Hecan perlahan-lahan membuka matanya. Sayup-sayup mendengarkan langkah langkah kaki bersamaan dengan suara-suara orang berbicara. Pandangannya masih kabur menyesuaikan. Bau obat-obatan langsung tercium olehnya.
Hecan menerjap untuk yang terakhir. Memperjelas penglihatannya dan dia dapat beberapa orang yang berlalu lalang dengan pakaian perawat sambil membawa obat-obatan. Sisi kanan maupun kirinya pun terlihat orang yang tengah dalam proses pemeriksaan. Sampai tiba-tiba, seseorang menarik gorden pembatas tempatnya berbaring.
"Eh? Sudah bangun?"
Hecan malah makin kaget dengan ucapan orang berseragam dokter itu. Cuman mengatakan tiga kata lepas itu menutup gordennya kembali dan menghilang. Hecan lalu kembali menatap sekelilingnya.
Sret!
"Hecan!?"
Yang punya nama langsung menoleh. Mendapat wajah seorang anak lelaki penuh risau.
"Oh, thanks god. Akhirnya lo bangun," ucap anak itu sembari memeluknya. Hecan masih diam karena heran.
Orang itu lalu melepas pelukannya. "Kenapa? Lo pusing? Atau haus? Ada yang sakit?"
Gorden pembatasnnya langsung ditarik sempurna sama satu orang yang badannya tinggi. Dia lalu menatap cowok yang mengkhawatirkan Hecan dengan pandangan malas.
"Dia cuman demam kali. Heboh amat lo."
"Demam sih, demam bang. Tapi nggak sadar tiga hari itu yang bikin gue panik," jawab anak cowok yang khawatirkan Hecan.
Orang lain pun muncul, sampai Hecan mengihitung jumlahnya, mereka ada delapan. Hecan masih dalam mode herannya karena dalam sepengetahuannya, orang-orang yang mengelilinginya saat ini sudah mati. Tapi-
"Gitu amat natapnya. Kayak orang amnesia aja lo, Can," kata cowok yang berlesung pipi.
"Jangan-jangan dia amnesia beneran?"
"Nggak usah ngaco deh, Wu. Demam mana bisa bikin orang amnesia. Ada-ada aja," balas cowok tinggi yang buka kain gorden Hecan tadi.
"Kan siapa tau."
Satu diantara mereka yang punya alis tebal dan rahang tegas mendekati Hecan dan duduk disampingnya.
"Lo bikin khawatir aja deh, Can," katanya. "Lo kalo kenapa-kenapa tuh bilang. Jangan dipendem. Kita jadi mana tau kalo lo ada apa-apanya."
Ucapan itu langsung diangguki sama mereka semua. Termasuk cowok yang masih pasang muka risaunya dapat Hecan bangun.
"Masih untung Minyu periksa balik kenapa lo belum bangun. Begini lo mati demam dirumah bang Teli."
Hecan berkedip. "Demam?"
Otak Hecan berpikir keras. Dia langsung bangun dibantu sama cowok disampingnya. Hecan lalu membuang muka menatap sekelilingnya. Tangannya dipasang infus. Jendela diluar terang. Jam dinding dalam ruangan menunjukkan pukul tiga sore.
"Sekarang tanggal berapa?" tanya Hecan.
"Tujuh Juni," jawab cowok yang badannya besar kayak bodyguard.
"Gue tidur berapa lama?"
"Tiga hari. Padahal kemarin ulang tahun lo. Kita mau raya-akh!" ucapanya langsung terpotong karena cowok disamping yang mukanya datar sikut perutnya.
"Tiga hari?" gumam Hecan sambil menunduk.
"Kenapa, Can?"
Hecan mengadah. "Liburannya gimana?"
"Liburan?"
Satu cowok yang agak pendek maju selangkah. "Liburannya nggak jadi karena kamu sakit, Can. Minyu jadi nggak mau pergi dan kami semua sepakat juga nggak jadi pergi," jelasnya.
"Motelbya? Kita liburan dimotelkan?"
Semua yang natap dia langsung heran.
"Lo habis bangun demam tapi soal liburan masih lancar ya ingatnya. Ternyata nggak amnesia beneran." Cowok badan besar kayak bodyguard kekeh diakhir.
"Batal, Can."
Hecan langsung diam. Jadi semua yang dialaminya hanya sekedar mimpi? Hecan merasa lega campur heran bersamaan.
Cowok yang disamping Hecan langsung memeluknya lagi. "Lo jangan diam-diam lagi kayak kemarin, Can. Gue khawatir," katanya.
Hecan tersenyum dan pelan-pelan angkat tangannya buat balas pelukan itu. "Iya, Minyu. Maaf."
Hecan lega jika memang semuanya hanya mimpi. Tapi dia berdoa semoga mimpi itu tidak terulang dan menjadi kenyataan. Hecan sudah terlampau takut ditinggal sendirian apalagi dalam keadaan yang mengerikan seperti itu.
Ruang tempat Hecan dirawat langsung ceria. Hecan yang sudah bangun dari masa tidur demamnya tiga hari membuat Minyu menjadi sangat cerewet. Doyo juga sama cerewetnya tapi lebih mirip ibu-ibu yang memarahi anaknya. Beruntung ada Joni yang selalu disisi pendukung Hecan. Ditambah Teli juga yang menegur Doyo kalau bukan saatnya untuk mengoceh panjang lebar.
Yuka sendiri cuman diam memandangi mereka satu-satu. Sisi lain dia juga lega karena Hecan sudah bangun meski kayak orang amnesia. Bisa-bisanya Hecan demam tidak bangun selama tiga hari? Mimpinya pasti panjang.
Lain Jiwu yang malah ikut berceloteh bercerita sama Hecan dan Minyu soal hari-harinya tanpa Hecan. Mulai dari aksi dramatisnya yang seolah dijadikan babu, membuat Teyong menegurnya dengan muka datar. Hecan cuman bisa tersenyum dan Jeyun manggut-manggut sambil dengar ocehan Jiwu.
Hecan menatap mereka satu-satu. Hal paling berharga dalam hidupnya masih ada dan masih hidup bersamanya. Dia lalu berpaling pada Minyu yang sekarang sibuk mengupas jeruk.
"Minyu."
"Hm?" Cowok itu berhenti demi menatap Hecan dan menyuapinya dengan sepotong jeruk. "Kenapa, Can?"
"Jangan ingkar janji lagi."
Minyu berkedip mendengar lantunan Hecan. Tapi tidak lama setelahnya dia tersenyum dan mengangguk.
"Nggak akan."
Membuat Hecan juga membalas senyumannya tidak kalah lebar. Membuat kalung bulan dan matahari yang dikenakannya menjadi bersinar sekilas.
FIN.
Kalian ngeh sesuatu nggak?
Btw, terima kasih sudah membaca cerita pertamaku ini. Aku tidak tahu apakah kesan horornya sampai dikalian tapi aku berharap kalian menikmati ceritanya.
Aku akan kembali dengan cerita lain secepatnya. Dan mungkin akan aku garis bawahi untuk tidak menghilang selama setahun.
Hihihi, maaf:)
Sampai jumpa dicerita lain!
.loli🍭
KAMU SEDANG MEMBACA
[1] The Motel - NCT 127✓
TerrorLiburan semester ambil rencana untuk liburan selama dua minggu. Lumayan untuk healing dan hilangkan stress. Tapi bagaimana kalau healingnya sudah sampai tahap jiwa yang ikutan healing keluar dari raga? Start: Juni, 2022 Finish: Juni, 2023