11

103 43 13
                                    


Happy reading ^^

Keputusan

Ruang yang tak begitu besar itu tiba-tiba lenggang sejenak, menyisakan suara jarum jam.

"Apa Clara yang kau maksud, Clara yang sering di bicarakan?" tanya Alby memastikan.

"Apa aku sedang bercanda sekarang. Tentu saja yang ku bicarakan sekarang adalah Clara Oktavia."

"Bukankah ia akan datang kembali kesini untuk melawan Sang peniru saat umurnya 20 tahun, sekarang umurnya masih 15 tahun. Apa kau benar-benar yakin bahwa itu adalah Clara yang di maksud oleh kakakmu." Alby kembali memastikan.

Prof. Wer menghela nafas. "Aku sendiri yang melihatnya Alby. Beckett memberikan sehelai rambut Clara dan aku menyentuhnya, dia memang Clara yang asli."

"Ckh... Beckett," ucap Alby kesal usai mendengar nama Beckett.

"Ayolah. Aku serius, bukankah sebaiknya kalian berbaikan saja, kejadian itu sudah lama terjadi," ucap prof. Wer.

"Jadi apa yang kau inginkan dariku?"

"Aku menginginkan pendapatmu," sahut prof. Wer dengan yakin.

"Apa kau tidak ada orang lain untuk di minta berpendapat. Banyak para pengajar di Lonioidea dan petinggi yang bisa kau tanya, kenapa seorang mantan guru seperti aku ini yang malah kau mintai pendapat."

"Entahlah."

"Baiklah. Menurutku jika Clara yang kau maksud itu benar, mungkin saja masa depan yang kakak mu lihat sudah berubah. Bisa saja Sang Peniru menjadi lebih kuat sehingga ia berhasil merubahnya, dan akan menang melawan anak itu," jelas Alby.

"Jadi apa yang harus ku lakukan?" tanya prof. Wer sekali lagi.

"Menyekolahkannya di Lonioidea."

"Kita memang sepemikiran Alby," gumam prof. Wer.

***

Pagi akhirnya tiba, Clara yang baru saja bangun langsung pergi menuju ke kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya.

Di luar rumah terdengar suara hujan beserta gemuruh, memang akhir-akhir ini sangat sering sekali terjadi hujan dikarenakan memang musim hujan. Tak banyak yang bisa ia lakukan, ia hanya sarapan dan dan membersihkan rumah seperti biasa. Ketika sudah siang, hujan berhenti Clara membuka jendela untuk memastikannya. Yah... hanya rintik-rintik hujan yang tersisa. Jalan dan sekitarnya menjadi basah akibat hujan. Ia menghirup udara yang bersih tak ada polusi itu beberapa kali sambil melihat ke sekeliling.

Tak sengaja Clara melihat sosok seseorang yang pernah ia lihat sebelumnya, berdiri tak jauh dari rumahnya. Rambut putihnya terkena tetesan dari rintik hujan, jubah berwarna hitamnya yang tertiup angin memberikan kesan misterius.

Ia tersenyum  sambil mendekat, Clara yang berada di depan pintu hanya berdiri menunggu sosok itu mendekat.

"Siang anakku Clara," ucapnya sambil memberikan senyum.

Sontak Clara mempersilahkan prof. Wer untuk masuk.

"Clara apa kau sudah membaca suratnya?" tanya prof. Wer.

"Iya."

"Aku ingin kau bersekolah di negeri Strength," ucap Prof. Wer terus terang.

Clara terkejut. "Maksud anda?"

"Sekolah itu bukanlah sekolah biasa Clara, hanya orang yang tertentu yang bisa masuk. Di sana semua murid wajib tinggal di asrama dan kau juga bisa tinggal di sana."

"Jadi maksud anda aku harus meninggalkan rumah ini dan tinggal di asrama."

"Anakku Clara terowongan itu tidak terbuka pada sembarang orang, dan kau bisa melaluinya. Jadi, mungkin saja di balik itu semua ada alasan yang harus kau cari tau. Aku tidak memaksamu, jika kau ikut, kau tetap bisa kembali ke rumah ini sesekali."

Prof. Wer berdiri dari duduknya. "Kau pikirkanlah dulu." Berusaha memberikan waktu untuk Clara berpikir.

"Aku akan sekolah di sana," ucap Clara spontan.

Bersambung...

Di Antara Ruang. [Season 1]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang