Bab 19. Ledakan Amarah

13 1 0
                                    

Ivana sampai nyaris mengobrak abrik kamar Liliya untuk mencari berkas lain yang mungkin juga tersimpan di kamar perempuan itu. Kolong tempat tidur pun tidak luput dari sasaran Ivana. Sayangnya, ternyata tidak ada berkas lain yang tersimpan di kamar Liliya. Hanya ada enam lembar potongan buku besar yang tadi Ivana temukan.

Sembari menggenggam keenam lembar potongan buku besar, Ivana berjalan pelan menuju tempat tidur Liliya. Perempuan itu merebahkan dirinya di atas sana dengan sedikit agak kasar sampai terdengar bunyi berderit dari kerangka ranjang akibat terkena guncangan. “Sialan! Di mana dia menyembunyikan berkas yang lain?”

Ivana memejamkan matanya, perempuan itu berusaha untuk fokus memikirkan tempat yang mungkin. Akan tetapi, perlahan perempuan itu justru ketiduran. Memang dasarnya manusia satu ini mudah ketiduran.

Namun, tiba-tiba Ivana tersentak kaget. Perempuan itu kembali membuka mata tetapi dia tidak terbangun. Mimpi tadi siang kembali menghantui Ivana. Perempuan itu kembali melihat Liliya yang naik kuda bersama dengan Leighton melewati hutan hingga sampai di padang rumput. Akan tetapi, ada satu perbedaan pada mimpi kali ini. Sebelum Ivana melihat ujung moncong pistol, terdengar Leighton berkata, “Maafkan aku … mereka mengancam akan membunuh adikku … .”

Kemudian terdengar jawaban dari Liliya, “Lei, … lakukanlah. Tidak apa-apa. Cepat atau lambat, mereka juga akan menangkapku. Jadi lebih baik aku mati ditanganmu, Lei. Setidaknya, di tanganmu aku tidak perlu mati tersiksa.” Baru setelah itu Ivana mendengar bunyi DOR! Dan mimpinya pun selesai.

Ivana terlonjak dari tidurnya dan membuka mata seketika setelah mendengar suara tembakan.

***

Tok. Tok. Tok. “Nona,” terdengar suara panggilan dari luar saat Ivana baru saja berusaha mengumpulkan kesadarannya.

“Nona Liliya,” panggil Adrina sekali lagi. “Tuan dan Nyonya sudah pulang lebih cepat. Tuan ingin bertemu dengan Nona.”

Begitu mendengar bahwa kedua orang tua Liliya sudah pulang. Kesadaran Ivana langsung kembali dengan sempurna. Seketika perempuan itu bangun dari tempat tidurnya untuk membukakan Adrina pintu kamar. Begitu pintu terbuka, Ivana melihat ekspresi wajah ketakutan Adrina. Sepertinya ini pertanda buruk.

“Ayah sudah kembali?” tanya Ivana untuk memastikan bahwa dia tidak salah dengar. Adrina pun menganggukkan kepala

"Sebaiknya Nona Liliya segera membersihkan tubuh lalu menghadap Tuan," saran Adrina.

Kemudian dengan dibantu Adrina, Ivana segera membersihkan tubuhnya. Adrina juga membantu Ivana untuk segera berpakaian. Setelah itu, Ivana buru-buru menemui George yang sedang duduk di ruang tengah dengan ekspresi seriusnya. Begitu memasuki ruang tengah, Ivana pun bisa langsung merasakan hawa mencekam. Mendadak Ivana merasa jantungnya berdetak lebih kencang dari seharusnya. Ada perasaan takut yang menyelip di dalam dirinya, apa lagi mengingat perlakuan Geroge kepada Liliya.

“Nona, kenapa diam saja di depan pintu?” tanya Adrina. Kemudian perempuan itu lanjut berbisik. "Bukannya berniat lancang, Nona. Akan tetapi, Tuan tidak suka dibuat menunggu terlalu lama."

Ivana menganggukkan kepala pelan. Dia juga mengetahui tentang hal tersebut. Akan tetapi, dia terlalu takut untuk melangkahkan kaki masuk ke dalam ruangan. Sampai kemudian, Amelia Ann yang sedang duduk di samping George, menyadari keberadaan Liliya. "Liliya, masuklah. Ayahmu ingin berbicara," ucap Amelia Ann tanpa membentak tetapi jelas bahwa dari nadanya, perempuan itu memberikan perintah.

"I–iya," jawab Ivana dengan sedikit tergagap. Kemudian perlahan Ivana melangkahkan kaki masuk ke dalam ruang tengah.

Begitu masuk ke dalam ruangan, Ivana bisa melihat George dan Amelian Ann duduk di atas sofa. Di depan mereka, sebuah meja memisahkan mereka dengan Ivana yang berdiri tegak. Sementara itu, mata George tampak fokus dengan dokumen yang sedang dia pegang.

The Past of LiliyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang