Epilog

38 4 0
                                    

“Tuan George, Anda dicurigai atas kasus korupsi dan raja telah menyetujui surat penggeledahan ini. Jadi, izinkan kami untuk melaksanakan tugas.”

Tanpa sempat otak George memproses apa yang terjadi, beberapa orang sudah merangsek masuk ke dalam kediaman Keluarga Floyd. Sedangkan Edward berdiri tepat di hadapan George masih dengan membawa surat izin dari raja. George melihat ke sekeliling halaman rumahnya, tidak ada anak buah lelaki itu. Hanya para prajurit yang memakai seragam prajurit kerajaan.

“Apa-apaan ini? Apa yang kalian lakukan?!” teriak Amelia Ann tidak terima.

“Apa hak kalian melakukan semua ini?” Edward hanya tersenyum saat George mempertanyakan tindakannya sembari melotot marah.

Edward tidak perlu repot-repot menjelaskan apa pun. Dia hanya menyodorkan surat yang sudah sejak tadi dipegangnya. George menerima surat tersebut dengan kasar. Surat itu adalah surat izin penggeledahan atas kecurigaan terhadap kasus korupsi yang dicurigai dilakukan oleh Keluarga Floyd dan Keluarga Hinton. Kemudian dilanjutkan izin penangkapan jika dalam penggeledahan ditemukan bukti yang jelas menjurus pada kasus korupsi.

“Kamu bisa membacanya, bukan? Aku yakin kamu bisa memahami apa yang tertulis di situ.”

George membanting surat tersebut dengan marah setelah membacanya. “Jangan sembarangan menuduhku. Aku sama sekali tidak melakukan hal semenjijikan itu,” elak George.

Edward tersenyum miring. “Kita lihat saja nanti.” Selanjutnya Gwany keluar dari Kediaman Floyd sembari membawa beberapa dokumen.

“Kami menemukan dokumen tersebut di ruang kerja Tuan George Floyd,” jelas Gwany saat menyerahkan berkas tersebut kepada Edward. Untuk sejenak, Edward diam dan memeriksa penemuan Gwany.

Kemudian Edward menunjukkan berkas-berkas tersebut tanpa membiarkan george untuk menyentuhnya. “Tidak perlu repot-repot menjelaskan apa pun, Tuan Floyd. Berkas ini sudah berbicara untukmu.” Dalam sesaat, George langsung menyadari bahwa berkas tersebut adalah berkas yang dia minta kepada Liliya agar disimpan di dalam kamar perempuan itu.

George menolehkan kepala kepada Liliya dengan ekspresi marah. “Dasar anak sialan! Keparat! Aku menyesal sudah membesarkanmu!”

“Bawa mereka dan pastikan mereka sampai di kerajaan untuk diadili,” perintah Edward kepada anak buahnya yang sigap melaksanakan perintah tersebut. Tentu saja George, Herminio, Sara, dan Amelia Ann berontak saat diseret menuju kereta kuda.

George diseret sembari menyumpah serapahi Ivana yang masih berdiri di depan pintu sembari tersenyum. Samar George bisa melihat gerak bibir Ivana. “Maaf, Ayah. Aku tidak menyesal,” ucap Ivana tanpa suara dan sembari tersenyum tipis. Sedangkan Amelia Ann, Herminio, dan Sara diseret sembari mereka terus berusaha mengelak atas kejahatan yang telah mereka lakukan.

Edward dan Gwany menghampiri Ivana. Edward kemudian menjulurkan tangan kepada Ivana. “Terima kasih atas kerja samanya, Nona Liliya. Sebuah kereta kuda akan menjemputmu setelah ini, lalu akan menjemput Rega di tempat tadi, baru setelah itu kalian akan pergi menuju kerajaan.”

Ivana tersenyum lalu menjabat tangan Edward. “Terima kasih kembali, Tuan Edward. Saya harap. Terima kasih juga untuk menepati janji Anda kepada saya. Oh, iya. Tolong sampaikan kepada Tuan dan Nyonya Hintan bahwa saya sudah menyimpan satu tiket untuk keselamatan anak mereka. Jadi mereka tidak perlu mengkhawatirkan keselamatan Rega dan adik-adiknya.”

Edward dan Gwany tersenyum saat mendengar kalimat Ivana. “Baiklah, akan saya sampaikan.” Edward melepaskan jabatan tangannya kepada Ivana. Setelah itu, mereka berpamitan untuk pergi menuju kerajaan terlebih dahulu karena mereka harus membawa tahanan.

The Past of LiliyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang