11. Selasa duka

1.9K 121 3
                                    

Firasat buruk selalu saja terasa.

_Rasat_


Sekar berjalan dengan pelan menuju ke arah kelasnya, tanpa mengalihkan pandangannya ke arah yang lain, ia tetap menatap ke arah bawah, sepatunya itu lebih menarik untuk matanya daripada mata manusia. Kadang ia sangat ingin menghilangkan kemampuannya, karena bisa membaca pikiran orang adalah hal yang sangat menyakitkan.

Damar berjalan di samping Sekar membuat Sekar tersentak di buatnya. Damar berjalan dengan tatapan lurus ke depan.

"Kar, ternyata firasat kamu itu benar, kemarin untungnya aku nggak ke sana, dan di sana terjadi kecelakaan di jalan itu Kar, korbannya mati di tempat."

"Hmm, jangan terlalu percaya sama aku."

"M-maksudnya gimana Kar?"

"Cuma kebetulan."  Damar mengangguk lalu segera masuk ke dalam kelasnya setelah berpamitan kepada Sekar.

Sekar terdiam sejenak sebelum melepaskan sepatunya, Sekar tidak sengaja mendengar obrolan sahabat Melisa, Dian. Sekar berhenti sejenak untuk mendengarkan apa yang sedang mereka bicarakan.

"Kok Melisa belum berangkat sih! Padahal
sebentar lagi masuk!"

"Gue juga nggak tahu."

"Udah gue telepon, tapi ponselnya nggak aktif!" panik dan khawatir salah satunya.

"Gue ngerasa nggak enak, kaya ada sesuatu yang bakal terjadi sama Melisa."

"Positif thinking aja, mungkin dia ada urusan memdadak yang nggak sempet ngehubungin kita, nanti pulang sekolah kita ke rumahnya aja, kita tanya langsung ke dia aja."

Sekar berdoa di dalam hatinya, semoga Melisa baik-baik saja. Sekar memasuki kelasnya dengan berjalan pelan.

"Raya minta kamu buat sering main ke rumahnya." Ucap Sekar lalu duduk di tempat duduknya. Ia tidak suka berbasa-basi.

"Kenapa lo bisa kenal sama dia?" tanya Clara yang keheranan bingung.

Sekar memilih tidak menjawabnya dan langsung duduk di kursinya sendiri.

"Palingan ngada-ngada dia Cla, udahlah jangan dengerin omongan dia lagi."

"Ouh iya gue lupa, dia kan orang gila."
Sekar tidak memperdulikan ucapan mereka, yang terpenting ia sudah menyampaikan pesan Raya.

***

Bel istirahat berbunyi, namun Sekar sedari tadi merasakan firasat yang sangat buruk. Sekar memasukan alat tulisnya ke dalam laci, menelungkupkan tangannya lalu memejamkan matanya untuk menenangkan pikirannya yang setiap harinya kacau.

Mempunyai kemampuan seperti tidaklah menyenangkan, ia ingin seperti orang lain.
Tenang tanpa harus melihat mereka setiap detik yang berdampingan dengan kita.

Sekar

Sekar terlonjak kaget dan langsung melihat ke arah sekelilingnya, tidak ada siapapun di sini. Perhatiannya teralihkan ketika suara ramai di depan seperti seseorang yang tengah berlari tergesa-gesa membuatnya berdiri lalu menuju ke arah luar.

Damar berlari dengan nafas yang terengah-engah menuju ke arah Sekar. Damar sedikit membungkuk ketika berada di depan Sekar. Damar menghirup udara sejenak.

"Kar-"

"Kar, Melisa dia... Meninggal."

Sekar menegang di tempat, ternyata memang ada sesuatu sedari tadi yang mengganggu pikirannya.
Sekar jadi merasa bersalah saat ini, harusnya dia kemarin tidak menuruti perintah Melisa, pasti Melisa masih ada di sini.

RASATTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang