"Nona Liliya, kenapa hanya diam?" panggil Adrina saat melihat nonanya hanya melamun di depan meja makan. Padahal di depan perempuan itu sudah tersaji sejumlah makan malam.
"Nona," panggil Adrina setelah berdiri lebih dekat dengan Ivana.
"Nona Liliya?" panggil Adrina sekali lagi sembari menepuk pundak Ivana pelan. Baru seetelah itu Ivana tersadar dari lamunannya.
"Hah? Iya?"
"Nona ... melamun sejak tadi. Apakah makanannya tidak enak?" tanya Adrina dengan khawatir.
Ivana buru-buru menggelengkan kepala. Mata perempuan itu menatap makanan di depannya dan Adrina secara bergantian. Dia sebenarnya tidak berniat untuk mengabaikan makanan-makanan itu. Ivana hanya sedang tidak bisa berhenti memikirkan mimpinya tadi sore. Perempuan itu melihat Liliya naik kuda dengan Leighton hingga mereka sampai di padang rumput. Setelah itu, Ivana melihat moncong pistol di depan wajahnya dan kemudian terdengar suara tembakan. Setelah itu Ivana terbangun dalam kondisi terkejut. Apakah itu sebuah pertanda? Atau apa?
"Tidak, bukan karena tidak enak. Aku hanya sedang memikirkan sesuatu. Setelah ini aku akan memakannya," jawab Ivana. Dia jadi merasa tidak enak dengan Adrina yang mukanya sudah tampak takut dan khawatir.
"Baiklah jika begitu. Apakah ada hal lain yang Nona butuhkan?" Ivana kemudian menggelengkan kepala karena sudah tidak ada yang dia butuhkan. Setelah itu Adrina mundur beberapa langkah dan berdiri agak jauh dari Adrina agar nonanya itu bisa melanjutkan makan malamnya.
Kemudian setelah selesai makan malam dan Ivana berniat kembali ke kamar Liliya, Adrina memberikan sebuah surat kepada Ivana. "Nona, tadi sore ada orang yang katanya utusan Tuan diminta untuk mengantarkan surat ini dan memberikannya kepada Nona," ucap Adrina sembari memberikan amplop berisi surat tersebut kepada Ivana.
"Terima kasih, Adrina," balas Ivana setelah menerima surat tersebut.
"Akan tetapi, orang itu juga berpesan bahwa Nona tidak boleh membaca isinya. Cukup disimpan saja dan nanti akan Tuan minta setelah Tuan dan Nyonya pulang," lanjut Adrina sebelum Ivana nyaris melangkahkan kakinya meninggalkan ruang makan.
Ivana mengerutkan dahinya. "Jadi surat ini bukan untukku tetapi untuk Tu ... Ayah?" tanya Ivana yang nyaris ikut-ikutan menyebut ayah Liliya dengan sebutan tuan seperti yang Adrina lakukan. Rasanya sangat aneh bagi lidah Ivana memanggil ayah untuk seseorang yang sebenarnya bukan bapaknya.
Adrina menggelengkan kepala pelan. Wajahnya pun tampak kebingungan. "Saya sendiri juga tidak paham, Nona. Akan tetapi, yang jelas Nona Liliya tidak boleh membacanya dan hanya diminta untuk menyimpannya saja."
Ivana menghela napas. Tuan Floyd memang aneh. "Baiklah kalau begitu. Apa ada hal lain lagi yang mau kamu sampaikan terkait surat ini?" tanya Ivana sebelum dia kembali ke kamar Liliya.
"Tidak ada lagi, Nona," jawab Adrina. Setelah itu Ivana berjalan menuju kamar Liliya sembari memperhatikan amplop surat yang sedang dipegangnya. Tidak ada nama pengirim atau pun nama penerima. Hanya ada sebuah cap yang terletak pada salah satu sisi amplop. Cap yang berbentuk lingkaran dengan huruf 'N' di tengahnya. Akan tetapi, huruf 'N' tersebut dibentuk sedemikian rupa hingga seperti membentuk sebuah lambang. Seperti huruf kaligrafi.
Mendadak Ivana menghentikan langkahnya di tengah jalan ketika perempuan itu menyadari bahwa dirinya merasa familiar dengan lambang tersebut. "Tetapi di mana?" gumam Ivana sembari melanjutkan langkah kakinya perlahan.
Setelah sampai kamar, Ivana meletakkan surat tersebut di rak buku milik Liliya. Di antara buku-buku yang memenuhi rak tersebut. Jika dipikir-pikir, rak buku milik Liliya sangatlah penuh. Ivana jadi penasaran dengan apa saja isi buku-buku itu.
Secara acak, Ivana mengambil sebuah buku yang ternyata buku tersebut adalah buku sejarah dengan judul The Glory of Artera; 25th Under Amos IV. Pada judulnya tertulis gelar raja yang sekarang, seharusnya buku sejarah tersebut berisi tentang Kerajaan Artera pada masa pemerintahan raja yang sekarang. Tampaknya buku tersebut juga masih baru.
Pada halaman-halaman awal buku tersebut dibuka dengan perkenalan mengenai latar belakang dan runtutan silsilah keturunan yang dimiliki oleh Raja Amos IV. Tentu saja Raja Amos IV merupakan putra dari Raja Amos III. Akan tetapi, menariknya Amos IV bukan merupakan keturunan dari ratu tetapi dari selir Amos III. Hal ini karena ratu pada saat itu hanya memiliki satu putra dan putra tersebut meninggal saat masih kecil karena tanpa sengaja keracunan makanan sebab alergi. Meninggalnya sang putra, membuat ratu sedih dan sakit-sakitan sehingga dia tidak bisa memiliki anak lagi sampai akhir hayatnya.
Kemudian Amos IV naik takhta dengan sangat mulus karena anak ratu adalah satu-satunya rival yang dia miliki. Akan tetapi, rival itu telah tiada. Selanjutnya dari seperempat bagian buku yang telah Ivana baca, kebanyakan berisi sanjungan dan pujian kepada Amos IV. Ivana sampai geleng-geleng kepala sendiri dengan heran.
"Ini buku sejarah atau propaganda sebenarnya?" gumam Ivana sembari membuka halaman selanjutnya pada buku yang sedang perempuan itu baca. Akan tetapi, tiba beberapa lembar kertas berjatuhan dari halaman tersebut. Reflek, Ivana menundukkan kepala.
Awalnya, Ivana berpikir bahwa perempuan itu baru saja merusakkan buku Liliya. Akan tetapi, beberapa saat kemudian Ivana menyadari bahwa dia tidak merusak buku tersebut. Kertas-kertas yang berjatuhan itu memang dari awal bukan bagian dari buku The Glory of Artera; 25th Under Amos IV.
Ivana meletakkan kembali buku The Glory of Artera; 25th Under Amos IV ke dalam rak. Kemudian perempuan itu memunguti kertas-kertas yang berserakan di lantai. Setelah membaca isinya sepintas, Ivana menyadari bahwa itu adalah laporan keuangan karena terdapat banyak nominal-nominal uang. Akan tetapi ada banyak kode yang tidak Ivana pahami di dalamnya. Setelah itu, pada pojok kiri atas kertas tersebut, terdapat logo yang tadi Ivana lihat pada amplop yang diberikan Adrina.
Ivana memiringkan kepalanya. "N? Norria?" Ivana melebarkan matanya setelah menggumamkan nama Duchy yang menjadi wilayah kekuasaan Grand duke Solomon. Ivana curiga bahwa surat yang tadi Ivana terima dan kertas-kertas yang sedang perempuan itu pegang, ada hubungannya dengan kudeta.
"Tunggu dulu, apa ini buku besar?" gumam Ivana untuk kesekian kalinya. Ivana pun buru-buru mengambil surat yang tadi diberikan Adrina. Setelah itu dia pun nekat membukanya meskipun telah diperingatkan bahwa Ivana hanya boleh menyimpannya karena surat itu sebenarnya adalah milik George Floyd.
Setelah membuka surat tadi, benar saja dugaan Ivana. Isinya mirip dengan kertas-kertas yang dia temukan. Ivana semakin yakin bahwa logo huruf 'N' itu digunakan untuk alat komunikasi oleh kelompok pengkudeta kerajaan. Jika Ivana bisa menemukan lebih banyak berkas dengan logo tersebut, Ivana yakin bahwa dia juga akan menemukan banyak fakta baru tentang rencana kudeta tersebut. Semakin lama, Ivana semakin merasa bahwa mungkin kematian Liliya ada sangkut pautnya dengan peristiwa kudeta yang mungkin akan terjadi di masa depan.
Apa lagi, fakta bahwa Liliya mati karena dibunuh oleh seorang prajurit. Hal tersebut semakin menambah kecurigaan Ivana mengenai kemungkinan adanya sangkut paut antara kudeta dengan kematian Liliya. Jika memang itu benar, maka Ivana Harus menyelamatkan Liliya dari tragedi yang mengikuti peristiwa kudeta yang sedang direncanakan.
Akan tetapi, kenapa potongan-potongan buku besar ini ada di kamar Liliya? Bahkan George Floyd sendiri yang meminta Liliya untuk menyimpannya? Rasanya tidak mungkin jika hal itu disebabkan karena George mempercayai Liliya. Lelaki itu bahkan tidak menyayangi anak perempuannya.
Selain itu, di mana Ivana bisa mencari berkas-berkas lain dengan logo yang sama? Kamar orang tua Liliya? Ivana menggelengkan kepala, sepertinya tidak mungkin. Ruang kerja George? Bisa saja, tetapi jika berkas-berkas itu harus disembunyikan, ruang kerja akan menjadi tempat yang paling mudah untuk ditebak. Kemudian Ivana terpikirkan kamar Liliya. "Apakah mungkin berkas lainnya juga di simpan di sini?"
KAMU SEDANG MEMBACA
The Past of Liliya
FantasyIvana terlempar ke masa lalu dan jiwanya masuk ke dalam raga Liliya-objek dalam lukisan The Smile You Gave. Sebuah mimpi membuat Ivana berasumsi bahwa untuk kembali ke masa depan, dirinya harus menyelesaikan urusan Liliya dan menyelamatkan Liliya da...