💀 Bagian 16

168 25 2
                                    

Jeyun dan Jiwu kini hanya bisa meratapi diri dengan napas yang tersenggal-senggal. Teriakan Hecan menjadi perpisahan tadi sebagai bentuk mereka gagal menarik anak itu. Kini mereka dilingkupi perasaan sedih.

"Sekarang gimana, Je? Hecan udah ditarik sama pelayan burik itu," ucap Jiwu.

Yang ditanya menghela berat sejenak kemudian menatap. "Gimana lagi? Kita gak punya pilihan lain selain cari yang mereka baru balik. Meskipun gue gak yakin," kata Jeyun memelan diakhir.

"Maksud lo? Gak yakin gimana?"

"Gue gak yakin kalau yang lain masih hidup. Gimana kalau mereka juga bernasib sama kayak Hecan?"

Jiwu diam. Ucapan Jeyun memang benar. Terpisahnya mereka tidak menaruh kemungkinan kalau yang lain juga seperti Hecan. Dikejar sama makhluk jelek tak jelas yang rupanya sesuai dugaan dari anak termuda itu. Motel ini dihuni oleh para penyihir.

Tidak habis sangka di zaman seperti ini bentukan manusia jadian-jadian itu masih hidup hingga kini.

"Terus bagaimana? Lanjut cari?"

"Kita bakal lanjut cari sampai dapat pintu keluar," jawab Jeyun.

Jiwu mengangguk. Lantas kembali mengekori Jeyun untuk keluar dari tempat persembunyian mereka.

Lorong sepi dan hanya bermodal lampu ponsel yang jadi senter. Baik Jeyun maupun Jiwu kembali dilanda rasa was-was menatap sekitar. Tapi Jeyun yang memimpin lebih menunjukkan keberanian. Dia bahkan masih mampu untuk berjalan cepat hingga membuat Jiwu mengekor dengan tergopoh-gopoh. Sampai mengharuskan untuk memegang ujung kaos Jeyun agar dirinya tidak tertinggal.

"Hihihi!"

Keduanya lantas berhenti. Tubuh tiba-tiba menegang. Kepala Jeyun dan Jiwu sibuk menatap sekitar dengan bantuan senter ponsel.

"Jangan berhenti! Jalan terus, Wu," perintah Jeyun yang kembali melanjutkan langkahnya.

Jiwu yang berada dibelakang hanya bisa mengangguk patah-patah meski dirinya setengah mati menjaga keberaniannya.

"Hihihi!"

Kikihan itu terus menggema seperti tengah berputar diatas kepala mereka. Jeyun tidak memerdulikannya. Malah sibuk mencari pintu lain yang bisa mereka lewati untuk berlalu disana.

"Perasaan motel ini gak punya banyak ruangan. Kenapa malah jadi kayak labirin?" gerutu Jeyun.

"Jiiwwuu..."

Pemilik nama menegang. Keringat dingin sudah membanjiri pelipis Jiwu. Tangannya sudah bergetar meremat ujung kaos Jeyun.

"Jiiwuuu..."

"Jangan didengar, Wu. Fokus ke gue saja," tegur Jeyun untuk menyadarkan Jiwu.

Jiwu hanya bisa mengangguk. Lidahnya teras kelu untuk sekedar memberi Jeyun jawaban.

Jeyun yang menuntun jalan seketika berhenti. Didepannya kini sosok Celyn berdiri dengan wajah manis. Jiwu sedikit mengintip dari belakang lelaki itu dan kini membuatnya bertukar pandang dengan Celyn. Anak gadis itu seketika tersenyum.

"Jiwu, ayo minum teh sama Celyn," ajaknya dengan suara lucu.

Jiwu menggigit bibir bawahnya kuat-kuat. Lain dengan Jeyun yang merentangkan tangannya untuk menghalan Jiwu dibelakang.

"Biarkan kita pergi, Celyn," pinta Jeyun.

Celyn menoleh pada Jeyun. "Pergi? Kalian mau pergi? Kenapa?"

Celyn mengambil langkah mendekat membuat Jeyun dan Jiwu memundurkan langkahnya.

"Celyn anak baik. Janji tidak akan nakal," katanya.

[1] The Motel - NCT 127✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang