💀 Bagian 22

124 19 0
                                    

Teli lari sendiri, kaget-kaget sebenarnya karena Teyong tiba-tiba teriak. Dia lari sambil panik dan tahan sakit sama tangannya. Sayatan Elyn tidak berhenti keluarkan darah segar. Dan lebih buruknya, sayatan itu malah makin lebar. Kayak ditarik dipaksa terbuka. Itu juga yang bikin Teli lari sambil tinggalkan jejak. Maid-maid dibelakang kejar dia karena cium bau darahnya. Mana ada dari mereka yang terbang dan hilang dikegelapan terus tiba-tiba muncul. Bikin Teli jantungan dan makin panik sambil lari.

Untung sekarang dia bisa kecoh maid-maidnya walau tidak sebentar tapi cukup buat kasih dia jarak. Teli belok kelorong kecil sebelah kanan sambil jalan miring terus seok masuk dan bersimpuh diatas lantai. Dadanya naik turun karena napas putus-putus. Teli angkat kepala buat lihat sekelilingnya, seperti ruangan doa-doa. Banyak lemari yang diisi sama botol-botol kecil yang Teli tidak tahu apa isinya.

Teli berdiri lalu meringis. Tangannya yang ada sayatan Elyn masih sakit dan darahnya masih menetes terus. Dia lalu jalan mendekati jendela kecil setelah taruh kamera Joni yang masih menyala buat robek gordennya. Sudah koyak juga diawal jadi Teli bisa robek kain itu lebih cepat. Lepas itu dia lilit kesayatan Elyn. Dia tahan sakit lagi karena perihnya minta ampun pas ikatannya Teli kasih kuat. Dia bahkan sampai dobel-dobel kainnya biar darahnya tidak tumpah-tumpah.

Selesai sama urusan lukanya, Teli mengedar lagi mau cari jalan keluar. Tapi ada pintu yang mengalihkan pertahiaannya.

"Apa itu?"

Ada kilas cahaya ditengah-tengah garis pintu. Teli mendekat karena penasaran sambil mengarahkan kamera Joni kesana. Tidak peduli sama ruangan tempatnya yang penuh tulang-belulang. Teli mengintip tapi masih belum bisa melihat dengan sangat jelas. Dengan pelan-pelan, dia lalu dorong salah satu pintunya buat kasih ruang kepala sama kameranya.

Baru kepala Teli yang masuk mengintip sama kamera. Cahaya yang dia lihat asalnya dari mangkuk besar yang isinya terlihat mendidih. Warnanya merah bercampur oranye dan putih. Belum lagi asap-asap hitam yang keluar diatasnya. Tungku besar itu tungku yang dipakai penyihir kalau mau buat ramuannya.

Teli melotot. Badannya langsung masuk melewati pintu karena dia dapat kaki yang memanjang disudut ruangan. Teli kenal kaki itu dari sepatunya.

"Doyo?"

Teli panggil untuk mencoba dapat reaksi pemilik kaki tapi belum ada. Teli terus coba mendekat pelan-pelan buat pastikan. Dia memang yakin seyakin yakinnya kalau itu kaki Doyo. Cuman dia mau pastikan kalau anak itu masih hidup buat diajak keluar sama-sama.

"Doyo? Itu kamu kan? Doyo?"

Makin dekat Teli hingga akhirnya kaki yang pakai sepatu itu bergerak. Teli langsung ikut berhenti juga. Dia pasang senyum leganya terus berdiri tegak.

"Ayo bangun, Doy. Kita keluar dari sini."

Teli ulurkan tangannya yang tidak pegang kamera langsung dibalas sigap sama orang didepannya. Teli makin tersenyum tapi tidak berselang detik berikutnya, Teli menyerit. Soalnya tangannya cuman dipegang dari tadi. Tidak ada pergerakan dari orang yang dianggap Doyo.

"Doyo?"

"Bang..." akhirnya dia menjawab. Suaranya memang Doyo.

Teli masih menunggu. Sulit untuk melihat muka Doyo sekarang karena anak itu kurang pencahayaan. Dia duduk disudut ruangan yang sama sekali tidak kena lampu atau sinar dari tungku yang mendidih itu. Flash kamera Joni juga sudah mati karena terbentur pas dia lari tadi jadi sudah tidak bisa menyala.

"Kamu gapapa, Doy?"

Suara isak kedengaran. "Lari bang..."

"Ke—"

Muka Doyo langsung keluar dari gelap. Seketika Teli kaget dan melotot. Itu memang Doyo tapi ada yang beda dari dia.

Doyo punya gigi besar seperti kelinci tapi tajam. Belum lagi dengan pupilnya yang berwarna merah gelap. Telinganya juga memanjang turun kebawah. Doyo yang dianggap-anggap mirip kelinci sekarang tampilannya benar-benar kayak kelinci. Cuman untuk kelinci yang satu ini beda. Teli saking kagetnya sampai terduduk dan seok mundur buat menjauh dari Doyo. Kamera Joni juga sampai lepas dari dia.

"D-doy..."

"Hiks... lari bang..."

"Kamu..."

"Hihihihi," kikihan Elyn tiba-tiba terdengar.

Boneka kelinci itu muncul diatas lemari belakang Doyo. Elyn senyum lebar sambil tunjukkan gigi runcingnya. Kali ini cukup menguntungkan karena dia tidak bawa pisau besar itu lagi. Tapi tetap saja, boneka Celyn ini benar-benar menyeramkan.

"Ada teman baru," kata Elyn.

Teli berpaling ke Doyo yang  masih natap dia. Doyo pasang muka sedih tapi mulutnya tersenyum lebar kayak Elyn. Teli mundur lagi pakai siku sama kakinya. Karena didepan Doyo juga ikut maju pelan-pelan.

Sampai punggung Teli kena sama tungku panas dibelakangnya. Teli tidak bisa bergerak sama sekali karena Doyo sudah berdiri didepannya tidak kasih ruang untuk bergerak. Elyn masih diatas lemari terkikik pelan mirip suara Celyn.

Doyo lalu tarik kerah bajunya Teli dan diangkat. Karena Doyo sedikit tinggi, Teli juga rasa kalau dia tambah tinggi, Doyo jadi bisa angkat Teli sampai kakinya tidak menyentuh dilantai. Dari kerah baju kini berpindah keleher Teli. Teli sampai pegang tangan Doyo buat lepaskan cekikannya.

"D-doykh..."

Tapi Doyo kayaknya sudah hilang kendali jadi kelinci menyeramkan. Mulutnya masih setia tersenyum dan pandangan sedihnya juga sudah hilang. Mata merahnya menatap Teli tajam seperti Elyn.

"D-doykh..."

"Makan malam yang enak," kata Elyn.

Habis ucapan Elyn, Teli lihat Doyo jilat bibirnya sama gigi runcingnya pakai lidah. Dia juga mangap yang buat gigi runcing lainnya jadi keliatan jelas.

Teli pasrah. Kekuatannya juga sudah habis karena cekikan Doyo yang makin erat dilehernya. Dia sudah tidak punya tenaga lagi untuk melawan atau kabur. Tapi setidaknya, pikiran Teli dia tidak mati ditangan maid-maid sialan motel ini. Itu lebih dari cukup buat dia tenang.

"A-bangkh sayang k-khamu doyk—"

Ucapan yang susah-susah itu langsung berhenti pas Doyo lahap lehernya Teli pakai gigi runcingnya. Seketika darah merembes banyak kelantai dan Doyo tidak hanya sampai berhenti dengan mengigit lehernya saja. Doyo mencabik badan Teli hingga habis sembari ditonton oleh Elyn diatas lemari seperti cctv.

Hingga Teli benar-benar tidak tersisa lagi, Elyn lompat dan hinggap dipunggung bungkuk Doyo sambil menancapkan kuku tajamnya. Elyn lalu menarik tangannya dan menampilkan sebuah jantung yang masih berdetak. Badan Doyo langsung jatuh tepat diatas Teli.

Elyn lalu turun dari atas punggung Doyo. Dia jalan layaknya boneka jalan mendekat kearah kamera Joni yang tidak jauh dari tempatnya. Sambil senyum lebar, dia lalu balikkan kepalanya pas didepan lensa. Pamerkan muka seramnya yang dalam hitungan berikutnya kamera itu mati bersamaan dengan tungku panas dan buat ruangannya menjadi gelap gulita.

"Hihihihi~"

Tapi Elyn tidak sadar kalau dari semua kejadian itu ada yang  mengintip dibalik pintu tempat Teli tadi masuk. Bahkan sebelum dia ketahuan, dia langsung keluar dari sana cepat-cepat.

[1] The Motel - NCT 127✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang