Bab 15. Make Up Ala-Ala

24 6 1
                                    

"Ternyata cukup melegakan saat aku menuliskan perasaanku tentang Lei. Jadi aku ingin mencoba juga untuk mengungkapkan perasaan lainnya. Tentu saja pada kertas yang berbeda. Aku tidak ingin perasaan sedihku mengotori cerita tentang perasaan cintaku kepada Leighton."

Tangan Ivana sudah hampir kembali membalik halaman pada buku harian Liliya yang Ivana temukan di bawah kolong lemari itu. Akan tetapi, ketukan pada pintu kamar Liliya berhasil membuat Ivana terkejut dan buru-buru menutup buku di tangannya itu. “Nona Liliya? Apa Nona sudah bangun? Ini Adrina.”

Setelah mendengar suara Adrina, Ivana pun buru-buru memasukkan kedua buku harian milik Liliya ke dalam laci meja rias. “Iya, sebentar. Aku sudah bangun,” jawab Ivana lalu buru-buru membukakan pintu untuk Adrina.

“Ada apa? Kenapa tengah malam memanggilku?” tanya Ivana begitu membukakan pintu untuk Adrina.

“Maaf, Nona. Ini sudah hampir pagi dan Nyonya meminta saya untuk membangunkan Nona Liliya lebih pagi.” Ivana mengerutkan dahi saat mendengar hal tersebut.

“Sudah hampir pagi?” tanya Ivana memastikan. Kemudian perempuan itu menolehkan kepalanya ke belakang untuk melihat ke arah jendela. Semburat cahaya kekuningan mulai tampak tipis-tipis mewarnai langit. “Hah? Benar sudah hampir pagi. Perasaan tadi aku masih bisa melihat rembulannya.”

Ivana pun kembali menolehkan kepala untuk menatap Adrina. “Memang Ibu mau memintaku melakukan apa sampai aku harus bangun pagi-pagi buta?” Lanjut tanya Ivana sembari menguap. Sialnya sejak semalam, dia baru merasa mengantuk dan butuh tidur.

“Nona diminta untuk menggantikan Nyonya menghadiri acara panen raya di perkebunan rakyat,” jelas Adrina yang lagi-lagi membuat Ivana mengerutkan dahinya. Di dalam hati Ivana saat ini, dia sedang menggerutu akan ketidak pahamannya dengan dunia tempat Liliya tinggal. Ivana berharap setidaknya ada sebuah buku panduan untuk menjalani kehidupan Liliya.

“Emm … apa yang harus aku lakukan?” tanya Ivana sembari menggaruk-garuk tengkuknya. Pertanyaan Ivana tersebut berhasil membuat Adrina balas menatap Ivana dengan dahi berkerut. Ada sedikit perasaan aneh yang dirasakan Adrina terhadap nonanya. Bagaimana tidak? Beberapa hari terakhir, Liliya selalu menanyakan pertanyaan yang seharusnya sudah perempuan itu ketahui jawabannya.

Namun, karena tidak ingin ambil pusing dan membangkang kepada sang majikan. Adrina pun menjawab saja pertanyaan Liliya sesuai dengan apa yang dirinya ketahui. “Nona … hanya perlu datang dan menikmati acaranya saja sebagai perwakilan dari Keluarga Floyd. Mungkin di sana nanti juga akan ada perwakilan dari beberapa keluarga bangsawan lainnya.”

Mendengar kata ‘bangsawan’, mendadak Ivana jadi teringat dengan Rega. “Benarkah? Apakah perwakilan Keluarga Hinton juga akan ada di sana?” tanya Ivana penasaran yang sebenarnya ingin dia ketahui adalah apakah Rega akan berada di perayaan itu juga atau tidak.

“Kalau itu … sepertinya tidak, Nona,” jawab Adrina yang berhasil membuat Ivana merasa kecewa.

“Eh? Memangnya kenapa? Bukankah mereka juga keluarga bangsawan?” Ivana menatap Adrina dengan bingung.

“Akan tetapi mereka tidak berasal dari Ardes County, Nona. Mereka berasal dari Nonius County … eh, tetapi mungkin saja mereka datang. Jika dari semalam mereka masih menginap di Ardes County, kemungkinan mereka datang.”

Seketika itu juga, Ivana kembali bersemangat. Jika dari apa yang dikatakan oleh Adrina, maka ada kesempatan bagi Ivana untuk kembali bertemu dengan Rega. “Baiklah kalau begitu, aku akan segera bersiap-siap … oh, iya. Bisakah kamu membantuku untuk berdandan setelah mandi dan bantu aku memilihkan pakaian?” Entah Ivana mendapatkan semangat dari mana. Akan tetapi, perempuan itu sedang ingin berdandan. Mungkin karena perempuan itu mengetahui bahwa dirinya akan bertemu dengan rega.

“Baik, Nona.” Setelah itu, Adrina masuk ke dalam kamar Liliya untuk mencarikan gaun. Sementara Ivana pergi mandi.

Lalu saat Ivana keluar dari kamar mandi, sudah terdapat sebuah gaun yang tersedia. Gaun berwarna biru dengan beberapa kombinasi berwarna putih tulang. Adrina mengangkat gaun tersebut untuk menunjukkannya kepada Ivana–Liliya dalam perspektif Adrina. “Bagaimana menurut Nona?”

Ivana memperhatikan gaun tersebut dari atas sampai bawah. Kemudian tersenyum kepada Adrina sembari mengacungkan jempol kanannya. “Bagus, aku suka pilihanmu.”

Kemudian Adrina membantu Ivana untuk memakai gaun tersebut. “Ugh!” pekik Ivana saat merasa bahwa Adrina memasangkan gaunnya dengan terlalu erat.

“Eh, maaf, Nona. Terlalu erat, ya?” tanya Adrina untuk memastikan yang dijawab Ivana dengan anggukan kepala. Kemudian Adrina pun sedikit melonggarkan ikatan pada gaun Ivana.

Selanjutnya Adrina membantu Ivana untuk merias wajah. Hal pertama yang perlu dilakukan adalah mengoleskan krim wajah. Ivana sedikit mendelikkan wajahnya ketika melihat isi dari wadah krim wajah yang tergeletak di atas meja rias. Sebelumnya saat Savina meriasinya, Ivana tidak sempat memperhatikan. Akan tetapi, sekarang saat sudah sempat memperhatikannya dengan lebih detail, Ivana merasa risih sendiri … dan agak ngeri. Warna putih tulang dengan bintik-bintik hitam kecil di atasnya. Jika di masa depan, mungkin bentuknya seperti krim wajah yang sudah lama tidak dipakai.

Setelah selesai mengoleskan krim wajah, Adrina pun ganti menepuk-nepukkan bedak bubuk ke wajah Liliya. Setelah itu, Adrina menggunakan pewarna wajah berwarna merah untuk mewarnai pipi, kelopak mata, dan juga bibir Liliya. Kemudian digunakannya pewarna wajah berwarna coklat gelap untuk membuat alis tampak lebih tebal.

Lalu setelah selesai dengan wajah dan pakaian. Adrina pun beralih pada rambut Liliya. Digelungnya rambut sepunggung milik Liliya. Rambut yang terkadang membuat Ivana risih sendiri karena perempuan itu terbiasa dengan rambut yang nyaris selalu pendek. Adrina tidak hanya menggelung rambut, tetapi juga menambahkan hiasan berupa pita yang senada dengan pakaian yang dikenakan oleh Ivana. Dan … selesai.

Ivana memandangi pantulan tubuh Liliya pada cermin. Ivana sedikit berputar-putar untuk melihat penampilannya secara keseluruhan. Ya, meskipun menurut Ivana terlalu berlebihan dan sedikit menor. Akan tetapi, karena pada dasarnya Liliya memang sudah cantik, sehingga kemenoran itu pun tidak terlalu menjadi masalah pada wajah Liliya.

“Apakah masih ada yang kurang, Nona?” tanya Adrina karena setelah selesai dirias, Ivana hanya diam sembari terus mengamati pantulan tubuh Liliya di depan cermin.

Ivana menggelengkan kepala. “Tidak-tidak ada masalah. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Ini sudah cukup. Terima kasih, Adrina.” Ivana memberikan sebuah senyuman kepada Adrina yang membuat perempuan itu pun balas tersenyum senang.

Setelah itu Ivana memberikan izin kepada Adrina jika perempuan itu ingin undur diri untuk melakukan tugasnya yang lain. “Baiklah, Nona. Semoga acara hari ini berjalan dengan lancar. Sebelum berangkat, Nona bisa sarapan terlebih dahulu, sudah ada sarapan di meja makan. Setelah itu, Nona bisa langsung berangkat karena tadi Nyonya sudah meminta agar Nona disiapkan kereta kuda,” pesan Adrina sebelum meninggalkan Ivana

“Baiklah,” Setelah itu Adrina pun pergi meninggalkan Ivana di kamarnya.

Untuk beberapa saat, Ivana terus memandangi pantulan diri Liliya di dalam cermin. Entah kenapa, lama kelamaan Ivana merasa dandanan orang-orang pada masa sekarang tidak buruk juga. Apa lagi Liliya cukup rupawan. “Apa Rega akan menyukai penampilanku hari ini?”

Namun, tunggu sebentar. Kenapa Ivana jadi memikirkan pendapat Rega tentang penampilannya?

The Past of LiliyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang