10

100 50 7
                                    

Surat lama

Mata Clara terbuka lebar tak percaya mendengarkan cerita Prof. Wer tentang pria yang ditemuinya dulu. Ia itu bernama War yang merupakan saudara dari prof. Wer, bukan hanya saudara biasa melainkan saudara kembar, pantas saja wajah mereka begitu mirip.

Prof. Wer mengantar Clara ke depan terowongan setelah semua pertanyaan yang ia berikan terjawab. Begitu banyak hal-hal yang belum ia mengerti tentang negeri ini. Negeri yang di namakan dengan negeri Strength, penduduk yang memiliki kekuatan, silsilah pemerintahan, dan sistem kota yang begitu rumit membuat kepala terasa sakit.

Dari yang Clara dengar semua penduduk di negeri ini banyak yang juga tidak memiliki kekuatan apapun, jadi hanya keturunan tertentu yang memilikinya.

***

Sekarang Clara sampai di kediamannya. Belum juga berbaring ketukan pintu terdengar, saat bangun sambil menuju ke arah pintu untuk melihat siapa yang baru saja mengetuk, Clara melirik jam yang ada di ruang tamu. Jam menunjukkan pukul 08.34 malam. Ia tadi pergi dan masuk terowongan itu pukul enam malam, dan menghabiskan waktu kurang lebih selama tiga jam di sana. Sebelum membuka pintu, Clara memastikan dulu melihat di balik jendela dekat pintu untuk melihat siapa di balik pintu, apakah itu orang yang ia kenal atau tidak, untuk menghindari kejadian yang tak di inginkan. Terlihat wanita yang merupakan penduduk sini sambil membawa orang yang tak Clara kenal, dan juga pak RT.

Clara membuka pintu perlahan, mereka tersenyum menatap Clara. Tentu saja Clara mempersilahkan masuk. Kini mereka sudah berada di ruang tamu, duduk. "Jadi ini yang namanya Clara," ucap seorang wanita yang tak pernah Clara kenal sebelumnya.

Perbincangan yang cukup lama itu akhirnya berakhir, mereka memang terlihat tak berterus terang akan kedatangannya ke rumah Clara. Tapi Clara cukup peka, Clara yakin wanita yang bersama dengan pak RT dan tetangganya itu ingin mengadopsi Clara sebagai keluarganya.

Wanita yang datang tadi bercerita tentang hidupnya yang sebatang kara sama seperti Clara, ia baru saja di tinggalkan suami yang merupakan keluarga satu-satunya. Saat ia mendengar akan cerita Clara dari temanya yang merupakan salah satu penduduk dekat rumah Clara, ia menjadi ingin melihat Clara secara langsung. Walupun Clara tahu wanita yang datang terlihat tulus dan baik, tapi tetap saja ia belum siap akan semuanya.

Clara melihat kedua amplop yang di berikan oleh Prof. Wer, kedua amplop itu berwarna putih tapi tak putih biasa melainkan warna putih yang sedikit ke kuningan akibat kertas yang sudah lama. Ia masuk sambil memegang kedua amplop yang berisikan surat, saat sudah di kamar mata Clara seolah langsung tertuju ke salah satu surat.

"Sepertinya surat ini sudah lama," gumam Clara sambil menepuk pelan surat agar menghilangkan debu yang menempel.

Ia membuka amplop perlahan hingga terlihat sebuah surat yang memiliki tulisan tangan yang begitu cantik.

Untuk Clara Oktavia, mungkin kau sudah besar sekarang dan memakai gelang yang ku berikan. Maaf karna aku tak bisa menyampaikan ini langsung. Aku tahu bahwa kamu sedang ragu untuk memilih. Tapi, menurutku sebaiknya kau dengarkan apa yang hati kecilmu inginkan, dan yakinlah semuanya akan baik-baik saja.  Kami tidak memaksamu untuk pergi, kami hanya ingin kau hadir di sisi kami, banyak orang yang mendukungmu, walau banyak juga yang menentang mu. Tapi ketahuilah  bahwa aku selalu akan mendukungmu.
Dari laki-laki yang kau tabrak.

Setelah membaca isi amplop pertama Clara langsung menatap gelang merah yang ada di tangannya. "Ini adalah hadiah yang ada di depan rumah, tak tau siapa yang memberikannya. Ternyata saudara Prof. Wer."

"Apa aku terima saja tawaran mereka, berada di rumah ini hanya membuatku terus teringat ayah dan ibu, dan di tambah lagi para warga di sini mungkin akan mencarikan ku orang tua angkat. Aku tidak ingin itu."

"Tunggu! Apa yang ku harapkan. Bisa saja di sana akan berbahaya, aku tak tahu apa yang sedang menungguku," ucap Clara sambil menggelengkan kepala agar tersadar.

Clara tidak membuka amplop satunya karena perintah prof. Wer yang mengatakan bahwa surat itu boleh di buka, kecuali jika ia sudah benar-benar yakin untuk tinggal di negeri Strength.

***

Prof. Wer meninggalkan terowongan setelah mengantarkan Clara. Dengan kekuatan transportasi ia menghilang sejenak dan sampai di sebuah rumah berdinding batu, Prof. Wer langsung masuk ke dalam setelah melihat pintu rumah yang terbuka.

Terlihat seorang pria yang berumur lebih muda beberapa tahun dari Prof. Wer, dengan tubuh yang lebih kecil dan rambut berwarna pirang yang sangat tipis, bahkan ada bagian dari kepalnya tidak memiliki rambut.

Pria itu sedang duduk di bangku santainya dengan memegang cangkir berisi wine. "Selamat datang, temanku Wer." Sapanya langsung menaruh cangkir. Pria itu langsung berdiri menuju Prof. Wer dan memeluknya. Ia melepaskan pelukannya dan menatap Prof. Wer penuh selidik.

Prof. Wer yang menyadari itu hanya tersenyum. "Apa kau tidak menyuruh teman yang datang dari jauh ini untuk duduk," ucap Prof. Wer.

"Tentu saja, duduklah," sahut pria itu santai menuju ke arah sofa berwarna merah marun yang nampak begitu mewah.

"Apa kita masih berteman? Kau tak mengunjungi ku lebih dari tiga puluh tahun Wer," ucapnya dengan penuh penekanan.

"Setelah lama tidak bertemu kau makin cerewet Alby." Keluh prof. Wer.

"Dan kau semakin tua Wer, lihatlah rambutmu yang berubah menjadi putih penuh uban," ejek pria bernama Alby.

Prof.wer tertawa mendengar dirinya di ejek oleh teman lamanya. "Sepertinya saat umurmu sepertiku, rambutmu itu tidak ada lagi," balas prof. Wer

Sontak Alby langsung memegang kepalanya yang sudah hampir botak. "Berhentilah bercanda Wer ada apa kau ke sini," ucap Alby serius.

Prof. Wer langsung merubah ekspresi wajahnya serius, menatap pria yang masih menunggu alasan ia datang. "Aku sudah bertemu dengan Clara."

"Apa maksudmu!!" ucap Alby terkejut.

Bersambung...

Di Antara Ruang. [Season 1]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang