ini memang punya kemampuan yang tidak dimiliki oleh bapak-bapak kebanyakan.
Terus Pak Zaki, si satpam receh yang kalau ketawa persis seperti kuda. Ini adalah oknum yang membuat Mas Asep kehilangan penglihatannya ketika sedang tertawa.
Berhubung rumah ini sedang tidak ada tuan rumahnya, alias Saska sedang pergi keluar kota, lalu Bu Sinta sedang ada acara dan suaminya -Pak Danuar sedang bekerja, para pekerja terlihat lebih santai dari hari biasanya. Seperti sekarang saja melihat Adfis kena omel Pak Andri gara-gara sukur nyomot pisang goreng buatannya.
"Jangan banyak-banyak ah! Yang lain nggak kebagian!" Pak Andri lalu mendongak keatas untuk memanggil Sarla, "Sarla! Sini turun ada pisang goreng!"
Disitu Sarla terkekeh, "Siap Pak!"
Ada satu yang Sarla suka dari pekerja-pekerja disini. Mereka mempunyai solidaritas yang tinggi. Mereka seperti membuat keluarga sendiri disini. Jika satu tidak makan maka begitu juga dengan lainnya. Sungguh berperi kemanusiaan mereka ini.
Love Song_
"Misi kamu kemarin berhasil?"
Adfis yang berusaha mengunyah pisang goreng panas itu hanya mengangguk, "Behahil."
Dan membuat, Asep, Pak Zaki dan Pak Andri berseru, "Alhamdulillah!"
"Tapi...." Adfis menjeda omongannya sebab ada asap yang keluar dari mulutnya, "Ahhh pangah! Aku... nggak lagi aku lakuin hal itu!"
Langsung saja Adfis mendapatkan pukulan dipundaknya oleh Pak Zaki, "Ck jangan kaya gitu lah! Kasian dianya."
"Masalahnya taruhannya nyawa Mas!" Adfis terlihat nyolot walalupun mulutnya penuh dengan pisang goreng, "Kalo aku bernasib kaya si onoh gimana?"
Semuanya pun terdiam dan tidak memiliki pilihan lain. Karena memang ada sesuatu yang memang harus mereka tutupi di rumah ini dan jika mereka melanggar ada banyak orang yang akan jadi taruhannya.
"Ni pada gibah apa sih. Seru banget, join lah..." Sarla lalu datang sambil duduk bersama di rumput taman itu, "Lagi gibahin siapa sih? Bu Sinta ya? Awas gajinya dipotong."
Langsung saja semuanya saling tatap. Sebenarnya semua juga tahu kalau Sarla ini kebingungan dengan pekerjaannya disini. Tapi tetap saja mereka tidak bisa memberi tahu apapun selain Bu sinta atau Pak Danuar sendiri.
Disitu Pak Zaki yang mulutnya gatel ingin memberi tahu Sarla. Ia lalu memandang satu persatu wajah rekan kerjanya, "Kita kasih tau aja lah ya?"
"Jangan!" pekik Asep.
"Tapi ini kerjaannya dia."
"Biar Bu Sinta langsung aja yang kasih tau!" pekik Asep lagi.
"Tapi keburu kasian dianya!"
KAMU SEDANG MEMBACA
ZERO BY ONE
Genç KurguSelama merantau Sarla tidak pernah betah dengan satu pekerjaan. Ada saja alasan yang membuat Sarla keluar dari pekerjaannya itu. Hingga suatu hari Sarla mendapat tawaran kerja di rumah seorang publik figure terkenal. Disitulah Sarla mulai mengetahui...