💀 Bagian 23

127 24 0
                                    

Teyong yang lari terakhir tadi. Habis aksi sok heroiknya, dia baru menyesal sekarang. Tidak menyesal-menyesal amat juga karena sekarang dia bebas kejaran dari maid-maid motel tadi. Semuanya hilang pas Teyong belok lorong sebelah kiri.

Sekarang ini Teyong duduk bersandar dalam ruangan kecil. Kayak gudang penyimpanan barang-barang pembersih. Dia atur napasnya yang ngos-ngosan bukan main. Lari dalam motel tapi tidak dapat jalan keluar berasa didalam labirin.

Lagi asik-asiknya tenangkan diri, tiba-tiba ada suara kikikan penyihir. Teyong melotot dan buru-buru tutupi dirinya pakai semua alat pembersih motel. Dia juga tarik baju anti debu buat tutupi mukanya. Sialnya, Teyong tidak sempat tutup sempurna pintu tempatnya sembunyi tapi bisa jadi cela buat dia lihat kalau penyihir-penyihir sialan itu sudah ada didepannya.

Teyong diam. Jantungnya sudah berdetak cepat dari tadi. Keringatnya bercucuran dipelipis sampai leher. Sedikit-sedikit dia mengintip dari baju anti debu maid didepannya. Sampai akhirnya penyihir yang dia dengar muncul.

Rupanya penyihir itu langsung adalah seorang madam Derisa. Teyong menelan ludah kasar. Dari banyaknya maid yang  mengejar tadi sepertinya pemilik motel ini lebih menargetkan dirinya. Teyong sempat-sempatnya memaki dalam hati.

Madam Derisa terbang bersama dengan asap-asap hitam dibawahnya. Teyong tambah mengumpat karena asap itu sampai masuk ditempatnya sembunyi dan buat dia sesak. Mau batuk tapi nanti malah ketahuan dan langsung ditangkap. Tapi kalau disitu terus dia bisa mati konyol karena asap hitamnya. Dan jujur, asap hitam itu bau bangkai.

Teyong sudah tidak tahan. Maka dia ambil rencana buat keluar kalau penyihir itu sudah lewat sedikit dari tempatnya sembunyi. Teyong juga ambil satu sapu buat dia pakai kalau misalkan madam langsung tahu dia keluar.

Menghitung perkiraan, sampai asap-asap hitam itu perlahan hilang, Teyong langsung bangun dan keluar cepat dari tempatnya. Seketika itu juga madam berbalik dan sapu yang Teyong pegang jadi berguna. Dia langsung pukulkan sapu itu kekepala madam yang buat dia berteriak sebelum lari.

Dibelakang madam masih mengejar. Terbang lebih cepat dari larinya Teyong tapi dia tidak mau menyerah. Terus lari menyusuri lorong sampai dapat pintu besar, Teyong percepat larinya terus buka pintu itu dan ditutup lebih dulu dari madam yang mau masuk. Teyong juga dorong lemari-lemari kecil buat hadang pintunya. Pintu digebrak-gebrak sama madam sampai akhirnya hening, Teyong hela napas lega.

"Tertangkap."

Sayangnya lega itu tidak berjalan lama. Badan Teyong langsung tersentak dan tertarik mundur sendiri duduk dikursi kayu. Badannya juga langsung terlilit sama tali yang entah muncul dari mana. Teyong memberontak mencoba melepaskan diri tapi ikatannya terlalu kuat.

Lalu Celyn muncul dari kegelapan sambil tersenyum. Wajah keriputnya membuat Teyong berdesis antara jijik dan takut.

"Lepasin gue sialan!"

"Sialan? Apa itu sialan?" Celyn malah miringkan kepalanya mendadak jadi anak kecil yang sok polos.

Tiba-tiba lilin menyala melingkari Teyong. Jumlahnya ada lima. Lilin itu dititik ujung gambar bintang. Kursi Teyong ditengah langsung berputar menghadap jendela besar didepannya. Tepat didepan bulan yang terlihat sedikit lagi akan purnama. Cahaya birunya terang berhasil buat Teyong terhipnotip. Sedikit lagi sebelum dia geleng-geleng kepala panggil kesadarannya.

Teyong menggertak dan bergerak amburadul lagi. Memaksa dirinya buat lepas dari ikatan tapi masih susah. Dia lirik Celyn yang sekarang malah kelilingi dia sambil taruh mangkuk-mangkuk kecil disekitar lilin sambil bersenandung. Teyong seketika diam karena setelah mangkuk kecil itu ditaruh, sebuah organ yang Teyong tahu apa itu diletakkan disana. Tapi tidak semuanya. Masih tersisa tiga yang kosong.

Celyn lalu menatap Teyong. "Punya Teyong disini," katanya sambil menunjuk mangkuk kosong didepannya.

Teyong menelan ludahnya. Celyn malah tersenyum manis kearahnya yang entah sejak kapan mukanya sudah tidak penuh keriput lagi. Celyn lalu pergi kesatu lemari kecil untuk meraih sesuatu. Sebuah congkek pengganti tangan bajak laut. Teyong langsung melotot melihat itu ketika Celyn berlajan mendekatinya sambil membawa benda tajam itu.

Teyong  mencoba membawa kursinya mundur begitu Celyn sudah berdiri didepannya. "Lo mau apa? Lo mau apain gue?!"

"Kata mama tidak sakit. Seperti digigit belatung."

"Nggak?! Nggak!? Jauh-jauh lo bangsat!? Nggaakkk?!"

Congkek itu tertancap langsung didada kiri Teyong. Darah langsung  mengalir segar keluar dari sana. Teyong merasa oksigennya menipis. Celyn malah terlihat biasa saja setelah menancapkan congkek itu. Memutarnya menghadap keatas yang semakin membuat Teyong tersiksa. Mulutnya pun ikut mengeluarkan darah.

Makin dalam makin Celyn tekan congkek itu kearah jantung Teyong. Hingga dia rasa ujungnya sudah mencapai yang dia mau, dengan sekali tarik congkek itu dilepas dari dada Teyong. Jantung yang anehnya masih  berdetak kini terpampang. Celyn tersenyum lalu berbalik menaruh jantung Teyong dalam mangkuk kosong yang ditunjuk tadi.

Mayat Teyong yang sudah tidak bernapas kini Celyn buang pada sekawanan maid yang seperti zombie yang langsung dilahap habis sama mereka. Bahkan bunyi dari tumpukan tulang belulan sangat terdengar jelas.

"Dua lagi. Tapi Celyn lelah."

***

Hecan meringkuk memeluk lututnya. Dia juga sembunyikan mukanya dilipatan tangan. Badannya bergetar dan terus bergumam kalau ini cuman mimpi. Air matanya tidak berhenti mengalir dan sekarang dia ketakutan setengah mati.

Hecan sendiri. Tidak ada Minyu atau Joni. Joni sudah mati. Tepat didepannya seperti Yuka. Hecan tidak tahu nasib yang lainnya. Hecan mau keluar, dia masih mau hidup. Dia mau pulang, ketemu sama ayahnya dan tinggal bahagia bersama. Hecan takut gelap, dia takut mati. Hecan tidak mau nyawanya diambil sama pemilik hotel ini.

"Cuman mimpi, cuman mimpi, cuman mimpi, cum—"

Trak!

Hecan berhenti dan mematung. Napasnya juga tertahan. Pelan-pelan Hecan mengangkat kepalanya untuk melihat sekitar. Ingin mencari tahu asal suara yang dia dengar tapi hanya kegelapan yang dia lihat. Hecan kembali menangis tanpa suara.

Trak!

Bunyi itu terdengar lagi dan Hecan semakin takut. Dia pelan-pelan berdiri dari posisinya untuk bersiap lari meski saat ini tenaganya sudah benar-benar habis. Lututnya yang dia rasa basah sebelumnya ternyata berdarah sebab tertusuk duri besar saat mencoba kabur bersama Joni tadi.

Hingga seorang maid berbaju putih muncul dari ujung lorong tempatnya. Hecan menggigit bibirnya kuat-kuat dan berjalan dengan punggung yang menyentuh dinding lorong. Maid itu itu juga bergerak pelan seperti zombie yang  berseok. Tangan Hecan meraba-raba sambil berdoa mendapat perpotongan lorong tapi tak kunjung dapat juga. Hecan berusaha mati-matian menahan suara tangisannya untuk tidak lepas meski dia tahu kalau maid itu saat ini sedang mengincarnya.

Hingga tangan Hecan yang meraba tidak menyentuh dinding. Hecan lalu melepas napas lega yang tertahan namun paksa. Tapi Hecan tidak sempat berbalik masuk kelorong itu  karena lebih dulu ditarik oleh seseorang.

Hecan terlalu kaget untuk mencerna apa yang baru saja terjadi padanya dan siapa yang menariknya karena saat ini dia dipaksa lagi untuk berlari.

"M-minyu...?"

"Jangan lepas tangan gue, Can."

[1] The Motel - NCT 127✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang